Patricia menatap malas ke arah suaminya yang tengah merengek karena ingin menempel. Dia sedang sangat kesal karena sejak semalam dia tidak mendapat izin untuk menemui adiknya yang akan masuk kuliah hari ini. Bersekongkol dengan sang bayi, Patricia berdoa agar pagi ini Junio mengalami morning sickness yang lebih parah dari hari biasanya. Dan ternyata keinginannya itu di kabulkan oleh Tuhan. Bahkan Junio hampir pingsan setelah memuntahkan seluruh isi perutnya.
"Cia, ayolah izinkan aku tidur di pangkuanmu. Sebentar saja, ya?" bujuk Junio.
"Tidak, sebelum kau mengizinkan aku pergi ke rumahnya Elea," sahut Patricia sambil mengusap-usap perutnya.
"Ayolah sayang, jangan membantah terus. Aku tahu kalau kau sebenarnya bukan ingin menemui Elea, tapi kau ingin menemui Gabrielle. Iya kan?"
Setelah menikah, kecemburuan Junio terhadap Gabrielle kian menjadi-jadi. Dia selalu merasa kalau pria itu akan membawa lari istrinya dan juga si kecambah bar-bar. Karena hal inilah Junio selalu menggunakan berbagai macam alasan untuk menahan Patricia agar tidak bertemu dengan Elea. Dia tidak mau anak dan istrinya di curi.
"Jun, kau punya otak tidak?" tanya Patricia menahan emosi.
"Punyalah. Aku kan manusia, mustahil tidak mempunyai otak."
"Bagus. Lalu apa kau tahu anak siapa yang ada di dalam perutku?"
Junio mengangguk. Dia lalu menunjuk dadanya sendiri.
"Kecambah bar-bar itu milikku. Aku yang sudah bekerja keras menyemainya di dalam sana."
Dasar brengsek.
"Kalau kau sendiri mengakui ini adalah anakmu, lalu kenapa kau bisa berpikir kalau aku masih menyukai Gabrielle? Kau bilang kau punya otak, Jun. Tapi kenapa kau tidak bisa berpikir dengan baik hah! Sadar tidak kalau aku itu hanya mencintaimu saja. Kau suamiku, calon daddy dari anak-anakku!" teriak Patricia dengan nafas menderu.
Seulas senyum mesum langsung menghiasi bibir Junio saat dia mendengar pengakuan cinta dari sang istri. Seperti kucing manja, dia langsung menempelkan kepalanya ke bahu Patricia. Sedangkan satu tangannya lagi dia gunakan untuk mengusap perut istrinya yang mulai membuncit.
"Iya, aku adalah calon daddy dari anak-anak kita, Cia. Dan aku juga hanya akan mencintaimu seorang. Sungguh."
Pipi Patricia sedikit bersemu saat Junio membalas kata-katanya dengan sangat manis. Dia kemudian menoleh saat ponsel milik Junio berdering.
"Ada yang menelponmu, Jun. Angkatlah."
"Biarkan saja. Palingan itu Gleen yang sedang panik karena tidak menemukan aku di perusahaan."
"Jangan beralasan. Cepat angkat atau aku akan mendepak kepalamu dari bahuku. Cepat angkat!" omel Patricia.
Sambil bersungut-sungut Junio akhirnya mengambil ponsel miliknya. Keningnya mengerut karena yang menelpon ternyata bukan Gleen, melainkan Gabrielle.
"Ada apa kau pagi-pagi begini menelponku?" tanya Junio sinis. Dia kemudian berbaring di pangkuan istrinya sambil menyalakan tombol loudspeaker.
"Jun, malam ini aku ingin mengajakmu dan Patricia makan malam di atas kapal pesiar. Besok adalah hari ulang tahun Elea, dan aku ingin malam pergantian umurnya di rayakan di tengah laut. Sebenarnya ini sudah di rencanakan dari jauh-jauh hari. Tapi karena waktu itu Elea sakit, jadi baru malam ini akan di lakukan. Kau mau ikut tidak?"
"Ikut!" teriak Patricia penuh semangat. "Gabrielle, jam berapa kita akan pergi? Dan siapa saja yang akan ikut naik kapal pesiar itu?"
"Cia, Gabrielle itu sedang meminta persetujuan dariku. Kenapa malah kau yang menjawab? Genit sekali sih?" omel Junio cemburu.
"Sudah kau diam saja. Masalah seperti ini biar aku yang mengambil alih. Kalau berani protes, maka malam ini kita akan tidur terpisah. Mau?" ancam Patricia sambil memelototkan mata.
Junio langsung tunduk begitu mendapat ancaman yang cukup mengerikan. Dia lebih memilih untuk membiarkan Patricia yang bicara dengan Gabrielle ketimbang harus kehilangan tempat ternyaman yang bisa membuatnya tertidur lelap. Dia trauma jika harus mendapat serangan ilmu hitam dari si kecambah bar-bar.
