Rasa perih mendera Litha dibawah body motor yang tadi ia kendarai. sengaja dibantingnya setir motor dengan rem mendadak yang membuat kehilangan keseimbangan. Seketika matanya tertuju pada lansia yang terjatuh menyentuh tanah.
"Siapa dia dan kenapa tiba-tiba muncul? aku tidak melihatnya tadi." Litha membathin dengan penuh rasa ketakutan dan cemas.
"Nyonya ... Nyonya ... Anda baik-baik saja?"
"Apa yang terjadi?"
"Nyonya ... bagaimana bisa terjatuh? "
"Nyonya, dimana bagian yang sakit?"
"Cepat panggilkan dr. Baskoro!"
Riuh ramai suasana saat itu, seorang Nyonya Besar terjatuh karena ditabrak sepeda motor, ahhh.... tidak, Nyonya itu kan jatuh sendiri, tapi semua orang melihatnya tidak seperti itu, Nyonya Besar jatuh ya, karena sepeda motor.
"Saya tidak apa, hanya sedikit kaget. Cepat tolong gadis itu, sepertinya dia terluka." Nyonya Besar memegang dadanya lalu mengalihkan perhatian penjaga dan pelayan rumahnya ke Litha untuk membantunya.
"Aaauuuwwww...,"
pekik Litha begitu di papah, ia merasa kakinya keseleo begitu motor yang menimpa dirinya diangkat salah satu penjaga disitu
"Obati dia." Nyonya Besar memberi perintah.
Beberapa saat telah berlalu, Litha diobati dokter keluarga di pendopo, disisinya ada Paman Tino yang air mukanya sudah kacau, antara khawatir dengan keponakannya atau dengan dirinya yang akan dipecat.
Suara gemuruh berasal dari pintu gerbang utama mendekati pendengaran orang-orang yang berada di pendopo. Dua mobil sedan mewah keluaran terbaru memakirkan dirinya dengan tergesa
"Nenek...," seru seorang pria berjas begitu membuka pintu mobilnya, diikuti seseorang di belakangnya.
Postur tubuh yang tinggi, garis wajah yang tegas, kulit yang bersih dan sedikit aroma khas darinya yang menguar membaui indra penciuman Litha.
"Siapa dia? Tampan sekali ...."
Litha berdecak kagum menatap sesaat wajah pria itu, namun langsung ditundukkannya pandangannya, takut begitu melihat air wajahnya yang dingin penuh kecemasan.
"Nenek, apa yang terjadi?" Ada sebuah suara lagi menyahut.
Kali ini Litha hanya melirik dari ekor matanya, "Siapa lagi ini, tidak kalah tampan juga, Ya Tuhan... kayak ngeliat artis-artis aja." Ngalor-ngidul Litha bergumam dalam hati.
Yang dikhawatirkan hanya mengulas senyum, "Tidak apa hanya sedikit kaget saja."
"Sedikit lecet di lutut dan tangan Nyonya Besar, saya sudah mengobatinya. Tidak perlu terlalu dikhawatirkan, hanya saja keterkejutan Nyonya yang harus diperhatikan. Seperti kalian tahu Nyonya memiliki riwayat penyakit jantung, di usianya sekarang tentu resikonya juga makin besar. Semoga kejadian ke depan tidak terjadi, karena bisa saja hal-hal yang membuatnya kaget bisa berakibat fatal." dr. Baskoro menjelaskan rinci kepada kedua pria di depannya.
Keduanya terlihat sangat cemas, namun salah satunya lebih menguasai keadaan agar tidak nampak panik.
"Siapa yang membuat Nyonya Besar seperti ini hahh!!! sudah kubilang untuk menjaganya dengan baik!"
Suara laki-laki itu membahana, tidak ada yang membantah semua menundukkan kepala takut.
"Ray, pelankan suaramu. Nenek baik-baik saja." Suara renta meredam emosi Rayyendra, presdir Pradipta Corp. yang disegani siapapun dalam lingkungan bisnis.
