Sudah setengah jam keduanya berbaring bersebelahan, tapi belum ada dari keduanya bisa tidur. Mungkin karena tadi tidur siang kali ya...Jadi belum mengantuk.
Firda bergerak lebih gelisah daripada Bujang, gimana nggak gelisah. Dalam keremangan suasana kamar dia tidur dengan pria dewasa, pikiran Firda kan sudah traveling kemana-mana.
Walaupun belum pernah macem-macem, tapi terkadang otak ngeresnya sudah mengembara melanglang buana.
"Bang, sudah tidur?"
"Sudah."
"Ish, sudah tidur kok bisa jawab. Hmm, ponselku apa kabar?"
"Baik-baik saja."
Hadeuh, Bang Bujang...Jangan ngegemesin gitulah jawabnya!
"Besok dikasih ponselnya kan? Nggak lucu lho masak udah jadi mahasiswi nggak punya ponsel, memangnya aku anak TK."
"Makanya di jawab, darimana kamu dapat ponsel mahal itu? Pacar kamu yang belikan? Keren dong, anak siapa dia bisa membelikan kamu ponsel mahal? Gaya bener."
Kalau sudah begini lebih baik Firda nyerah. Mau bilang di belikan pacar, tuh Bujang lebih pandai menjawab dengan analisanya sendiri.
"Iya terus bagaimana aku bisa komunikasi dengan Sisil dan Gita? Ayah, Ibuk, Raka, bang Bagas...."
"Kamu lagi ngabsen? Kirim saja surat pada mereka satu-persatu, ntar juga di balas."
Jawaban Bujang yang nyeleneh bikin pengen cubit bibirnya, ternyata Bujang lebih menggemaskan ketimbang Firda.
"Ish,"
Tuh kan? Firda jadi nowel lengan Bujang saking sebelnya, eh saking gemesnya dengan jawaban yang Bujang berikan.
"Kenapa kamu suka membuat hidup kamu repot, Fir? Apa kamu kekurangan kegiatan? Hidup nyaman, ngaku-ngaku hamil. Akhirnya jadi istri kan? Nah sekarang ponsel, Abang jadi semakin curiga karena kamu keukeh tidak mau mengatakan darimana mendapatkan barang itu tapi kamu butuh barang. Apa jangan-jangan...."
"Aku mau tidur,Bang, sudah malam. Besok mau ke kampus." potong Firda cepat membalikkan badannya, dia masih belum berani untuk jujur.
Mungkin karena hatinya sedang kesel, tidak berselang lama Firda sudah tertidur pulas dengan posisi meringkuk seperti bayi. Memeluk lututnya sendiri, Bujang jadi kasihan.
Pelan-pelan membalikkan badan Firda menghadap ke arahnya, lalu memberikan bantal gulingnya untuk bisa di peluk oleh Firda.
Menatap wajah cantik Firda lamat-lamat, Bujang bangun dari tidurnya yang sama sekali dia belum dan tidak bisa tidur.
Malam kemarin dia tidak bisa tidur karena kesal dengan drama yang dibuat oleh Firda, malam ini tidak bisa tidur karena gelisah.
Gelisah seorang pria normal yang ingin...Ah, Bujang mengacak rambutnya kasar.
Kembali lagi duduk di atas ranjang, memijat pelipisnya karena kepalanya berdenyut.
Bujang kembali menatap Firda, wajah yang terlelap itu sangat menggoda keimanan seorang Hamish yang sudah matang dalam segala hal. Perlahan dia mendekatkan wajahnya pada wajah Firda.
Apakah ini yang dinamakan mencuri makanan sendiri?
Mencicipi sedikit ternyata bikin penasaran, Bujang mengulangi kembali. Firda masih terbuai di alam mimpinya, dia sama sekali tidak menyadari apa yang sudah dilakukan Bujang pada dirinya.
Merasa kandung kemihnya penuh, Firda membuka matanya dengan malas. Dia juga tidak tahu sekarang sudah jam berapa, hanya saja dia sedikit terkejut ketika terbangun sudah berada dalam pelukan Bujang.
Pelan Firda mendongakkan kepalanya, menatap wajah Bujang yang masih terlihat tidur.
Dengan gerakan slow motion Firda bangun dari tempat tidur setelah berhasil menyingkirkan tangan Bujang dari pinggangnya.
Hmm, kenapa kami tidur bisa berpelukan? Ini siapa yang meluk siapa? Bisa hamil beneran aku kalau gini.
Firda segera berlari masuk kedalam kamar mandi.
Bujang tertawa tanpa suara melihat tingkah Firda, lalu kembali memejamkan matanya pura-pura tidur agar Firda tidak tahu kalau dia juga sudah bangun saat Firda mulai menggeliat tadi.
...*****...
Firda berjalan hilir mudik di depan meja rias yang bisa dipastikan kalau itu dulu di beli pasti untuk si bahenol, dan sekarang justru Firda yang menggunakan.
Segala macam produk perawatan kulit dan wajah ala mahasiswi berjejer rapi diatasnya.
