"Kalian baik-baik saja?" tanya Abah pelan setelah memastikan istrinya masuk kedalam kamar.
Umi sepertinya sangat lelah tadi setelah menjelaskan banyak hal pada semua keluarga besar perihal mendadak bergantinya istri Bujang di hari H pernikahan.
Semua sanak keluarga tahunya Bujang akan menikah dengan seorang janda tanpa anak, tiba-tiba resepsi dibatalkan karena ternyata Bujang lebih memilih calon istrinya yang masih mahasiswi di detik-detik menjelang akad nikah. Begitulah berita yang beredar.
Sebagian keluarga menyetujui keputusan yang di buat oleh Bujang, sebagain menyayangkan juga. Kenapa sudah terlanjur keluar banyak uang baru membuat keputusan.
Karena Bujang dari pihak pria, apalagi akad nikahnya di laksanakan di kantor urusan agama. Jadi memang Abah Deni mengudang keluarga besarnya pas acara resepsi saja, jadi ketika ada drama Firda yang tengah mengaku hamil anak Bujang cuma keluarga intern Abah Surya saja yang tahu. Yaitu kedua adik perempuan Bujang dan suami mereka, makanya tadi Abah dan Umi menjelaskan duduk persoalannya pada keluarga besar agar tidak terjadi simpang siur berita tentang pernikahan Bujang.
Ketika keluarga bertanya kapan acara resepsi pernikahan antara Bujang dan istrinya akan dilaksanakan, Abah Surya hanya bisa memberi jawaban belum tahu karena istrinya masih duduk di semester dua.
Untuk sementara drama kehamilan palsu Firda bisa disembunyikan.
"Tadi ketika makan di luar, tidak sengaja kami bertemu dengan Mawar dan suaminya, Bah."
"Kamu di ejek?"
"Abah tahu sendiri pria itu seperti apa, sepertinya Firda merasa bersalah." Bujang menunduk dengan wajah yang keruh.
Sebagai pria dia merasa direndahkan dan sangat bodoh.
Abah Deni menepuk pundak Bujang dengan lembut.
"Mish, menurut pandangan mata manusia, mungkin kamu memang terlihat..." Abah Surya menaikkan kedua bahunya, dia tidak sampai hati jika mengucapkan kalimat yang membuat hati putranya itu terluka.
"Tapi Mish, perlu kamu ingat! Apapun yang sudah terjadi, tidak ada yang buruk. Itu yang terbaik untuk semuanya. Hanya saja kita sebagai manusia belum ridho dengan ketentuan Allah, makanya merasa apa yang kamu terima saat ini seakan buruk bagimu. Padahal itu yang pas dan terbaik untukmu, untuk Firda, juga untuk Mawar."
"Abah nggak benci pada Firda? Dia sudah mempermainkan pernikahanku, Bah."
Abah Deni menggeleng.
"Abah kan sudah pernah bilang, memang dia jodohmu, Mish. Hanya cara Allah menyatukan kalian berdua diluar dari jangkauan pemikiran kita.
Mish, Allah lah sebaik-baik pembuat perencana dan pengatur semua ciptaannya. Jangan pernah ragu! Itu namanya penghinaan pada Allah."
Bujang menganggukkan kepalanya, Abah lah tempat dan orang yang sangat tepat bagi Bujang untuk curhat selama ini.
Abah bukan hanya sebagai orang tua bagi Bujang, tetapi Abah sudah menjadi teman sejati bagi Bujang.
'Tapi, Bah, bagiamana jika Umi tahu kalau Firda tidak hamil? Pasti Umi akan marah dan membenci Firda."
Melihat wajah Bujang yang sedikit cemas, Abah Surya malah terkekeh.
"Kau sudah tertarik padanya ya? Wajar saja, gadis muda yang sedikit nakal itu lebih menggemaskan dari pada calon istrimu yang sudah pengalaman bukan? Urusan Umi serahkan pada Abah! Susul Firda di kamar, pasti dia sekarang sedang merasa sangat bersalah."
Abah Surya bangun dari duduknya, berjalan perlahan menuju ke kamar dimana Umi Sri sudah lebih dahulu masuk dari pulang tadi.
Setelah memastikan kembali pintu dan jendela terkunci dengan benar, Bujang juga masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya Firda tengah memasukkan dan menyusun pakaian miliknya ke dalam lemari.
Membiarkan Firda menyelesaikan kegiatannya, Bujang kembali mengingat-ingat apa yang dipesankan oleh Abah dan ayah mertuanya dengan telentang di atas ranjang.
Pikirannya menerawang jauh bagaimana dia mulai menjalin kasih dengan Mawar, sampai akhirnya keduanya hendak menikah kemarin itu.
Hanya saja dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Mawar terlalu lemah hati dan memilih kembali pada mantan suaminya.
Suami yang sudah mengkhianati dirinya dengan berselingkuh dengan mantan pacarnya dulu.
