Mei pun masuk ke rumah itu, kemudian membunyikan bel rumah, tapi saat terbuka Sasa kaget melihat teman lamanya itu.
"halo Sasa," sapa Mei.
"kamu kenapa kemari, kamu ingin merusak rumah tangga ku," hardik Sasa.
"tidak, aku hanya ingin berkunjung dan menemui mu, kita sudah lama tidak bertemu dan berbincang," jawab Mei menjelaskan.
"siapa sayang, kok gak di ajak masuk," suara suami Sasa.
"jika masih ingin aku anggap teman pergilah, aku tak ingin suamiku melihat mu," kata Sasa mengusir Mei.
Mei pun berjalan pergi, dia juga tak ingin bertemu suami Sasa yang mesum itu.
dia pun berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke rumahnya, "apa aku harus menerima pekerjaan itu, baiklah di coba saja dulu, mungkin yang di maksud memang asisten pada umumnya," gumam Mei.
dia pun bergegas untuk pulang, tapi dia terkejut melihat di rumahnya begitu banyak orang.
"permisi, ada apa?" kata Mei menerobos kerumunan itu.
langkahnya lemas melihat ibunya yang pingsan, sedang para warga hanya melihatnya saja.
"tolong ibu saya," kata Mei panik.
para warga pun membantu, mereka membawa ibu Sena ke rumah sakit, ternyata penyakit diabetes sang ibu kambuh.
Mei pun memeluk kedua adiknya yang menangis ketakutan, "tenang ibu pasti baik-baik saja," kata Mei menenangkan Anto dan Rudi.
pak Rozak datang dan langsung menampar pipi Mei, "siapa yang menyuruhmu membawa ibumu ke rumah sakit, dengan apa kamu akan membayarnya," hardik pak Rozak.
Mei pun hanya memegangi pipinya yang merasa sakit bekas tamparan dari sang bapak.
pak Rozak langsung membawa kedua putranya menuju ke ruangan ibu Sena, sedang Mei menangis di lorong rumah sakit.
Mei mencoba mencari pinjaman uang ke warga desa, tapi tak ada seorang yang mau meminjamkan.
bahkan saat di rumah Sasa, Mei malah di tawari menjadi istri keempat dengan begitu dia bisa mendapatkan uang.
tapi Mei menolak hal itu, dan saat ini pikirannya kalut karena tak ada seorang pun yang bisa membantu dirinya.
dia ingat asisten pria itu, Mei pun menghapus air matanya dan mengeluarkan kartu nama itu.
Mei pun mulai menghubungi nomor yang ada di kartu nama itu.
"selamat malam, maaf menganggu, apa ini benar nomor asisten Ferdi dari perusahaan DAG internasional Corp. saya Mei gadis yang tadi siang," kata Mei bergetar menahan tangis.
"iya nona ada apa?" tanya Ferdi dingin.
"apa tawaran untuk menjadi asisten bos Anda masih berlaku," tanya Mei sambil meneteskan air mata.
"tentu, karena tuan sudah memilih anda sendiri, kita bisa membicarakan ini sekarang jika perlu," kata Ferdi semangat.
"maaf tapi saya sedang di kampung, dan setidaknya besok baru pulang, tapi saya sedang butuh uang," kata Mei menahan harga dirinya yang sedang dia hancurkan sendiri.
"baiklah nona, biar saya tanyakan pada tuan besar dulu," kata Ferdi tanpa memutuskan telpon itu.
bahkan Mei bisa mendengar suara pria yang tadi pagi melecehkannya.
"tuan, gadis tadi pagi ingin bekerja dengan anda," kata Ferdi.
"aku sudah tak tertarik, aku bisa mencari wanita lain yang lebih sempurna."
"tapi tuan dia sedang menunggu anda," kata Ferdi memberikan ponselnya.
pria itu pun menekan tombol loud speaker. "beri aku alasan, kenapa harus menerimamu."
"aku bersedia melakukan apapun untuk bisa bekerja dengan anda tuan, saya mohon," kata Mei.
"baiklah, aku bisa memberikan uang tiga ratus juta, dan aku tunggu jam tujuh malam di hotel Abraham kamar satu nol empat dua," kata pria menyeringai.
"baik tuan, Terima kasih," jawab Mei.
Ferdi langsung memerintahkan seorang untuk ke desa tempat tinggal Mei.
butuh tiga jam perjalanan menuju ke desa itu, saat sampai pria itu langsung menuju rumah sakit.
