Sampai di dalam kamar keduanya justru saling berpandangan, mirip film Bollywood gitu.
Bujang tahu alergi apa yang dimaksud oleh Firda, dia tadi malam memang begitu banyak membuat tanda kissmark di sekitar dada dan perut Firda.
Habisnya dia sudah tidak tahan, rasa kepengen makan Firda malam itu juga.
Memang tidak terlalu terlihat, Bujang sengaja, kuatir Firda terbangun. Mau bagaimana lagi, Firda terlalu menggoda jiwanya dan mengemaskan. Hihihi.
Lebih baik pura-pura nggak tahu, eh, dosa nggak ya? Ah, pasti nggaklah, kan sudah halal.
Suka-suka mu lah, Bang.
"Alergi apa? Mana? Coba Abang lihat?"
Bujang melongokkan kepalanya pura-pura meneliti leher Firda, padahal bukan di situ tadi malam bibir dan lidahnya mendarat.
"Malu, bukan di leher."
"Terus dimana?" Bujang ingin tertawa, ternyata di setiap peristiwa yang terjadi ada hikmah manis yang bersembunyi.
Contohnya sekarang, punya istri seperti Firda sungguh membuat Bujang sakit kepala sekaligus sangat mengasyikan. Bisa diajak untuk bermain teka-teki atau petak umpet, coba kalau sama Mawar?
Mawar yang sudah berpengalaman, dan Bujang juga yang sudah berada di akhir penantian akan kesendirian. Bisa di bayangkan malam-malam panas yang akan mereka lalui bersama, tapi palingan juga sebentar saja.
Ibarat kembang api, gemerlap dan indahnya cuma sebentar setelah itu padam.
Berbeda dengan Firda. Dia masih muda, walaupun nakal tapi masih bisa di arahkan. Butuh seseorang yang tegas tanpa harus menyakiti untuk membimbing dirinya.
Kalau bicara suka ceplas-ceplos seakan dia tahu segalanya, padahal nggak tahu apa-apa. Bersama Firda, Bujang seperti kembali di masa-masa ketika dirinya masih menjadi mahasiswa.
Bermain kata dan pura-pura tidak tahu untuk menutupi sesuatu yang belum waktunya diberitahukan.
Seperti saat ini, pura-pura tidak tahu keluhan Firda itu apa.
"Alerginya di dalam, Bang."
"Di dalam mana? Coba Abang lihat!"
Bujang balas dendam, tadi malam kan Firda ngomongnya gitu juga.
"Ish, malu, pokoknya di dalam. Hanya saja...Kalau alergi biasanya kan berasa panas dan gatal ya, Bang. Ini nggak sih, tapi merah-merah. Kenapa ya, Bang?"
"Makanya Abang lihat, jadi Abang tahu dan bisa mengatakan itu kenapa." Bujang membungkukkan sedikit badannya menatap wajah Firda yang masih menoleh ke sana kemari, padahal mereka cuma berdua saja di dalam kamar.
"Ada di dada dan perut aku, Bang, nggak mungkin aku lihatkan ke Abang."
"Kenapa? Abang kan suami kamu, kenapa mesti malu? Nanti juga bakalan Abang lihat semua."
Bujang mengulum senyum jahilnya, bibir Firda mencebik.
"Kan nanti, belum sekarang. Ya sudah kalau Abang nggak mau nemani, aku mau minta antar Gita dan Sisil. Kasih saja duitnya untuk ke rumah sakit !" Firda menyodorkan telapak tangannya.
Kacau, bisa di tertawakan dokter nanti kalau dia beneran ke rumah sakit.
Bujang berdehem pelan, mencoba mencari kata-kata yang pas.
"Hmm, gimana ngomongnya ya...Intinya begini, pokoknya jangan beritahu siapapun tanda yang kamu bilang alergi itu, apalagi pada kedua temanmu. Ntar malam Abang jelaskan, sekarang kita sarapan. Kamu nggak mau telat kan? Ntar Abang tambah deh uang jajan kamu."
"Berapa?"
Bujang langsung menjentik jidat Firda.
"Jangan mata duitan! Ayo ah, Abah sama Umi pasti sudah nungguin kita." ajak Bujang menarik tangan Firda untuk ke ruang makan.
Netra Abah masih memperlihatkan tatapan penasarannya pada Firda dan Bujang, tapi mulutnya tidak bertanya apa-apa.
...*****...
"Ingat, jangan salah pulang!" pesan Bujang sebelum Firda keluar dari dalam mobil.
Firda cengengesan.
"Ini untuk satu Minggu, jangan boros dan jangan minta lagi sebelum Minggu depan." ucap Bujang menyerahkan beberapa lembar uang merah ke tangan Firda.
Firda menatap tidak percaya.
Enak juga jadi istri, ada yang kasih duit tanpa perlu di minta. Tau gitu dari kemarin-kemarin saja jadi istrinya.
Firda senyum-senyum sendiri sembari memasukkan uang pemberian Bujang di dalam dompet, jumlahnya lebih besar dari yang di kasih ibunya untuk satu Minggu.
"Kenapa? Kebanyakan? Sini Abang kurangi," Bujang pura-pura mau mengambil dompet Firda, tapi secepatnya Firda masukkan ke dalam tasnya.
"Nggak boleh! Uang yang sudah di beri tidak boleh di minta kembali, menafkahi istri itu kewajiban suami lho."
Beuh, gaya si Firda yang sudah tahu kewajiban.
