Aditya PoV
Aku melihat Arinta menimpali beberapa pertanyaan yang diajukan Kihana, Perempuan itu dengan sabar mendengarkan keinginan anak ku.
"Kakak Kihana lagi gambar apa? Coba Kakak Hira lihat." Arin melihat hasil karya Kihana, anak ku menggambar dengan tema keluarga.
"Aku ga boleh sama Papa memanggil kakak Hira lagi...Aku boleh memanggil bunda Arin." Wajah anak ku sangat menggemaskan jika menginginkan sesuatu.
"Tentu....Kamu sekarang sudah orang tua lengkap...Punya Papa Adit....dan Bunda Arin." Aku tersenyum mendengar jawaban Arinta atas permintaan anak ku.
"Wah gambar kamu kenapa banyak kepala bocil ini....ada tiga loh." Aku langsung melihat ke arah karya Kihana, benar saja dia membuat tiga kepala botak. Apa maksud anak ku ini, dia menjelaskan dengan secara lantang.
"Om Andro bilang...Papa dan Bunda Arin nanti akan sering buat adek....Aku mau punya banyak Ade...Bunda bisa buatkan setiap hari biar aku bantu deh." Kihana merentangkan tangannya membetuk keluarga besar.
Aku dan Arinta sama-sama terkejut mendengar ucapan Kihana, walaupun otak anak ku dikotori oleh ucapan Andromeda tetap saja dia menganggap jika membuat anak itu seperti mencetak kue.
Aku belum pernah menyinggung soal hubungan ranjang, Mungkin terlalu cepat jika membawa perempuan ini ke dalam hubungan yang lebih intim.
Aku juga belum bisa memastikan perasaan terhadap Arinta, saat ini aku hanya ingin menyelamatkan hidup dia dari kekeja-man seorang Johan Siregar. Aku belum pernah bertemu langsung dengan ayah Arinta, tapi saat melihat dia menangis meraung di belakang gedung DkV hati ku terenyuh dengan keadaan hidupnya.
Perempuan yang tahun ini berusia dua puluh satu ini jauh berbeda dengan perempuan yang aku temui, dia tidak akan pernah merengek meminta sesuatu. Arinta mandiri, aku melihat langsung dia mencuci pakaian miliknya dengan mengunakan tangan daripada pakai mesin cuci.
Aku baru tahu jika tubuh Arinta yang selalu tertutup dengan kaos longgar ternyata menyimpan kekayaan yang luar biasa, di luar ekspektasi pikiran ku. Aku bisa merasakan puncak gunung menekan langsung ke bagian dada Ku saat dia tidur di atas tubuhku. Apalagi bagian padat dan sintal yang terlapisi kain tipis berwarna merah terang, membuat tubuh bagian pusat ku meronta ingin keluar.
Kejadian pagi tadi aku mengalami ere-ksi setelah melihat bongkahan bulat padat itu, apalagi Arinta mencium bibir ku malu-malu. Kepala ku pusing tujuh keliling menahan has-rat untuk tidak menerkamnya, wajar aku sebagai laki-laki yang sudah menjadi suami sah Arinta mengalami hal tersebut. Selama ini aku tidak akan mau berbagi cair-an cinta yang bukan muhrom Ku, katakan aku kolot atau tabu dengan se-eks, aku tidak ingin menebar sembarangan hanya untuk kepuasan.
Empat tahun aku sendiri tanpa seorang istri, Aku selalu menyibukkan diri setiap hari agar tidak terpikir ke arah sana. Jika aku menyakiti seorang perempuan, apakah aku bisa menerima jika anak perempuan Ku atau Adik Ku juga disakiti orang. Aku berusaha untuk tetap di jalan yang benar, banyak pria setelah kematian istrinya langsung berniat untuk mencari penggantinya. Bagi ku kegagalan dalam membimbing Olivia menjadi istri yang taat dan patuh suatu kegagalan sebagai suami, Aku belum bisa melupakan tindakannya selama aku pergi tugas kedinasan.
Tepukan tangan Kihana membuyarkan lamunan ku dengan masa lalu, dia seperti meminta sesuatu.
"Papa aku boleh minta dedek ga? Aku ga suka sendiri...ga ada teman...kalau main dengan Mbak Ve atau Mas Mars mereka pasti ajak aku dance...aku ga suka."
