Firda ngos-ngosan mendatangi dua temannya yang sudah menunggunya dengan segudang tanya.
"Gimana, berhasil?" tanya Sisil tidak sabar.
Firda hanya menganggukkan kepalanya, sembari menunjuk ke arah parkiran kantor urusan agama. Terlihat salah satu mobil sudah meninggalkan parkiran, lalu setelahnya mereka bertiga bisa melihat bang Bujang dan kedua orang tua serta beberapa orang keluarganya yang celingukan kesana-kemari mencari sesuatu.
"Yakin berhasil?" Gita tidak percaya.
"Yakinlah, tuh janda bahenol sudah duluan pulang dengan wajah di tekuk. Dan, noh! Bang Bujang kelihatan mengelilingi kantor, pasti nyariin aku." Firda mencebik, ada rasa kasihan sih. Tapi demi ponsel impian, cuma sekedar menggagalkan pernikahan Bujang yang ketiga kalinya sih tidak masalah.
Kan masih ada kesempatan berikutnya.
Anggap saja bang Bujang memang tidak berjodoh dengan Mawar, enteng bener pemikiran Firda.
Ketiganya mengecek terlebih dahulu di tempat acara resepsi pernikahan akan di gelar dengan menggunakan taksi online, ketiganya tahu semua informasi karena Mawar si janda bahenol rumahnya ada di sebelah komplek perumahan tempat tinggal Firda.
Setelah yakin pernikahan benar-benar sudah batal, Gita dan Sisil dengan berat hati menguras habis isi tabungan mereka. Padahal itu tabungan boleh malak tiap hari lebaran pada Paman, Bibi, atau saudara mereka.
Namanya juga masih jadi mahasiswi, tangan masih menadah meminta-minta.
Gita terlihat sangat tidak ikhlas hati, tapi demi Sisil yang terus memaksanya. Mau tidak mau Gita harus mau.
Dengan kedua mata yang berbinar, Firda mengambil ponsel terbaru dan masih dalam kotak dari tangan Sisil.
"Eits, sabar dulu! Ingat, apapun resiko yang akan terjadi kemudian setelah ini, kau tanggung sendiri akibatnya, Fir." ucap Sisil menyembunyikan kotak beserta ponselnya di belakang badannya.
"Iya, ah, cerewet."
...*****...
Ponsel lama Firda di berikan kepada adiknya Raka yang masih duduk di kelas dua SMU, wih tuh bocil senang benar di kasih ponsel walaupun bekas. Masih lebih bagus daripada miliknya yang sudah pecah layarnya.
Punya ponsel baru hanya modal berdrama sedikit, tapi harus mengorbankan orang lain. ckk.
Firda mulai mengotak-atik ponsel barunya sembari telungkup di atas ranjang di dalam kamarnya.
"Kak, ada yang cari, buruan keluar!" teriak Raka dari pintu kamar.
"Apaan sih, Dek? Kaya' di hutan saja pakai teriak-teriak." sahut Firda membuka pintu kamar.
Hanya mengenakan kaus oblong kebesaran dan celana longgar diatas lutut, rambutnya dibiarkan tergerai acak-acakan Firda keluar dan menuju ruang tamu.
"Fir, duduk sini, Nak!" Panggil ibunya, wajah Firda langsung pucat pasi ketika tahu siapa yang datang berkunjung lepas magrib begini.
"Kenapa kamu hamil tidak bilang-bilang ke kami, Fir? Kenapa harus mempermalukan keluarga mereka dan minta pertanggung jawaban disaat Bujang mau menikah? Kalau dari awal kamu berterus-terang, nak Bujang kan tidak mungkin akan menikah dengan Mawar, tapi kamu lebih memilih menyembunyikan kehamilanmu. Untungnya pernikahan itu bisa dicegah, tapi itu kan sudah mempermalukan semua keluarga, Firda." ucap ibunya dengan wajah sedih dan marah, suaranya terdengar tercekat di tenggorokan.
Firda tidak tahu mau ngomong apa, kedatangan Bujang dan kedua orang tua, adik-adiknya beserta seorang pemuka agama saja sudah membuatnya syok. Apalagi ucapan ibunya tadi tentang kehamilan.
Firda menatap wajah ayahnya yang terlihat bersedih. Padahal pria itu sudah mewanti-wanti agar Firda bisa menjaga dan menghormati dirinya sendiri agar jangan sampai kebablasan dalam pergaulan, tapi justru mendapatkan kabar dari kedua orang tua Bujang kalau Firda hamil.
"Ayah, ini...."
"Firda sayang, Abang akan bertanggung jawab. Kita akan segera menikah juga malam ini, Abang sudah bawa Pak Ustadz agar bisa langsung menikahkan kita. Nanti kalau anak kita sudah lahir, baru kita nikah ulang lagi. Iya kan Pak Ustadz?" Bujang tersenyum manis ke arah Pak Ustadz, kedua orang tua dan kedua adik perempuan Bujang dan kedua suaminya ikut menganggukkan kepala. Bujang menyeringai puas ke arah Firda.
