Selesai makan siang, Bujang memilih tidur. Malam tadi dia hampir-hampir tidak bisa memejamkan kedua matanya. Ya bagaimana bisa tidur, hidupnya jungkir balik seperti roller coaster dibuat Firda..
Beberapa bulan mempersiapkan pernikahan dirinya dengan Mawar, dalam waktu sekejap hancur berantakan.
"Bang, kan udah makan, udah sholat, kapan kita pulang?"
Bujang membuka matanya, gadis yang sudah jadi penyebab amburadulnya rencana pernikahan dirinya sudah berdiri di sebelahnya dengan pakaian siap berangkat.
"Janjinya kan sore, bukan siang, istirahat dulu. Ayahmu pasti juga tengah istirahat. Tidur siang lah kamu, sesungguhnya syaitan tidak tidur siang."
ucap Bujang kembali memejamkan matanya.
"Jadi Abang mengatakan aku syaitan?" teriak Firda.
"Ya Allah...Firda ...Bisakah kamu tidak teriak-teriak? Ini bukan hutan, Abah dan Umi juga sedang istirahat. Kamu mau ngapain cepat-cepat pulang? Mulai sekarang, kita tinggal disini, dengar?"
"Kalau aku nggak mau?"
Bujang malas melayani omongan Firda, dia langsung memeluk bantal guling dan memunggungi Firda.
Huh, pasti lagi ngabayangin si bahenol tuh.
Firda mencibir, memilih duduk di depan meja rias. Ponsel yang menyebabkan dia berada di kamar Bujang sekarang berdering, Firda cepat menggeser tombol terima.
[ Firrrrr....Udah lumutan kami menunggu dirimu, tapi kenapa nggak nongol juga? Eh, kau tahu nggak? Ternyata si bujang lapuk itu masih hidup, dan nggak kelihatan stress juga. Jangan-jangan dia jadi nikah, balikin ponselnya!]
Gita sepertinya masih belum ikhlas.
[ Tahu darimana? Bisa jadi dia kaya' gitu biar orang lain nggak tahu kalau sebenarnya hancur hatiku, mengenang dikau...Menjadi keping-keping setelah kau pergi...] lirih suara Firda sambil nyanyi.
[ Anak-anak di cafe bilang kalau dia jadi nikah, tapi nggak tahu dengan siapa? Jadi....] Si biang kerok Sisil ikut angkat bicara.
[ Eh, nggak bisa dong! Aturannya nggak seperti itu, barang yang sudah di tangan nggak boleh di minta lagi.] Firda cepat menyela ucapan Sisil.
Enak saja, memang Bujang nggak jadi nikah sama si Mawar bahenol, tapi penggantinya dia.
Terus saja ketiganya berdebat dan mengajak mencari tahu Bujang jadinya menikah dengan siapa.
Bujang yang berniat mau tidur sudah keluar tanduknya mendengar kicauan ketiga bocah yang awalnya bisik-bisik Firda menjawabnya jadi kembali mengeraskan suaranya.
Bujang langsung saja menyeret Firda naik ke atas tempat tidur.
"Diam, sekarang tidur, jangan ngoceh terus!" ujar Bujang membungkam mulut Firda seperti biasa dengan telapak tangannya yang besar.
Firda meronta-ronta, tapi badannya justru di peluk seperti bantal guling oleh Bujang.
Gita dan Sisil memanggil-manggil Firda, tapi mana bisa si Firda menjawab. Tangannya sedang berjuang agar dia bisa melepaskan diri dari pelukan Bujang.
Bujang pura-pura nggak tahu, dia terus memejamkan matanya. Sampai Firda kehabisan tenaga baru bungkaman pada mulut Firda di lepas.
"Kalau aku mati, Abang harus bertanggung jawab." ucap Firda lemas.
Bujang cuma tersenyum sinis.
"Mulutmu yang Abang bungkam, bukan hidungmu. Jangan lebay! Cepat tidur! Ba'da Ashar baru kita kerumah ayah, jangan protes! "
Cie cie sudah menyebut diri Abang ni ye? Gara-gara jadiin Firda bantal guling sesaat si Bujang sudah nggak pakai aku lagi untuk dirinya, tapi pakai Abang.
Firda nggak berani ngomong lagi, dia hanya diam melirik Bujang yang sudah kembali memejamkan kedua matanya.
Firda menatap langit-langit kamar, dia mau mengambil ponselnya yang tadi diletakkan paksa oleh Bujang diatas meja rias. Apakah keduanya mendengar kasak-kusuk suara Bujang tadi?
Bisa gawat nih, gimana cara menjelaskan pada anak dua itu ya?
