"Bang, katanya tadi pagi mau menjelaskan tentang alergi yang ada di perut dan dadaku."
Firda melipat mukena sambil melihat Bujang yang baru keluar dari dalam kamar mandi, pria dewasa itu sepertinya baru selesai mandi.
"Kamu mandi saja dulu! Nanti Abang jelaskan."
"Jelasin gitu saja mukadimahnya panjang bener? Melebihi mau ketemu dengan artis atau pejabat, banyak syaratnya. Sekarang ajalah!"
Bukan Firda kalau tidak pakai menjawab dulu.
Bujang menghela napasnya panjang.
"Harusnya kamu itu kalau pulang dari luar, ke kamar mandi dulu untuk bersih-bersih. Lalu ganti baju, baru naik keatas kasur. Bukannya dari kampus tanpa ganti baju dan cuci muka langsung molor, kotor tempat tidur, Firda. Nggak salah kalau kamu jadi alergi dan mimpinya aneh. Lah segala macam hal-hal yang nggak baik kamu bawa masuk ke rumah, di temani tidur lagi.
Udah cepetan, sana mandi! Nanti Abang beritahukan penyebab alergi kamu." usir Bujang bermaksud mengganti alas kasur dengan yang baru.
Padahal itu alas kasur yang lembut dan baru untuk malam pertama Bujang dengan mawar.
Malam pertama untuk Bujang sih iya, tapi entah ke berapa buat Mawar.
Melihat pria dewasa yang tinggi dan macho itu mengganti alas kasur, Firda jadi takjub. Beda dengan Bagas dan Raka, keduanya akan menyuruh Firda untuk mengganti alas kasur di kamar mereka jika waktunya harus di ganti.
Firda masuk ke dalam kamar sambil merenung. Bujang si anak sulung, biasanya akan mendapatkan segala sesuatu yang utama apalagi kedua adiknya perempuan. Tapi di mata Firda justru Bujang terlihat sangat ngemong, terutama ngemong dirinya.
Setelah selesai mandi, Firda segera keluar dari kamar mandi. Saat yang sama Bujang sudah selesai merapikan tempat tidur dengan alas yang bersih.
"Ingat, kalau mau naik ke tempat tidur dan kamu dari luar, bersihkan diri dan ganti pakaian!" pesan Bujang lagi sambil menatap Firda yang cuma berdiri mandorin dirinya.
"Iya, Bang, iya. Sekarang...Jelaskan alergi yang ada di leher, dada dan perutku. Abang tidak perlu melihat, aku sudah memfoto salah satu contoh."
Firda mengambil ponselnya, menunjukkan hasil foto yang sudah di crop agar bagian lain tidak terlihat. Bujang mengambil ponsel yang Firda tunjukkan tetapi diletakkan kembali di atas meja rias, Firda menatap bingung.
"Abang sudah tahu, tidak perlu kamu perlihatkan. Sini, duduk!" Bujang menepuk tempat di sebelahnya.
Firda menurut, ikut duduk di sebelah Bujang diatas kasur.
"Menurut kamu, pernikahan ini bagaimana?" tanya Bujang pelan menatap ke dalam mata Firda yang masih terlihat tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka
"Aku kan tanya tentang..."
"Jawab saja! Nanti arahnya juga ke situ." potong Bujang cepat.
"Hmm, apa ya ... Nggak tahu."
Mendengar jawaban Firda, Bujang langsung menjentik jidatnya.
"Sakit, Bang?" pekik Firda mengusap dahinya yang baru di jentik oleh telunjuk Bujang.
Firda lebay, padahal Bujang menjentiknya pelan.
"Baru gitu saja sudah sakit, belum yang lain."
"Contohnya apa?" bibir Firda sudah senyam-senyum nggak jelas, Bujang mendelikkan matanya.
Firda paling doyan mancing-mancing, tapi suka nggak bertanggung jawab. Yang kelimpungan kan Bujang sendiri.
"Jawab, Firda! Apa kamu menganggap pernikahan ini cuma bagian dari permainan atau tantangan bersama kedua temanmu?"
Firda menggeleng. Walaupun dia sedikit nakal karena ulahnya bersama Sisil dan Gita, tapi melihat Abah dan Umi yang tetap baik padanya walaupun tahu bahwa semua akibat sebuah tantangan. Firda tidak seberani itu untuk membuat pernikahan dirinya dengan Bujang sekedar permainan.
Melihat raut wajah ayahnya yang kecewa, rona kesedihan yang terpancar pada muka ibunya ketika belum tahu kebenaran bahwa Firda tidak hamil. Itu semua sudah membuat Firda merasa sangat bersalah, apalagi bisik-bisik tetangga yang mengatakan Firda hamil duluan.
Tidak, Firda tidak berani berulah lagi.
"Ya nggak lah, Bang. Apalagi sekarang Ibu, Ayah, Abah, Umi dan semua keluarga sedang mempersiapkan pernikahan kita secara resmi, cuma..."
"Cuma apa?" sela Bujang.
"Aku belum mau kalau..." Firda meringis.
Bujang kembali menyentak napasnya kasar.
Harus berapa lama lagi aku harus menunggu?
Bujang mengusap wajahnya pelan.
"Abang tidak mungkin memaksa atau memperkosa kamu, Fir, tapi kamu juga nggak bisa menunda-nunda untuk melaksanakan kewajiban kamu. Kamu pasti tahu apa hak dan kewajiban suami isteri, kamu kan mahasiswi."