Kau yang mulai permainan ini dengan menghancurkan pernikahan ku, bocah nakal. Maka kau terimalah pembalasan dariku.
Firda menelan salivanya dengan susah payah.
Tidak, dia tidak mau menikah. Kalaupun dia mau menikah itu nanti, lima atau enam tahun lagi.
Sekarang usianya baru sembilan belas tahun, sementara Bujang? Sudah lewat dari usia kepala tiga, makanya dia bergelar bujang lapuk.
"Ayah, Ibuk, Firda tidak..."
"Abang sudah mengatakan semua pada orang tuamu, Firda sayang. Kita khilaf karena kita saling ah...Maaf!" Bujang menundukkan kepalanya merasa bersalah, Firda hanya bisa melongo. Ternyata Bujang lebih totalitas lagi membalas drama yang sudah di buatnya di kantor urusan agama tadi.
"Ayah kecewa padamu, Fir, tapi mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Ganti pakaianmu! Sepuluh menit lagi pernikahanmu dan Bujang akan segera dilaksanakan." titah Ayahnya Firda dengan wajah sedih yang tidak bisa disembunyikan.
"Bang, bisa bicara sebentar? Aku mohon!" Firda mengatupkan kedua tangannya di depan dada pada Bujang, berharap Bujang mau memaafkannya. Biar dia yang akan mengatakan pada Mawar jika apa yang dilakukan tadi hanya bagian dari sebuah tantangan dari kedua temannya demi satu buah Ponsel. Lalu Bujang dan Mawar bisa menikah kembali seperti niat semula.
Bujang terlihat menggeleng pelan.
"Nanti kita bisa bicara panjang setelah akad nikah, gantilah bajumu cepat!" Bujang tetap memperlihatkan wajah manisnya, padahal dimata Firda sudah seperti seringaian seorang drakula.
...*****...
Akad nikah sudah terlaksana dengan baik dan lancar, tetangga kanan kiri juga diundang beberapa orang sebagai saksi dan informasi bahwa Bujang dan Firda sudah menikah.
Hanya saja kehamilan Firda yang menjadi sebab akibat pernikahan mendadak itu tidak di beritahukan pada tetangga, kuatir akan menjadikan tranding topik yang hot esok hari di komplek perumahan. Walaupun tetap saja bisik-bisik mengiringi pernikahan Bujang dan Firda.
Ibarat kata, bisik-bisik tetangga sebagai musik pengiring acara ijab qobul.
Untuk menjamu para tamu dadakan, pak Surya, Abahnya Bujang dan pak Deni, ayahnya Firda meminta kang Yusuf penjual pecel lele untuk menyiapkan semua menu sebagai hidangan untuk para tamu.
Bagas, abangnya Firda yang bekerja di salah satu bank konvensional hanya bisa menatap adiknya dan Bujang dengan tatapan yang sulit di mengerti. Di lubuk hatinya yang paling dalam dia tidak terima jika adiknya harus menikahi pria yang usianya hampir dua kali lipat dari Firda, lebih tua juga dari dirinya sendiri.
Dia tidak tahu, sejak kapan Firda menjalin hubungan dengan Bujang. Pria yang bergelar bujang lapuk si pemilik cafe D'Nongkrongs.
Apalagi sampai hamil, ingin rasanya Bagas menghadiahkan bogem mentah pada wajah tua Bujang karena sudah merusak adiknya, tapi dia tidak ingin membuat keributan di depan banyak orang.
Untuk sementara ini Bujang bermalam di rumah orang tua Firda. Keadaan rumah sudah sunyi karena kedua orang tua Bujang dan kedua adik perempuan serta kedua iparnya sudah pulang kerumah mereka masing-masing, begitu juga dengan kedua orang tua, adik dan abang Firda sudah berada di dalam kamar mereka sendiri.
"Bagaimana dengan pembalasanku? Kau suka?" tanya Bujang dengan menyandarkan tubuhnya pada balik daun pintu, mengunci pintu kamar Firda lalu kuncinya di masukkan ke dalam saku celananya.
Bujang berjalan perlahan mendekati Firda yang masih memakai baju gamis sebagai gaun pernikahan, perlahan tangannya membuka pengait kancing kemejanya.
"Bang, mau ngapain? Jangan bergerak!" Firda mengambil sisir sebagai alat perang untuk menghalau Bujang yang terus berjalan mendekatinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
solehatin binti rail
😀😀😀😀makanya jangan main main.itu akibat nya kalau suka taruhan
2024-11-29
0
Bunga Ros
ya syukur in
2024-03-04
2
Gagas Permadi
🤣🤣🤣🤣 sukurin 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-01-27
0