Pikiran Firda terus saja berputar-putar mencari alasan yang cocok untuk menjelaskan pada Sisil dan Gita agar keduanya tidak curiga, sampai capek sendiri dan akhirnya tertidur sendiri.
Baik Bujang maupun Firda sama-sama nggak nyadar saja kalau sudah tidur seranjang. Haseek.
...*****...
Ba'da Ashar Bujang sudah bersiap-siap duduk di atas motornya menunggu Firda yang pamit pada Umi dan Abah.
Padahal rumah orang tua Firda dan rumah orang tua Bujang tidak terlalu jauh, masih dalam satu RW cuma beda RT. Tapi gaya Firda pamit sudah seperti mau pulang kampung saja.
"Bang, kok naik motor? Nggak naik mobil aja?"
Bukannya Firda gengsi, hanya saja kalau naik motor bakalan tahu orang sekampung Firda boncengan sama Bujang. Walaupun pasti juga sudah menyebar berita si Firda dinikahi oleh si Bujang lapuk setelah batal menikah dengan Mawar, jadi mau ditaruh dimana muka Firda.
Bujang memang ganteng dan gagah, tapi terlalu tua untuk Firda. Bagaimana kalau bertemu dengan Hans, pria yang jadi cem-ceman Firda selama ini. Habis sudah reputasi dirinya.
"Mobil mau dipakai oleh Abah dan Umi ke rumah kerabatnya, sudah naik! Atau kamu mau jalan kaki?"
Firda cemberut, bagaimana caranya agar wajahnya nggak kelihatan orang-orang ya.
Ahay...Firda dapat ide.
Dia segera naik di boncengan belakang, menundukkan kepalanya di balik punggung Bujang.
Bujang diam saja melihat tingkah Firda yang absurd, lewat ekor matanya Firda melirik ke kanan dan ke kiri mengawasi jalanan yang mereka lewati. Mulutnya komat-kamit membaca do'a agar jangan sampai bertemu dengan orang yang di kenal maupun mengenal dirinya.
Sampai di depan rumah, Firda langsung melompat dari boncengan motor Bujang.
"Astagfirullah, Fir... Hati-hati! Bagaimana jika terjadi sesuatu pada kandungan mu?" Ibunya menegur cemas.
"Kamu masih muda, dan ini kehamilan pertamamu, jika terjadi apa-apa? Akan sulit untuk hamil kembali, jangan pecicilan lagi ya!"
Firda jadi mau nangis, andai saja ibunya tahu bahwa semua itu bohong.
Firda jug tahu kalau ibunya sedih, marah dan kecewa berbaur menjadi satu. Anak perempuan satu-satunya hamil di luar nikah, dan yang paling membuatnya syok adalah pria itu sudah terlalu dewasa untuk Firda dan calon suami orang lain. Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi.
Firda bisa melihat wajah ibunya yang kurang tidur dan matanya yang bengkak, pasti ibunya sudah banyak menangis.
"Maafin Firda, Buk!"
"Iya, sudah, banyak-banyak minta ampun sama Allah ya!" ujar ibunya sembari menatap Bujang yang hanya bisa diam mendengarkan pembicaraan Firda dan ibunya.
Orang tuanya baik, kenapa anaknya nakal gitu sih?
Ayah Deni mengajak Bujang berbincang-bincang di teras belakang rumah.
"Jang, eh, maaf, namamu bukan Bujang kan? Tapi karena orang-orang memanggil dirimu Bujang, ayah jadi nggak tahu nama aslimu." Ayah Deni tertawa kecil.
Kesedihan dan rasa berdosa karena tidak bisa menjaga anak perempuannya dari perbuatan maksiat masih terlihat di wajahnya yang sendu, Bujang sebenarnya tidak tega tapi tidak mungkin juga berterus terang saat ini. Pernikahan sudah terjadi, tidak mungkin juga dia menceraikan Firda.
"Terserah Ayah saja mau manggil Bujang atau Hamish, senyaman Ayah." ujar Bujang dengan santun.
"Assalamualaikum...Fir... Firman....Eh, Firda...." suara lengkingan dari arah depan sontak membuat Bujang menatap wajah ayah mertuanya ingin tahu siapa yang berteriak-teriak begitu.
Ayah Deni tersenyum tipis.
"Kedua teman Firda, mereka memang seperti itu. Dunia mereka yang punya, Mish." kekeh ayah Deni mencoba menghalau mendung dari hatinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sitie Asyahbana
ya allah boleh gak ngakak
2024-12-25
0
Eliani Elly
🤣🤣🤣🤣😂😂😂
2022-08-19
1
Eni Utami
klu gk nakal, kau tak akan dapat anak perawan, bujang 🤣🤣🤣
2022-07-13
0