Argani menatap Aithan yang sudah terlelap di atas karpet. Cowok itu memang sama sekali tak mau pulang. Sekalipun Argani mengatakan kalau tempat tidur di kamar ini hanyalah di atas lantai, Aithan tak keberatan. Tadi, setelah mencium Argani, Aithan segera mengambil bantal dan selimut yang Argani berikan pada nya. Dan tak sampai 15 menit, cowok itu terlihat sudah tidur. Ada dengkuran halus yang terdengar.
Argani pun membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya. Sebenarnya agak tak tega membiarkan Aithan tidur di lantai, namun harus bagaimana lagi. Ia tak mungkin membiarkan Aithan tidur seranjang dengannya. Memang saat liburan, di hari ulang tahun Aithan, mereka pernah tidur di sofa bersama. Namun Argani tahu, sepanjang malam Aithan menahan dirinya agar tak tergoda untuk menyentuh Argani lebih dalam.
Perlahan mata gadis itu mulai mengantuk. Ia pun memejamkan matanya dan akhirnya tertidur.
Di depan asrama, Darren dan Tio masih menunggu.
"Sepertinya pangeran tak akan pulang malam ini." ujar Tio saat melihat jam yang hampir menunjukan pukul setengah satu malam.
"Apakah menurutmu mereka tidur bersama?"
"Waktu pangeran ulang tahun juga kan mereka sudah tidur bersama di sofa."
"Maksudku making love."
Tio tersenyum. "Wajarlah. Mereka sama-sama anak muda yang sedang dimabuk cinta."
"Pangeran itu masih perjaka."
Tio terkejut. "Bagaimana mungkin? Bukankah selama ini pangeran sudah kencan dengan beberapa cewek?"
"Tapi dia tak pernah tidur dengan mereka. Menurut pangeran, pernah beberapa kali dia hampir menyentuh mereka. Namun setelah itu ia menghentikannya. Karena ia ingin melakukannya pertama kali dengan orang yang ia sukai. Yang benar-benar ia cintai."
"Dan orang itu adalah si gadis Asia."
Darren mengangguk.
"Jadi menurutmu terjadi sesuatu di kamar itu?" tanya Tio penasaran.
"Entahlah. Argani berasal dari budaya yang berbeda dengan kita. Aku yakin kalau dia juga masih perawan karena belum pernah pacaran sebelumnya. Namun apakah mungkin ia akan luluh dengan rayuan pangeran?"
Tio hanya mengangkat bahunya. "Kita akan lihat saja nanti. Aku juga tak tahu."
**********
Perlahan Argani membuka matanya. Indra penciumannya langsung menangkap bau kopi caramel kesukaannya. Ia mengucek padanya sebentar, lalu perlahan bangun. Matanya langsung menatap sosok Aithan yang sudah berdiri di depan jendela kaca. Sedang membelakanginya. Ia bahkan sudah ganti pakaian. Sangat maco terlihat dari punggungnya yang kekar.
Argani turun perlahan dari atas ranjang. Suara itu membuat Aithan membalikan badannya. "Good morning, honey!" Sapa nya sambil mendekat. Ia langsung memeluk Argani dengan lembut, membenamkan kepalanya di rambut Argani yang harum.
"Maaf aku bangunnya agak terlambat." kata Argani
Aithan melepaskan pelukannya lalu mencium dahi gadis itu. "Aku juga belum lama bangun. Aku meminta Darren untuk membawakan baju ganti dan sarapan untuk kita."
"Aku ke kamar mandi dulu ya?" ujar Argani lalu segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia membasuh wajahnya, menggosok giginya dan kemudian menyisir rambutnya. Saat ia keluar kamar, Aithan sudah mengatur sarapan mereka di atas meja belajar Argani.
"Hari ini kamu tak ada jadwal untuk ke rumah sakit?"
"Tidak. Jadwal prakteknya sudah selesai. Kami akan kuliah lagi mulai minggu depan." ujar Argani lalu duduk di hadapan Aithan. Ada roti bakar dan beberapa jenis kue.
"Jadi setelah ini kita bisa jalan-jalan?" tanya Aithan dengan mata berbinar.
"Aku akan ke pasar. Membelikan oleh-oleh untuk anak-anak di panti asuhan.
Lalu Argani menceritakan tentang uang yang ia terima. Aithan menatap Argani dengan sedikit rasa cemburu.