Bujang masih ingat bagaimana Mawar yang betah berjam-jam nongkrong di cafe miliknya, sehingga kerap curhat pada dirinya.
Apakah karena daripada semuanya mubazir sia-sia dengan pesta persiapan resepsi atau sebenarnya dia memang masih cinta pada mantan suaminya?
Bujang berdecak kesal karena terlalu cepat mengambil keputusan untuk menikahi Mawar.
Padahal Abah sudah menyuruhnya untuk sholat istikharah, tapi dia yang ngeyel karena beralasan mau mencari yang bagaimana lagi diusianya yang sudah begitu matang.
"Tidak masalah janda, Bah. Usiaku sudah tua."
"Apa kamu tidak penasaran dengan rasa perawan nantinya?"
Itulah pertanyaan yang bernada bercanda yang Abah Surya ucapkan ketika Bujang mengutarakan hendak melamar Mawar.
Kalau Firda bilang si janda bahenol, memang sih, Mawar bahenol.
"Bang, aku tidur dimana? Kalau di lantai lagi, badanku sakit-sakit saat tulang panggulku menyentuh lantai yang keras."
Firda sudah berdiri di dekat dirinya berbaring dengan mengenakan stelan piyama tidur.
Karena terlalu larut dalam lamunannya sehingga Bujang tidak menyadari kalau Firda sudah selesai berkemas.
"Terserah kamu mau tidur dimana."
"Aku tadi melihat ada kamar di dekat ruang keluarga, kamar siapa? Boleh nggak kalau aku tidur di sana?"
"Jangan drama! Itu kamar Hana dan Faiza, nggak boleh!"
Firda menatap sekeliling kamar Bujang yang tidak ada sofa seperti kamar-kamar orang kaya gitu. Hanya ada lemari pakaian, meja rias dan satu kursi, lalu tempat tidur.
"Sudah, tidur sini!" ujar Bujang menarik tangan Firda untuk naik ke tempat tidur.
Firda sudah hendak memberontak tapi tidak jadi saat mendengar ucapan Bujang.
"Tadi siang kita sudah tidur satu ranjang, nggak terjadi apa-apa juga kan? Sudahlah, jangan berpikiran yang aneh-aneh. Abang tidak akan melakukan apa-apa padamu, kuatir akan membahayakan kandunganmu." sindir Bujang memajukan bibir bawahnya mengejek.
Firda mencebik, Bujang terkekeh.
Firda lalu mematikan lampu kamar sebelum dengan berat hati dan malu-malu naik ke tempat tidur.
Bantal guling berada dalam dekapan Bujang, sementara Firda tidak bisa tidur kalau tidak ada yang dipeluk. Mana bantal guling milik Bujang nyaman lagi, ukurannya gede dan empuk. Tadi pagi dia kan sudah coba meluk sampai ke tiduran.
"Pinjam bantalnya, Bang." ujarnya merebut bantal guling dari Bujang, Bujang mengalah. Dia bukan anak kecil yang rebutan sebuah bantal guling.
"Bang, hmm... Kalau bulan depan semua tahu aku nggak hamil, pasti semua orang akan marah. Terus Abang akan menceraikan aku?"
"Memang kamu mau jadi janda?"
"Ya nggak masalah, Bang. Kan janda kembang, janda masih perawan. Nggak ada bedanya dengan gadis."
"Memang orang akan tahu kamu masih perawan? Abang saja nggak tahu kamu masih perawan apa nggak." Bujang langsung memunggungi Firda.
Pertanyaan Firda sudah menjurus, membuat Bujang menjadi resah.
Diusianya yang sudah matang begini, baru kali ini di atas ranjangnya ada seorang gadis. Dan sayangnya istrinya, jadi siapa yang nggak resah coba. Bujang kan pria yang normal dan sehat, kalau Bujang resah kan wajar.
Bagaimana kalau dia khilaf?
"Aku kan belum pernah nikah, tentu saja masih perawan. Kecuali tuh, si bahenol calon istri Abang. Sudah pasti nggak perawan lagi."
Kok masih membahas itu sih.
Bujang kembali membalikkan badannya menghadap ke arah Firda yang masih berada dalam posisi miring menghadap ke arah dirinya.
"Kamu mahasiswi, nah itu logikamu jalan."
"Maksud Abang? Abang akan..."
"Sini, Abang peluk kamu saja sebagai pengganti bantal guling yang kamu ambil."
Tangan Bujang sudah terulur untuk menarik badan Firda, cepat-cepat Firda mengembalikan bantal guling milik Bujang.
Bujang hanya bisa tergelak.
Ternyata benar kata Abah, anak perawan itu......
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
hìķàwäþî
malu2 miau mish..
2025-03-02
0
dewi rahmi
seneng ya bang dapat Perawang tingting yg nalak n nggemesin
2023-09-26
1
dyul
Hahaha.... gak sabar anak perawan di unboxing 🤣🤣🤣
2023-03-24
1