Kihana memang tidak menyukai bermain dengan anak prajurit lain di asrama ini, dia pernah bercerita jika teman-teman di sini selalu menyisihkan dia karena tidak memiliki ibu. Kihana pulang sekolah selalu ke tempat Medina, kadang aku sebagai orang tuanya merasa gagal untuk memberikan kenyamanan untuk anakku.
"Coba kakak tanya sama Bunda Arin...mau ga? Papa sih siap kapan pun."
"Bunda Arin mau kasih aku dedek yang lucu...seperti cheril teman sekolah aku yang memiliki adik laki-laki yang baru lahir." Kihana menggenggam tangan Arinta, perempuan itu seperti memikirkan sesuatu yang tidak aku ketahui.
"Kakak lapar?" Aku harus cepat mengalihkan perhatian Kihana yang meminta adik kepada Arinta.
"Iya lapar...tadi kakak ambil roti dan jus buah di dekat meja kerja Papa." Dia menunjuk lemari di ujung ruangan ini, aku memang meminta khusus ada lemari makanan dan kulkas mini agar Kihana tidak perlu keluar lagi dari ruangan ini.
"Ya udah let's go...Papa juga udah lapar....Arin...ayo." Aku menarik kedua perempuan yang berada di ruangan ku ini.
Arinta terlihat lebih anggun dengan baju Persit ini, rambut yang biasanya tergerai kini di cepol dengan rapi. Dari tempat duduk ku, bisa melihat langsung wajah ayu nya apalagi hidung mancung segitiga seperti perempuan blasteran.
Aku teliti wajah Arinta tidak seperti wajah orang Indonesia biasanya, Aku membandingkan dengan Arvind sangat jauh berbeda hanya satu yang memiliki kemiripan yang sama yaitu mata.
"Arin...kamu mau makan apa? Saya ga tahu kesukaan kamu apa?" Sejak keluar dari ruangan ku, perempuan ini seperti memendam sesuatu.
"Aku mau jadi ilustrator....ehhh apa pertanyaan Abang." Dia menoleh dengan wajah panik, benar tebakan aku jika dia memikirkan sesuatu.
"Bunda mau makan apa maksud Papa...aku suka makan stik...Bunda mau?"
"Boleh...disamakan saja dengan Kakak dan Papa Adit." Aku mengulum senyum, Arinta ini memang unik. Dia akan memanggil aku Abang jika berduaan dengannya jika bersama Kihana dia akan memanggil Papa Adit.
Aku mengajak Kihana dan Arinta ke sebuah hotel, lidah mereka akan dimanjakan dengan masakan chef yang terkenal di hotel ini. Beruntungnya kepala chef hotel di sini teman aku waktu tinggal di Semarang.
Aku mengajak ke ruangan VVIP restoran hotel ini, aku telah reservasi ruangan ini sebelum sidang nikah kantor tadi.
"Kenapa kita kesini...kehamalan menurut aku... terlalu membuang uang hanya demi makan sepiring daging bakar ini." komentar ketika hidangan sudah tersaji.
"Saya ingin melihatkan kepada kamu perasaan sayang saya lewat makanan." Ucap Ku tanpa ada balasan dari Arinta, jawaban yang aku harapkan tidak pernah keluar dari mulutnya.
"Bunda ga suka kita makan ke sini...aku sama Papa sering ke sini...masakan Om Theo enak." Kihana menyebutkan nama teman ku itu.
"Kakak Kihana lanjut makannya ya sayang...Bunda mau makan potato Mus ini aja...tadi pagi udah makan." Aku mengernyitkan dahi, Apa perempuan ini tidak nyaman dengan perlakuan yang aku berikan kepadanya.
"Arinta makan...saya tidak terima penolakan." Aku menggeser piring stik yang tak tersentuh oleh tangannya.
"Aku tid.....Bapak....Mamak." Terdengar suara bantingan pintu ruangan VVIP ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
🍀 chichi illa 🍒
wah wah wah ... jeng jeng jeng
2022-05-20
0
Melva Sinaga
wah johan siregar pasti ngamuk
wkwkwkwk
2021-09-25
1
emake nabira 🌹
kayaknya bakal seru nih adit ketemu bapak mertua, adit santai hira panas dingin 🙄🤔😁
2021-09-25
1