"Apakah tuan Chung itu menyukaimu?"
Argani sudah dapat mengerti arah bicara Aithan. "Nggak. Aku pikir dia jatuh cinta padaku."
"Argani!"
Argani tertawa. Ia menyentuh tangan Aithan dan menautkan jari-jari mereka. "Dia adalah seorang lelaki tuan berusia 70 tahun. Aku merasa memiliki seorang ayah saat mengurusnya. Dia sama sekali tak pernah melecehkan ku atau menatapku dengan tatapan liar. Kesannya lelaki itu kesepian walaupun selama ia sakit ada beberapa keluarganya yang datang menjenguk."
"Apakah dia sangat kaya?"
"Mungkin. Uang ini diberikan oleh asistennya. Sebenarnya aku merasa tak enak untuk menerimanya. Namun aku pikir uang ini bisa menolong anak-anak di panti asuhan. Mereka sudah lama tak menerima mainan. Aku ingin membelikan mereka beberapa mainan dan akan mengirim uang bagi ibu Wulan. Uang yang lain akan ku tabung."
Aithan mencium tangan Argani. "Kau sungguh mulia, sayang. Rasanya aku semakin cinta padamu. Bolehlah aku ikut membelikan beberapa mainan untuk mereka? Kita akan mengirimnya hari ini juga agar mereka dengan cepat dapat menerimanya."
"Baiklah. Tapi untuk makan siangnya, aku yang traktir ya?"
"Boleh. Sekarang kita sarapan dulu ya?"
Keduanya sarapan dengan penuh semangat. Selesai sarapan, Argani ganti pakaian yang agak tebal lalu keduanya keluar dari asrama. Suasana asrama memang agak sepi karena sekarang masih musim salju. Beberapa fakultas masih libur namun tidak dengan fakultas kedokteran.
Aithan yang sudah menelepon Darren untuk meninggalkan mobilnya di depan asramanya segera membuka pintu mobil itu dengan sensor sidik jari di kaca pintu mobil. Argani cukup terkejut melihat kecanggihan mobil itu. Aithan bahkan tak butuh kunci untuk menyalahkan mesinnya, semuanya hanya dengan sensor tangan dan suara. Argani sedikit merasa perbedaan diantara mereka semakin jauh namun ia membuang perasaan itu. Ia tahu kalau Aithan tulus mencintainya.
Mereka pun tiba di pasar tradisional kita London. Barang-barang di sini lebih murah dibandingkan yang dijual di toko-toko atau mall.
Mereka membeli beberapa boneka, baju-baju dan permainan lainnya yang Argani tahu tak ada di sana. Setiap boneka dituliskan nama oleh Argani supaya mereka tak saling rebutan di sana.
"Ai, rasanya yang lebih banyak membayar adalah kamu dan bukan aku." protes Argani saat beberapa baju terakhir yang mereka beli di bayar lagi oleh Aithan.
"Tidak sayang. Aku kan hanya ingin ikut memberi bagi anak-anak di sana. Bagaimana sudah cukup? Atau mau tambah lagi?" tanya Aithan mengalihkan pembicaraan.
"Susah cukup kayaknya."
Mereka pun pergi ke salah satu toko yang khusus membungkus barang-barang yang ada. Mereka mengaturnya sangat rapih sehingga dalam perjalanan barang-barang itu tak akan rusak.
Setelah itu keduanya pergi ke jasa pengiriman barang dan segera mengirimnya. Argani kemudian mengajak Aithan ke bank. Karena Antriannya cukup banyak, Aithan meminta agar Darren yang mengirim uang itu. Argani mengirim uang sebanyak 20 juta namun tanpa Argani ketahui, Aithan menambah jumlahnya sehingga genap 50 juta.
"Sekarang aku menangih janjimu untuk mentraktirku makan siang." kata Aithan saat keduanya meninggalkan Darren sendirian di bank.
"Kamu yang tentukan saja, Ai. Asalkan bukan di restoran yang sangat mewah ya?"
"Ok. Aku tahu di mana tempat yang enak dan terjangkau harganya."
Argani hanya mengangguk. Sekalipun ia sudah dua tahun ada di kota ini, namun waktu Argani hanya ia habiskan di asrama dan kampusnya. Argani jarang sekali jalan-jalan. Ke pasar tradisional itu saja baru sekali karena di ajak oleh Lea.