"Iya, tapi jangan di paksa, janji!" Firda mengulurkan jari kelingkingnya ke depan Bujang agar mereka membuat perjanjian, tetapi Bujang tidak menyambutnya. Dia cuma menatap wajah Firda.
Bukankah pria tidak perlu menggunakan perasaan ketika tubuhnya bereaksi menginginkan untuk menyentuh lawan jenisnya.
Sama seperti Bujang, dia memang belum jatuh cinta pada Firda yang sudah membuat hidupnya jungkir balik. Tapi tidak dengan tubuhnya.
Naluri alamiahnya sebagai laki-laki sangat tertarik dengan Firda yang masih muda dan segar, apalagi Firda halal bagi dirinya. Bertahan lebih lama tanpa menyentuh Firda itu sangat tidak mungkin.
Bujang bukan tipe pria yang mau melampiaskan kepuasaan dirinya dengan cara sendiri seperti lazimnya yang di lakukan oleh beberapa orang jika belum memiliki pasangan.
Tidak, itu zina tangan, dosa. Akibatnya akan merusak otaknya, bisa juga berdampak seseorang akan enggan memiliki pasangan hidup karena keinginan biologisnya sudah terpuaskan sendiri tanpa perlu menikah.
"Abang tidak bisa janji, Fir. Abang tidak mau munafik. Terus terang Abang sudah sangat menginginkan itu. Abang normal, dan Abang juga sehat. Apalagi Abang sudah punya kamu yang sudah sah menjadi istri Abang, jadi..."
Bujang menggelengkan kepalanya, membuat Firda menelan salivanya.
Tanpa sengaja ekor mata Firda mengarah pada sesuatu yang ada di antara paha Bujang.
Oh God... Pikiran Firda mereka-reka bagaimana isi di dalamnya, tangannya langsung menepuk di jidat.
Gara-gara membicarakan hal ke situ, wajar dong jika mata dan pikiran Firda saling bekerjasama melihat ke sumber topik pembicaraan. Untungnya Bujang nggak tahu kalau Firda melihat ke aset pribadinya. Hihihi.
"Iya, tapi jangan di paksa, ibarat...Apa ya..." Firda sedang berpikir mencari kata-kata yang pas agar Bujang paham.
Badung-badung begitu, dia, Sisil dan Gita kan juga pernah ikut pesantren kilat ketika bulan ramadhan.
Banyak pembahasan yang diberikan oleh ustadzah-ustadzah yang usianya masih muda. Terutama pembahasan tentang bab-bab pernikahan, karena usia mereka yang sudah tamat SMU akan mendekati masa itu. Jadi sangat perlu di bekali tentang pengetahuan hak dan kewajiban suami istri.
Bujang masih berdiam dan menunggu Firda yang sedang menyusun kalimat.
"Abang tahu kenapa sebagian orang bisa hamil di luar nikah? Itu karena keduanya yang sudah tidak bisa menahan hasrat kan? Hmm ...Jadi maksud aku..."
Firda menggigit bibir bawahnya, dia malu meneruskan kalimatnya. Kesannya dia ngarep jika Bujang akan melakukan seperti yang ada di mimpinya tadi.
Bukan seperti gambaran yang pernah dilihatnya di sinetron atau di film, langsung mendorongnya ke tempat tidur. Dalam bayangan Firda itu sangat tidak asik dan pemaksaan.
"Abang tahu maksud kamu."
"Apa?"
"Sampai kamu menginginkannya juga, begitu kan?"
Firda melongo, lalu menutup mukanya dengan bantal. Malu, Bujang bisa membaca pikirannya.
"Jangan to the point gitu lah, Bang! Aku kan malu."
Bujang terkekeh, ternyata Firda tidak bisa menghalau pesona seorang Hamish Maulana.
"Jadi berarti sudah boleh kan kalau Abang sekedar kissing, hugging, terus akhirnya..."
Firda diam saja, dia malu untuk mengangguk. Lagian Bujang, kenapa pakai permisi. Apa nggak tahu kalau Firda sudah nempel-nempel kayak kucing, Itu kan bahasa tubuh yang artinya minta di elus. Firda kan juga normal, apalagi darah mudanya masing menggebu-gebu.
"Terus, apa kabar dengan alergi itu, awalnya kita membahas itu kan?" Firda mengalihkan pembicaraan untuk menghilangkan rasa malunya.
"Sini, Abang kasih tahu apa penyebabnya." Bujang sudah menarik pinggang Firda agar lebih mendekat, Firda panik.
"Abang mau apa?"
"Ya, masalah merah-merah yang kamu bilang alergi itu."
"Tapi kenapa...."
"Ssttt..."
"Assalamualaikum... Mish... Hamish..."
Terdengar ketukan pintu dan suara Abah dan Umi yang saling bergantian memanggil nama Bujang, mulut Bujang spontan berdecak.
"Duh, kenapa sih Abah dan Umi pulang disaat yang tidak tepat." gerutu Bujang melepaskan tangannya dari pinggang Firda dengan tidak rela, lalu melangkah keluar untuk membuka pintu depan.
Firda menghembuskan napas lega, tangannya langsung meraba dadanya yang sudah berdebar-debar.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
atin p
mak'e koq melu ndredek thorr...piye ki...
2022-10-05
2
Eliani Elly
👍👍👍
2022-08-19
0
Siti Nihayatul
ikut deg deg kan😂😂😂
2022-08-10
0