Menyadari ponselnya yang di otak-atik Bujang, Firda ikut duduk di sebelah Bujang. Pakai nempel-nempel lagi, nggak tahu apa kalau Bujang jadi kepengen.
"Bang, itu ponsel kayaknya aku kenal."
Bujang acuh, terus saja scroll obrolan di grup yang membahas hal-hal yang tidak penting.
Bujang jarang ikut komen, kalau lagi iseng ya di baca. Tapi lebih banyak di skip saja.
"Bang, balik...."
"Nggak, seperti yang pernah Abang bilang. Sampai kamu mau jujur, handphone Abang yang pakai."
Bujang segera memasukkan ponsel ke dalam saku celana, Firda mencebik.
"Kalau aku bilang sejujurnya, marah nggak?"
"Tergantung, kamu ngapain nempel-nempel kayak kucing? Mau Abang kucingin? Tapi jangan nangis ya!" Bujang pura-pura berwajah galak.
Padahal bukan apa-apa, Bujang nggak tahan kalau cuma di lendotin saja. Maunya Bujang itu ...Tau sendirilah...
"Ish...Aku kan tadi cuma mau lihat ponsel, lagian Abang ...."
Firda menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mau ngomong Abang kan suami aku masih malu.
"Abang apa? Pria hasil taruhan kamu, iya?"
Firda melongo.
Darimana dia tahu? Apa bang Bujang membaca riwayat obrolan ya?
Firda beranjak dari sisi Bujang lalu mengecek ponsel bekas pakai milik Bujang yang di letakkan di atas meja. Scroll chat dengan Gita dan Sisil, nggak ada. Mereka kan ngomong langsung, nggak pakai surat-suratan atau sms-an.
Firda melirik ke arah Bujang yang masih menatap tajam ke arahnya, lalu cengengesan.
Bujang bisa menduganya, pasti dirinya yang menjadi bahan taruhan.
"Ya Allah...Firda... Bisa-bisanya kalian menjadikan Abang..." Bujang memejamkan matanya sembari memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut.
Dia benar-benar tidak menyangka jika dugaannya ternyata benar.
Bujang bangun dari duduknya, menarik tangan Firda dan mendudukkannya di atas ranjang.
"Katakan pada Abang, siapa saja yang terlibat selain kalian bertiga."
Firda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Katakan anak nakal! Atau Abang seret kamu ke polisi atas perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, perbuatan merugikan, per...."
"Stop, kenapa tuduhannya banyak sekali? Kami kan cuma iseng. Lagi pula kenapa si bahenol tipis sekali cintanya sama Abang? Masak baru di gitukan saja sudah menyerah. Harusnya dia kenal Abang itu seperti apa, bukan langsung main rujuk sama mantan suaminya. Atau jangan-jangan Abang dengan si bahenol sudah main kuda-kudaan sehingga dia percaya kalau Abang menghamili aku?" Firda sontak menutup mulutnya.
Kenapa aku jadi banyak bicara? Mampus aku!
Firda meringis mau menangis, Bujang tidak bisa bicara apa-apa lagi.
Apa yang dikatakan Firda benar, harusnya Mawar percaya dengan dirinya bukan langsung membatalkan pernikahan begitu saja.
Apa yang dikatakan Abah juga benar, Firda jodohnya. Hanya saja memang caranya harus seperti itu.
Terus, kenakalan ketiganya apa harus dibiarkan saja? Tapi kalau diberi pelajaran, dimana manfaatnya.
"Hei, dengar ya gadis nakal!" Bujang menjentik jidat Firda, sampai Firda mengusap-usap dahinya karena merasa sakit.
"Pikiran kamu yang ngeres itu perlu di bersihkan. Kamu bilang Abang dengan Mawar, Astagfirullah..."
Bujang tidak tahu bagaimana melampiaskan kemarahannya, sementara Firda sudah mengkeret ketakutan.
"Maaf, Bang! Aku nggak tahu kalau jadinya seperti itu. Aku kira Abang dan si bahenol palingan juga cuma bertengkar sebentar lalu lanjut nikah, mana aku tahu kalau jadinya Abang tahu rumahku lalu menikahi aku malam itu juga." Firda takut-takut berani berjongkok di depan Bujang yang menundukkan kepalanya menatap lantai.
"Bantu aku mengatakan pada Abah, Umi, ibu dan ayah ya. Bang! Setelah itu Abang...."
Firda bingung, selanjutnya apa?
Mawar sudah menikah, semua tentangga juga sudah tahu kalau dia dinikahi oleh Bujang malam setelah Bujang gagal menikah dengan Mawar.
"Kenapa tidak diteruskan? Paham kan kalau ini tidak semudah yang ada dalam pikiranmu yang dangkal? Apa setelah kamu bicara jujur, semua selesai? Nggak, Firda."
"Jadi mau Abang apa? Aku kan sudah jujur."
"Kita ke rumah ayah malam ini, katakan semua pada ayah dan ibu kalau semua ini penyebabnya karena permainan kamu dan kedua temanmu itu."