"Apa kalian sudah selesai bertengkar? Jika belum, maka aku akan memutuskan panggilan ini. Aku menelpon itu karena ingin membagi kabar bahagia, bukan untuk mendengarkan perdebatan tidak penting kalian."
"Kau tenang saja, Gab. Kami sudah selesai berdebat dan sekarang aku siap mendengarkan rencanamu," jawab Patricia dengan semangat berapi-api.
Setelah itu Patricia mendengarkan dengan seksama rencana seperti apa yang akan dilakukan Gabrielle untuk adiknya. Sementara Junio, calon daddy itu sekarang malah sudah tersesat ke dunia mimpi dengan posisi wajah menempel ke perut Patricia. Sepertinya morning sickness yang dia alami cukup menguras tenaga. Makanya dia bisa langsung terlelap karena sudah sangat kelelahan.
"Oke, aku setuju dengan idemu. Ya sudah kalau begitu nanti aku dan Junio akan datang tepat waktu. Tapi ngomong-ngomong hadiah seperti apa yang di sukai oleh Elea?" tanya Patricia antusias.
"Adikmu menyukai semua hal yang bisa membuatnya tersenyum. Jadi sebaiknya kau tidak usah membawa apa-apa. Aku tutup."
Patricia cengo saat panggilan terputus begitu saja. Dia sedikit bingung dengan jawaban Gabrielle yang terdengar sangat ambigu. Elea menyukai semua hal, tapi dia di minta untuk tidak membawakan hadiah apa-apa. Andai saja Gabrielle ada di sini, Patricia pasti akan sedikit memakinya. Rasanya sungguh kesal di gantung seperti ini.
"Ah, apa aku tanya pada Bibi Liona saja ya hadiah apa yang paling di sukai oleh Elea?"
Tanpa membuang waktu lagi Patricia segera menekan nomor ibunya Gabrielle. Dia menunggu dengan tidak sabar saat panggilannya tak kunjung di angkat.
"Ada apa, Patricia?"
"Bibi, malam ini Gabrielle akan memberikan kejutan ulang tahun untuk Elea. Dia mengajakku dan Junio untuk ikut pergi merayakannya. Tapi aku bingung ingin membawakan hadiah apa untuk Elea. Menurut Bibi sebaiknya aku memberi hadiah apa untuk adikku?" tanya Patricia.
Cukup lama Patricia menunggu jawaban dari ibunya Gabrielle. Hal ini membuatnya menjadi sedikit gelisah. Dia takut kalau ibunya Gabrielle tidak bersedia untuk memberitahunya.
"Patricia, adikmu itu sangat sederhana. Bibi rasa kau tidak perlu membawakan hadiah apa-apa untuknya. Cukup dengan kalian datang kesana dan memberinya doa, dia pasti akan merasa sangat senang. Ingat Patricia, sebelum menikah, adikmu itu selalu kekurangan kasih sayang. Jadikanlah kekurangan tersebut sebagai kado terindah di malam ulang tahunnya. Bibi yakin hadiah seperti inilah yang sebenarnya di inginkan oleh adikmu. Bukan barang-barang mahal ataupun kekayaan. Yang di butuhkan oleh Elea hanya cinta dan perhatian. Paham kan?"
"Paham, Bi. Terima kasih untuk masukannya. Aku berjanji malam ini akan menjadi kakak yang baik untuk Elea," jawab Patricia pelan. "Kalau begitu aku matikan dulu panggilannya ya, Bi. Aku perlu mempersiapkan pakaian untuk acara nanti malam."
Setelah mematikan panggilan, Patricia diam merenung. Benar, hal yang paling di butuhkan oleh adiknya adalah cinta. Cinta tulus dari keluarga yang selama ini tidak bisa dia rasakan. Mungkin nasib Patricia sedikit lebih mujur karena meskipun dulu ayahnya tidak menganggapnya ada, masih ada Ibu Yura yang selalu ada di sisinya. Berbeda dengan Elea. Nasib adiknya benar-benar sangat buruk. Bahkan hal itu terjadi sejak masih bayi dimana adiknya di buang ke panti asuhan oleh kakeknya sendiri. Memikirkan hal itu tiba-tiba membuat Patricia teringat akan bayinya. Dia tidak bisa membayangkan jika seandainya kepahitan yang di alami oleh Elea, ternyata di alami juga oleh anaknya. Patricia tidak akan sanggup.
"Elea, aku janji akan selalu memperlakukanmu dengan sangat baik. Aku tidak mau jika anak-anakku sampai menanggung karma dari perbuatanku. Aku tidak mau itu," gumam Patricia dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
...🍀Jangan lupa vote, like, dan comment...
...ya gengss...
...🍀Ig: rifani_nini...
...🍀Fb: Rifani...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 351 Episodes
Comments
Lina maulina
MK nya dr dulu jgn jhtin elea jd g tau apa yg elea sukain
2023-11-08
0
Chesta Haydar
akhirnya patricia mau jadi kakak yg trbaik buat ellea.
2023-07-22
0
linamaulina18
untunglah CIA cpt berubah
2023-04-08
0