Jauh berbeda kisah Firda dibandingkan dengan istri-istri CEO di novel-novel itu, mana mau pengantin pengganti memakai barang yang di peruntukan untuk orang lain. Pasti akan mengganti semuanya dalam sekejap dengan barang baru karena nggak suka yang bekas. Lah ini, boro-boro minta ganti yang baru, ponsel saja masih di tahan.
"Kamu mau berangkat jam berapa? Nggak telat? Atau sekarang peraturannya sudah beda, dosen yang menunggu mahasiswanya?" omel Bujang bersedekap di depan pintu kamar.
"Uang angkot dan jajan belum Abang kasih, terus aku pergi pakai apa?" Firda menengadahkan tangannya di depan Bujang sembari menampilkan cengiran di bibirnya.
Bujang menghembuskan napas pelan.
"Dengar kata Abang ya, Fir! Setelah sholat subuh itu bantu Umi mengerjakan apapun yang bisa kamu kerjakan, bukan ngerem di kamar.
Nyapu, ngepel, cuci piring, atau apapun. Kamu nggak kasihan lihat Umi mengerjakan semua sendiri?"
Tanpa menjawab Firda berjalan keluar dari dalam kamar, terlihat Abah yang sedang menyapu halaman.
Firda langsung melangkah ke arah dapur, menemui Umi yang sedang meletakkan nasi goreng di dalam mangkuk besar.
"Maafin Firda ya, Umi! Firda masih canggung. Janji pulang dari kampus Firda akan bantu, Umi." Firda mengacungkan jari tangannya tanda bersumpah.
"Iya, Umi paham. Anggap rumah ini seperti rumah orang tua kamu juga, kalian kan akan tinggal di sini selamanya. Apa Hamish belum mengatakan padamu?" Umi menyerahkan mangkuk yang berisi nasi goreng agar Firda meletakkannya diatas meja.
Firda dengan sigap mengambilnya, lalu menyusun empat piring dan sendok.
"Belum, Mi."
Setelahnya Firda di suruh membuat tiga gelas teh dan segelas kopi, Umi ingin mengetes Firda apakah dia bisa membuat minuman yang sederhana itu.
"Stop! Untuk Hamish hanya dua sendok saja ya! Dia tidak suka minuman yang terlalu manis."
"Kenapa, Mi? Apa karena Bang Bujang udah manis ya? Jadi takut di semutin." Firda terkikik, Umi Sri ikut tertawa.
Bujang yang sudah duduk di kursi makan cuma menatap datar pada Firda yang tertawa-tawa dengan Uminya.
Dasar bocah tidak tahu malu, bisa-bisanya bicara seperti itu dengan Umi.
Setelah sarapan Bujang mengantarkan Firda sampai di depan kampus, untungnya dia di antar pakai mobil jadi tidak perlu takut di pergoki oleh Gita maupun Sisil.
"Bang, minta duitnya!" Firda kembali menyodorkan tangannya sebelum turun dari dalam mobil.
Bujang memberikan satu lembar uang berwarna biru dan ponsel, tapi bukan ponsel hasil taruhan.
"Ini...."
"Itu ponsel Abang, bekas sih tapi masih bagus. SIM card milikmu sudah Abang pindahkan ke situ beserta semua nomor kontak dan lainnya, nomor Abang juga ada disitu."
"Abang, membaca riwayat obrolan yang ada di grup Wa nggak?" tanya Firda cemas.
"Menurutmu?"
Firda rasanya ingin menangis, tapi melihat wajah Bujang yang tidak menunjukkan ekspresi apa-apa dia menjadi sedikit lega.
"Setelah selesai kelas langsung pulang, jangan keluyuran! Tuh, teman kamu sudah datang." tunjuk Bujang pada Gita dan Sisil yang baru keluar dari angkot.
Mana berani Firda turun, bisa ketahuan dia.
"Kenapa belum turun, kamu masih malu atau takut ketahuan sudah menikah?"
"Jangan bahas itu lagi! Aku kan sudah bilang belum waktunya."
"Padahal kita mau buat acara resepsi lho, itu juga kalau masih aman sampai bulan depan." goda Bujang semakin senang melihat wajah Firda yang langsung panik.
"Nggak, Bang, jangan aneh-aneh pakai buat acara resepsi segala! Aku nggak mau,"
Sebelum obrolan merembet kemana-mana, Firda keluar dari dalam mobil.
Baru juga beberapa langkah, suara cempreng Sisil sudah membuat jantung Firda mau meloncat keluar.
"Hebat kau ya sudah diantar pakai mobil ke kampus. Itu bukan mobil milik ayahmu, terus siapa yang mengantarmu? Bang Bagas? Nggak mungkin, cowok baru ya?"
"Siapa, Fir? Kenalin dong! Eh, kenapa ponselmu nggak aktif? Jangan bilang kalau ponsel itu sudah di jual."
Ya Allah...Keduanya sama-sama bertanya, terus dia harus menjawab apa?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Afternoon Honey
seru nian... suka banget novel ini ⭐💖
2023-12-24
0
Marlina Lina
asyik,bagus ceritanya
2023-05-23
1
dyul
ini gadis2.... koplak n cempreng 🤣
2023-03-24
0