Bujang mencibir, lalu menjentik pelan jidat Firda.
"Jangan tahu kewajiban Abang dan hak kamu saja, kewajiban kamu..."
Firda menggaruk kepalanya, lalu terkekeh.
"Sabarlah, Bang! Aku kan belum cukup umur, apa Abang nggak takut nanti di kenakan pasal pelecehan anak di bawah umur?"
Bujang melotot, Firda kembali tertawa. Entah kenapa dia makin demen godain Bujang.
"Kamu kira kamu itu masih SMP?"
"Setelah resepsi, maka aku serahkan jiwa dan ragaku padamu, Bang." janji Firda tergelak kencang sembari cepat-cepat keluar dari dalam mobil, Bujang hanya bisa menggelengkan kepalanya.
...*****...
"Hei, kau semakin hari semakin mencurigakan. Kemarin pulang cepat alasan mau belajar masak, tadi pagi kami ke rumahmu Raka bilang kau menginap di istana negara. Sebenarnya apa yang kau sembunyikan? Kau menginap dimana? Kau tidak mau lagi berteman dengan kami?" cecar Sisil ketika melihat kedatangan Firda yang berjalan mendekati keduanya.
Firda hanya bisa menghela napas pelan
"Kau bilang kalian berdua temanku, tapi kalian yang sudah menjerumuskan aku. Teman apa itu namanya." balas Firda sewot.
"Menjerumuskan apa? Masalah menggagalkan pernikahan bang Bujang? Hei...Kami berdua sudah menguras habis seluruh isi tabungan, apa kau tidak tahu kalau aku dimarahi habis-habisan oleh ibuku." Gita tidak kalah sewotnya.
"Kan kalian yang menantang duluan, aku cuma menuruti. Lagi pula kalian cuma kehabisan uang, tapi tidak dengan masa muda kalian. Apa kalian tahu resiko apa yang aku tanggung?" Firda menatap Sisil dan Gita bergantian, kedua temannya saling menatap lalu menggelengkan kepala.
Firda sudah memutuskan untuk mengatakan pada keduanya hari ini, karena tidak mungkin menutupinya terus. Apalagi sebentar lagi akan diadakan resepsi pernikahan, tidak mungkin keduanya tidak diberitahu.
"Malam setelah pagi ketika aku menggagalkan pernikahan itu, bang Bujang datang kerumah ayah bersama dengan kedua orang tua dan seorang Ustadz."
Gita dan Sisil sampai lupa bernapas menunggu kelanjutan cerita Firda yang sengaja di jedanya mirip tayangan sinetron di televisi, iklan lewat dulu.
Firda melihat lewat kaca jendela, ada Hans yang berjalan bersama Syakila. Salah satu sepupu jauhnya. Hati Firda terasa mencelos melihat Syakila yang memukul lengan Hans dengan manja, Hans sendiri tertawa senang.
Gita dan Sisil juga mengikuti arah pandang Firda yang melihat Hans dan Syakila.
"Kata anak-anak mereka sudah resmi pacaran, kau sih kelamaan menunggu di tembak Hans. Yang ada dia menembak Syakila duluan, coba kau kemarin jangan gensi."ucap Gita menyayangkan sikap Firda yang pasif.
"Iya, nggak apa-apa mula-mula kita yang agresif, yang pentingkan dia mau sama kita. Nah sekarang...Kau gigit jari." Sisil menepuk bahu Firda pelan.
Bukannya menghibur Firda, kedua justru menyalahkan. Teman apa itu? Untung Bagas nggak respek pada keduanya.
"Eh, lanjutkan ceritamu tadi! Jadi bang Bujang minta ganti rugi? Terus-terus, kenapa kau tidak mengatakan kepada kami?" Sisil sok jadi pahlawan, Firda melengos.
"Kalian bilang resiko di tanggung sendiri. Memangnya kalau aku mengatakan pada kalian, kalian bisa bantu apa? Menggantikan posisiku?"
Keduanya menggeleng lagi.
"Iya, bang Bujang ngapain kerumah orang tuamu? Nggak mungkin kan dia meminta kau yang menggantikan si bahenol karena janda montok itu sudah rujuk dengan suaminya? Tapi..."
Sisil menatap wajah Firda yang terlihat menganggukkan kepalanya pelan.
"Jadi...Kau...Bang Bujang..." telunjuk Gita diarahkan ke wajah Firda dan ke arah entah kemana, mungkin maksudnya di arahkan ke Bujang yang saat ini ada di cafe.
"Iya, Bang Bujang datang bersama kedua orang tua dan keluarganya dengan membawa barang seserahan, malam itu juga kami dinikahkan. Bang Bujang mengatakan aku sedang hamil anaknya, dia membalas fitnah yang aku lakukan padanya. Puas kalian?" jelas Firda dengan satu kali tarikan napas, sampai dia ngos-ngosan sendiri.
Gita dan Sisil tidak mampu berkata-kata hingga dosen sudah berada di depan kelas dan pelajaran selesai, satu katapun tidak ada yang keluar dari mulut ketiganya.
Gita dan Sisil benar-benar syok.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
dewi rahmi
tertawa sendiri bacanya thorr ...
2023-09-26
1
dewi rahmi
hadeuhhh ... berasa inget waktu muda konyollll
2023-09-26
0
Qaisaa Nazarudin
Duh tidur mati banget tuh,di gituin langsung gak sadar dan bangun..😅😅
2023-04-03
0