"permisi suster bisa tolong beritahu dimana ibu Sena di rawat," tanya pria itu.
"di kelas tiga tuan, dari sini anda lurus kemudian belok kiri, kelas tiga kamar mawar," kata suster menjelaskan.
"terima kasih," kata pria separuh baya itu.
bahkan penampilan pria itu begitu rapi dan terlihat berwibawa, di depan ruangan dia melihat seorang gadis sedang duduk di ruang koridor sendirian.
"nona Mei, perkenalkan saya orang kepercayaan tuan David Alexander Graham, ini uang yang di janjikan tuan besar, dan nona harus ingat janji anda, dan tolong pakai baju ini saat menemui tuan besar," kata pria itu menyodorkan godybag.
"baiklah pak, terima kasih," lirih Mei.
pak Qin terkejut melihat pipi Mei yang merah bekas tamparan, tak lama seorang pria keluar.
"heh anak tak berguna, apa kamu sudah mendapatkan uang, jika tidak maka aku akan menjual rumah saja untuk menyembuhkan ibumu itu," kata pak Rozak.
"jangan pak, ini aku sudah dapat uang dari pinjaman guruku, bahkan beliau datang sendiri untuk mengantarnya," kata Mei memberikan uang dalam amplop coklat.
"terima kasih tuan, jika kami tak bisa mengembalikan uang ini, anda bisa menikahi putriku ini, setidaknya dia bisa menjadi penopang hidup kedua adiknya," kata pak Rozak tersenyum.
"anda ini ayah seperti apa, bisa-bisanya mengatakan ini padahal dia putri kandung anda," kata pak Qin.
"dia hanya beban keluarga, dari awal aku tak ingin memiliki anak perempuan, tapi lihat Tuhan sedang bermain dengan takdirku, hingga memberikan seorang gadis seperti dirinya," kata pak Rozak.
pak Qin terdiam, dia tak menyangka bisa mendengar perkataan seperti ini dari seorang ayah.
pria yang seharusnya menjadi pelindung putri dan keluarganya, sekarang bahkan sedang menjajakan putrinya seperti barang dagangan.
pak Rozak pun masuk kedalam kamar rawat istrinya itu, dan membuka isi amplop besar itu.
dia tak mengira jika bisa melihat tiga puluh gepok uang pecahan seratus ribu.
dia tersenyum senang karena bisa membayar uang sekolah kedua putranya, dan kembali bisa mengolah sawah.
sedang Mei terduduk lemas karena pak Qin melihat semua kejadian memalukan itu.
"maafkan bapak saya ya pak, beliau hanya bicara seperti itu karena tuntutan hidup," kata Mei mencoba tersenyum.
"saya mengerti, dan semoga besok nona tidak melupakan janji anda, pada tuan besar," kata pak Qin sebelum pergi.
"iya pak," jawab Mei menangis.
dia jelas mengerti jika dia sudah menjual dirinya pada pria tak di kenal.
tapi dia mencoba kuat demi keluarganya,karena adik-adiknya dan ibunya masih membutuhkan dirinya.
Mei masuk ke ruangan rawat ibunya untuk pamit, pasalnya besok pagi-pagi sekali dia harus kembali ke kota.
"ibu, bapak, besok pagi setelah subuh,Mei harus kembali ke kota," pamit Mei.
"tunggulah sampai ibu pulang dari rumah sakit nduk," kata Bu Sena memohon pada putrinya itu.
"maaf Bu, tapi besok Mei ada pekerjaan penting, karena yang sesungguhnya Mei sudah di terima bekerja di perusahaan besar di kota," kata Mei tersenyum.
"jangan bohong," kata Bu Sena melihat mata putrinya.
"aku tidak bohong ibu, aku bersumpah jika benar-benar sudah di terima di perusahaan besar di kota," kata Mei meyakinkan sang ibu.
"baiklah, jika itu memang benar, ibu minta jaga kehormatan mu ya nak sebagai seorang wanita," pesan Bu Sena.
"iya Bu, ibu juga harus sehat, kasihan adik-adik di rumah," kata Mei.
Bu Sena mengangguk, kemudian mereka pun berpelukan cukup lama sebelum Mei pamit pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Tarisya Achmad
Masih nyimak
2021-11-29
0
Elsa Naila
lanjut
2021-11-13
0
Mulaini
Semoga tuan David berubah pikiran untuk memperlakukan Mei tidak benar dan merenggut kehormatannya.
2021-11-10
0