Rayyendra bersimpuh melihat luka-luka di lutut dan tangan neneknya, matanya menyala marah.
"Katakan! Siapa yang bertanggungjawab?" suaranya lebih rendah dari teriakan sebelumnya, tapi justru semakin menambah remang di bulu kuduk, merinding....
Seketika hening tercipta, sangat hening bahkan suara kepak sayap capung menari-nari di antara dedaunan taman begitu jelas di gendang pendengaran.
Tidak ada yang berani bersuara, apalagi Litha, keringat dingin membasahi tubuhnya, tapi makin lama keheningan itu berjalan, makin nampak pula urat-urat di leher Rayyendra, tangannya terkepal kuat dengan mata yang terpejam ia sedang menahan amarahnya.
"Ray, sudahlah, mari kita bicarakan dengan kepala dingin." Sebuah telapak tangan menyentuh pundak Rayyendra, suaranya lebih tenang namun ada ketegasan disana.
Rayyendra mendonggakkan kepala kepada pemilik tangan dengan tatapan tidak suka.
"Kau... masih bisa tenang dengan mendengar apa yang dr. Baskoro katakan tadi. Lihat...! Lihat lutut dan tangan Nenek!"
Tajam ia menatap pria di depannya. Aura pertengkaran yang bisa saja berujung dengan perkelahian akan terjadi, semua masih menundukkan kepala ketakutan.
Nenek menggelengkan kepala, ia mau menengahi kedua cucunya yang akan meledak jika ia tidak hentikan. Tapi belum sempat ia bersuara, sudah didahului Litha.
"Sa-- sa-- saya Tuan ..."
Litha menjawab terbata pelan penuh ketakutan, ia meremas kedua tangannya, tidak berani ia menunjukkan wajahnya. Paman Tino di sampingnya pun seperti mau pingsan saking takut dan gemetarnya, ia tahu tuan mudanya ini memiliki sifat yang dingin, arogan dan kasar juga kejam. Tidak jarang ia mendengar cerita sesama pelayan yang mendapati hukuman fisik karena kesalahan kecil dalam melayani Nyonya Besar, apalagi ini sampai membuat terluka, bukan saja dipecat tapi bisa saja lebih dari itu.
Semua mata mengarah pada gadis polos yang tertunduk ketakutan. Ada sepasang manik menatap tajam ke arahnya, pandangan mata ingin membunuhnya.
"Kau !!!" ujar Ray menarik kerah baju memaksa pandangan mata lawannya untuk menatap mata angkuh miliknya.
Kini mata yang ditatapnya sudah kehilangan pertahanannya, jebol... mengalirkan deras air dari muaranya tanpa suara. Ia tidak berani membuka matanya.
"Ma-- maaf Tuan, sa-- saya tidak melihat Nyonya sewaktu saya mau keluar dari rumah ini." Jawaban Litha makin memperkuat tenaga di tangan Ray.
"Ray ... dia juga tertimpa motornya, sudahlah ...." Suara Nyonya Besar menghentikan cengkraman kuat di leher Litha.
🍀 flasback on 🍀
Suasana sore hari di taman luar, tengah dinikmati seorang renta, Dayyu Amarga Pradipta. Di usianya yang jauh dari kata muda tidak menampakkan sisi lemahnya, di masa mudanya ia aktif membangun perusahaan-perusahaan besar milik keluarganya. Sebelum cucu-cucunya yang memegang kekuasaan, ada tangan dingin yang menggerakkannya. Kini jasmaninya semakin tidak mendukung untuk melakukan semua aktifitasnya seperti dulu. Terlebih sejak serangan jantung yang menyerangnya ketika Rayyendra dan Firza, cucunya yang lainnya, bersiteru hebat.
"Siapa itu yang tertawa keras? sudah lama aku tidak mendengar orang tertawa lepas di rumah ini?" bathinnya mencari arah suara.