Mobil Aithan berhenti di sebuah pusat jajanan pinggiran kota London. Mata Argani langsung berbinar saat melihat ternyata ini pusat jajanan makanan Asia. Pasti ada nasinya.
Argani dengan semangat melihat menu-menu makanan. Dan ia menemukan ayam goreng lalapan lengkap dengan tahu, tempe dan sambal terasinya. Maka makanlah mereka. Aithan juga mengikuti menu pilihan Argani walaupun wajahnya harus merah menahan pedas yang ada.
Tanpa mereka sadari, dari jauh ada seseorang yang mengawasi gerak-gerik mereka. Mengambil foto dengan kamera canggih dari jarak jauh. Setelah itu ia langsung mengirim foto-foto itu melalui jaringan internet yang ada di laptopnya.
*********
"Aku sungguh bahagia menghabiskan hari ini bersamamu." kata Aithan saat keduanya sedang berjalan menyusuri taman.
"Aku juga. Eh, mobilmu nggak apa-apa ditinggalkan di sana?"
"Nggak. Jika ada orang lain yang berusaha mengambilnya, mobil itu akan membunyikan alarm dan setelahnya ia akan berjalan sendiri. Mobil itu sudah di rancang dengan peta yang terprogram pada cip yang ada di dalamnya, ia bisa pulang sendiri ke apartemen ku."
"Waw, canggih sekali. Apakah saat berjalan pulang itu mobilnya nggak akan menabrak mobil lain?"
"Tidak. Kecuali ada mobil lain yang dengan sengaja menabraknya."
Argani menggeleng kepalanya saat membayangkan kecanggihan mobil itu.
"Pasti harganya sangat mahal kan? Para mahasiswa di kampus membicarakan mobil itu. Katanya di dunia ini hanya ada 10."
Aithan tersenyum. "Mereka hanya melebih-lebihkannya. Mobil itu awalnya di produksi hanya 10. Namun yang aku baca kemarin sudah ada 14. Ada pangeran Arab yang memesannya, seorang pemain bola kaki dan dua artis dari Amerika."
"Enak ya jadi anak orang kaya, mau apa saja bisa."
Aithan mengehentikan langkahnya lalu mengajak Argani duduk di salah satu bangku taman. Tangannya memperbaiki topi rajut Argani agar pacarnya itu merasa hangat.
"Secara materi orang kaya memang berkelimpahan. Mereka dapat membeli apa saja yang diinginkan. Namun banyak orang kaya yang hidupnya tak aman. Aku saja harus ditemani bodyguard dan seorang tukang masak. Mamaku tak mau sampai aku diracuni. Makanya kalau ia tahu aku makan di tempat tadi, mamaku bisa pingsan." Aithan menggenggam kembali tangan Argani yang dingin dan memasukannya ke dalam saku jaketnya.
"Kekayaan tak bisa memberi rasa damai dan kebahagiaan. Kau tahu, semalam adalah tidurku yang paling enak. Walaupun hanya beralaskan karpet dan bukan ranjang mewah seperti punyaku yang ada di rumah, namun aku tidur dengan sangat nyenyak. Aku tahu itu terjadi karena aku bahagia. Bahagia saat bersama dengan gadis yang kucintai. Kau adalah sumber kebahagiaanku. Semua kekayaan orang tuaku tak akan mampu memberikan rasa damai seperti yang kurasakan semalam."
Argani tersenyum. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Aithan. "Aku semakin mencintaimu, Ai."
"Dan aku semakin ingin menikah denganmu."
Argani mengangkat kepala dari bahu Aithan. Ia mendongak dan menatap Aithan. "Jangan bercanda, Ai."
"Aku sungguh-sungguh, Ar. Menikahlah denganku. Jadilah bagian hidupku. Aku hanya ingin agar kau menjadi milikku yang seutuhnya."
Argani menatap mata Aithan. Tak ada keraguan di sana. Tatapan mata itu menunjukan permohonan dan ketulusan.
**********
Akankah Argani luluh?
Bersediakah ia menikah dengan Aithan?
Dukung emak sama Amanda ya....
love : A M A N D A
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
gia gigin
sepertinya konflik di mulai🤔 kayaknya Tuan Chung ada hubungannya dgn masa lalu Argani
2022-12-24
1
Gia Gigin
Sepertinya orang suruhan safiyeh, kayaknya konflik akan di mulai😭
2021-10-31
1
Abie Mas
jd dokter aja dl argani
2021-10-17
1