Bujang bangun dari duduknya, dia sakit hati karena dirinya cuma di hargai seharga ponsel berlogo apel di gigit. Firda dan kedua temannya benar-benar keterlaluan.
Firda cepat-cepat ikut bangun, menghadang Bujang dengan berdiri di balik pintu agar Bujang tidak bisa keluar.
"Bang, maafin aku! Semua kan sudah terjadi, untuk apa Abang marah lagi."
Bujang menarik napas dalam-dalam.
"Abang mau ke mesjid Firda, apa kamu tidak mendengar adzan?"
"Tapi Abang mau maafkan aku kan?"
"Mish...Hamish..."
Teriakan Abah dari luar kamar membuat Firda langsung menggeser tubuhnya memberi jalan pada Bujang untuk keluar.
...*****...
Ayah, ibu, Bagas dan Raka menatap Firda dengan tidak percaya setelah mendengar kejujuran yang baru saja Firda katakan.
Ibunya langsung menangis, sementara ayahnya memejamkan kedua matanya berkali-kali menghalau tangis yang juga hendak datang.
"Maafin Firda, Buk! Maafin Firda, Yah!" Firda menciumi kedua tangan orang tuanya secara bergantian.
"Kenapa kau iseng sekali, Fir? Apa kau tahu jika Ayah dan Ibuk menangis sepanjang malam karena merasa gagal menjaga kamu. Dan bukan itu saja, apa tidak kamu pikirkan bagaimana keluarga Hamish?"
Ibunya Firda sangat kesal dengan ulah putrinya, tetapi ada kelegaan tersendiri ternyata Firda tidak hamil.
"Mish, maafkan Ayah yang gagal menjadi Ayah yang baik bagi Firda. Keputusan ada ditangan kamu, biar Ayah yang akan meminta maaf pada Abah dan Umi-mu."
Ayah Deni menunduk dengan wajah yang sendu, Bujang jadi nggak tega.
Dia menjadi ragu apakah tindakannya ini sudah benar atau salah, dia lupa meminta pendapat Abahnya terlebih dahulu sebelum bertindak. Karena ini sudah menyangkut dua keluarga?
"Yah, boleh aku bicara?"
Bagas yang dari tadi diam mulai angkat suara. Ayah Deni mengangguk.
"Maaf, jika selama dua hari ini aku sangat marah padamu karena aku beranggapan kau sudah melecehkan Firda. Terus terang aku setuju cara Abah dan dirimu menghukum adikku yang sudah sangat nakal ini." Bagas melirik Firda dengan garang, sampai Firda harus menyembunyikan wajahnya di pangkuan ibunya.
"Jika aku yang berada pada posisi dirimu mungkin aku tidak menikahinya, tapi menyeretnya ke penjara."
"Ibuk, Bang Bagas kejam sekali, aku ini adiknya apa bukan sih?"
Bukannya mendapatkan pembelaan tapi ibunya, justru ibunya menoyor kepala Firda.
"Kak, mau aku tambahi, nggak?" Raka ikut-ikutan.
Merasa nggak ada yang membela dirinya, Firda menoleh ke arah Bujang.
"Bang, Abang kan suami aku, masak aku dikeroyok nggak dibelain?"
"Cie cie...Udah cinta ya sama bang Bujang? Itu namanya jatuh cinta bukan dari mata turun ke hati, tapi dari fitnah menjadi suami." Raka ngakak, dalam sekejap langsung menutup mulutnya karena di pelototi oleh Bagas.
"Kita akan mengadakan pernikahan ulang sekalian di pestakan? Hmm, maaf! Tapi apa kamu masih mau dengan adikku?"
Pertanyaan Bagas membuat Bujang sedikit grogi di tanya seperti itu di depan semuanya, mana yang nanya juga masih bocah lagi. Kan Bujang malu.
Bagas masih berusia dua puluh tiga tahun, baru lulus dan langsung dapat kerja. Selisih dua belas tahun dengan Bujang, ditanya seperti itu oleh Bagas kan jadi aneh.
Semua menunggu jawaban dari Bujang.
Bujang menatap wajah ayah Deni yang terlihat penuh pengharapan, begitu juga dengan ibunya Firda.
Walaupun usia Bujang sangat jauh jika dibandingkan dengan Firda, tetapi sepertinya Bujang adalah pria yang tepat untuk menjadi suami Firda.
Bujang menatap ke arah Firda, kalau dia melepaskan Firda sepertinya hatinya sudah berat.
"Fir, kamu...."
"Terserah Abang." potong Firda pelan menunduk, Raka menowel-nowel dagu kakaknya menggoda
Bujang mengangguk.
"Alhamdulillah...." mereka semua mengucapkan hamdalah.
"Berarti ponselnya di balikkan ke aku kan, Bang?"
Astagfirullah....
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
hìķàwäþî
mau seharga lambo.. duitnya ga kliatn hilalnya mish..
2025-03-02
0
solehatin binti rail
suka ceritanya lucu
2024-11-29
0
Leny Rahayu
Astaga firda🤣🤣🤣
2024-08-24
0