Matanya berkeliling sampai berhenti pada sosok gadis dengan rambut yang diikat ekor kuda sedang bercengkrama dengan salah satu pelayan rumahnya
"Gadis yang menarik, siapa dia?"
Nenek Dayyu begitu penasaran hingga melangkahkan kakinya perlahan melewati parkiran menuju mereka.
Jarak yang cukup jauh mengingat taman luar ini sangat luas, ditambah keadaan tulang tua Nenek yang mengalami pengapuran, mengharuskan ia tertatih-tatih berjalan.
"Awaaassss !!!" Pekikan suara menggema.
Jantungnya serasa mau berhenti, terkejut mendengarnya. Ia kehilangan keseimbangan kakinya yang sudah tidak kuat, jatuh tersungkur di tanah setelah ia coba menahan bobot badannya dengan kedua tangannya.
Bruakhhhhhh.....
Suara benda berat mengikuti gravitasi bumi menghantam tanah di sebelah kanannya, kontan saja kepanikan tercipta menghampiri dirinya, tapi tidak dengan gadis yang sebenarnya kondisinya lebih memprihatinkan darinya.
🍀 flashback off 🍀
Tiba-tiba dihempaskan tubuh kurus Litha dengan kasar ke lantai tanpa memperdulikan luka-luka Litha, arah matanya menangkap sepeda motor, matanya semakin menyala.
Sepasang manik yang teduh menatapnya iba dari agak kejauhan, namun ia tidak berbuat banyak jika menyangkut Nyonya Besar.
Rayyendra meraih helm yang ada di samping Litha, langsung beranjak ke arah motor dan...
Brakhhhh... brakhhhh.... brakhhhh....
Rayyendra membabi buta menendang dan menghantam motor dengan tenaganya, Amarahnya tidak mereda sampai ekor mata Nyonya Besar menginstruksikan, Abyan, sekretaris Rayyendra untuk segera menghentikannya. Pria yang sedari tadi diam hanya mengangguk mengerti.
"Tuan, Tuan Muda, mohon hentikan. "
Asisten Yan menahan tangan Ray yang siap menghancurkan motor di depannya. Dia tidak menggubrisnya, malah semakin menyulut emosinya.
"Tuan, Nyonya Besar melihat Tuan." Spontan Ray berhenti.
"Buang rongsokan ini!" titahnya sambil melempar helm.
Air mata Litha semakin deras. Hatinya sakit diperlakukan seperti pesakitan tanpa mau mendengar penjelasannya terlebih dahulu.
"Itu motor kesayangan Ninda, bagaimana aku akan mengembalikannya dalam keadaan begini?"
Litha masih menangis tanpa suara, ia sangat takut melihat amarah pria di hadapannya, seperti singa yang mengamuk.
"Hmppfhhh ... sudahlah ... Ray. Kau masih belum berubah, cepat sekali marah. Bawa gadis itu ke dalam rumah." Nyonya Besar mau beranjak, dengan sigap pelayan membantunya berdiri.
"Jangan takut, kami memang penyuka daging, tapi bukan daging manusia," ucapnya tersenyum tipis melihat ketakutan Litha dan pamannya.
"Bagaimana aku tidak gemetar ketakutan Nyonya, kalau melihat langsung cucu Anda seperti singa yang siap memangsa mangsanya. Apa aku pura-pura pingsan saja ya?"
Brukhhhhh....
Tanpa berpikir panjang Litha menjatuhkan diri, lebih tepatnya menyelamatkan diri.
- Bersambung -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Rinjani
arogan ya cucu nya ini ...kaya apa akan di bawa mati ..amal.mu nak dan jgn gitu dikit2 marah
2021-11-25
0
ynynita
udah aku masukin favorir thor
2021-11-16
2
naviah
litha bener" cocok jadi pemain sinetron 🤣🤭🤭🤣wah kasian sekali motor nya
2021-11-07
1