Hari ini Aditya membawa Hira dan Kihana kesatuan yang menaungi tempat pria itu bertugas.
Tadi pagi Aditya memberikan buku pedoman untuk menghadap kesatuan Aditya, sebagai komandan Aditya mendapatkan kelonggaran dari pejabat yang akan melakukan sidang nikah kantor. Aditya dan Hira terlebih dahulu melakukan nikah, seharusnya menghadapi nikah kantor dari pejabat militer lalu menikah dengan prosesi biasanya.
Hira keluar dari kamar dengan memakai baju Persit yang dibawakan Aditya kemaren sebelum menjemput Arvind. Rambut sebahu Hira di cepol rapi, baju begitu indah di pakai oleh Hira karena wanita itu memiliki tubuh profesional.
"Aduh....Kak rose udah jadi ibu Persit aja... makin cantik adek kakak Avin." Arvind yang tengah menyusun pakaiannya ke dalam tas ransel terpana akan kecantikan adiknya.
"Sungguh? Aku ga pede....Biasanya pake jeans sekarang pake rok... untung aja Abang Aditya lagi keluar beli makanan." Hira menghampiri kakaknya yang bersiap untuk kembali ke London.
"Dek....kamu harus bahagia ya... walaupun Kakak ga selalu ada di sisi kamu... percayalah kakak selalu berdoa agar Allah melunakkan hati bapak untuk menerima pilihan adek cantik kakak Avin." Mata Arvind berkaca-kaca menatap adik semata wayangnya, ia penyesalan terlambat mengetahui fakta yang disembunyikan Hira.
"Peluk kakak Arvind Johana Siregar...kali ini aku nyebut nama lengkap kakak." Hira berdiri lalu memeluk kakak laki-laki yang paling di sayangnya.
"Bahagiakan dia." Mata Arvind menyiratkan pesan kepada Aditya yang baru datang bersama Kihana.
Aditya mengangguk dengan pasti, tanpa di suruh pun Aditya akan membahagiakan Hira. Matanya terpana akan kecantikan wanita yang dipersuntingnya tadi malam.
"Om Avind...kenapa kakaknya nangis.... Om jahatin kakak Hira ya." Kihana berjalan menghampiri Hira dan Arvind yang saling menghapus air mata.
"Kakak Hira sedih...Om harus pulang menemani Bou Berlian di tinggal sendiri di London."
"Om Avin harus sering-sering pulang ke Indonesia...bawa Bou Berlian...Aku sedih lihat kakak Hira nangis terus." Kihana menatap kakak Hira penuh harapan.
"Om pasti akan kembali...kamu tunggu bersama Kakak Hira dan Papa Adit." Arvind mengacak rambut ikal anak adik iparnya.
Aditya meletakan makanan yang dibelinya di restoran langganan, mereka makan penuh dengan kehangatan. Hira begitu telaten melayani makanan untuk Aditya, Kihana tidak mau kalah ingin dihidangkan seperti ayahnya, walaupun sudah bisa makan sendiri namun anak itu belum cukup bisa mengambil makanan dengan baik.
"Kakak aku ga nganter ke bandara ya... sebentar lagi aku mau sidang nikah kantor." Hira bersiap untuk pergi bersama Aditya.
"Ga papa...Kakak Mu ini preman terminal dulunya...pasti banyak yang kenal...anak Batak gitu...Kakak terima kasih telah menyediakan sopir untuk pergi ke bandara." Arvind menepuk dada, Arvind sudah terbiasa pergi sendiri.
"Terima kasih Arvind untuk menjadi wali nikah Hira...saya tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan kamu." Aditya merasa sungkan melihat kakak iparnya harus kembali secepatnya.
"Terima kasih lu bisa dengan cara lain...kasih si Kihana teman ya... Terima kasih pelayanannya selama aku di sini... Apalagi sekarang di antar sama ajudan lu....titip adek cantik gue." Arvind menepuk bahu Aditya dan meninggalkan ketiganya di lobby apartemen.
"Papa kita mau ke Asrama ya...tinggal di kompi lagi?" Kihana masuk ke mobil Aditya bersama Hira.
"Iya... sekarang Kakak udah punya bunda....Ga akan iri lagi dengan anak prajurit lain."
"Kakak sering iri lihat tetangga kita di Asrama punya orang tua lengkap...itu kenapa Kakak ga mau main dengan mereka." Kihana pernah di tolak teman bermainnya karena dia tidak memiliki orang tua lengkap.
Aditya menyadari anaknya tidak akan pernah mau bermain dengan anak prajurit lain, sepulang sekolah Kihana akan meminta mengikuti Aditya di kantornya.
Hira hanya bisa menyimak percakapan antara anak dan ayah, dia juga pernah di posisi seperti Kihana. Bermain sendiri dengan imajinasi yang selalu Hira ciptakan, bapak dan ibunya tidak menyukai Hira bermain dengan anak dari kalangan ke bawah.
"Kamu lagi melamunin apa? Ada yang menganggu pikiran kamu." Aditya menoleh ke arah Hira yang seperti tergugu mendengar cerita Kihana.
"Aku lagi menghafalkan jawaban yang akan ditanyakan nanti...aku takut salah jawab." Hira mencari jawaban yang tepat agar Aditya tidak tahu jika ia juga berpikir seperti anaknya pria itu.
"Nanti ditanyakan tentang wawasan kebangsaan... kehidupan dalam dunia meliter....ada juga nasehat dalam pernikahan...kamu jawab aja yang saya beritahukan tadi pagi."
Hidup Hira seperti berubah seratus persen, Dia dari kalangan sipil harus masuk ke dalam dunia militer. Hidup memang pilihan, dia tidak bisa keluar dari dunia Aditya karena pria ini sudah mengikatnya dengan sebuah pernikahan.
Aditya dan Hira masuk ke ruangan sidang nikah kantor, Kihana berada di ruangan Aditya, anak itu jika sudah diberikan alat melukis pasti akan melupakan keberadaan ayahnya.
Ada beberapa prajurit dan pasangannya menunggu sidang nikah kantor, untuk pria memakai pakaian dinas harian yaitu kemeja dinas dipadukan dengan celana dasar berwarna lebih gelap dari baju.
Hira terlihat lebih muda dari pasangan prajurit yang akan mengajukan sidang nikah kantor ini, rata-rata pasangan para prajurit ini berumur dua puluh enam ke atas. Hira tahun ini berumur dua puluh satu paling muda diantaranya, berbeda dengan Aditya yang terlihat lebih matang dan berwibawa.
"Kita mendapatkan bagian terakhir karena saya meminta pihak pejabat merahasiakan tentang pernikahan kita....kamu jangan gugup ya." Aditya melihat Hira terus menghapus keringat yang muncul di dahinya.
Sesuai dengan ucapan Aditya, kedua mendapatkan sesi terakhir melakukan sidang nikah kantor. Banyak pertanyaan yang diajukan oleh pihak pejabat diantaranya kesiapan mental Hira jika ditinggal Aditya bertugas berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun, kesiapan Hira menghadapi hal terburuk yang akan datang kepada Aditya. Istri akan di nomor dua oleh suami, karena tugas utama suami adalah menjaga negara.
Pejabat sidang nikah kantor juga memberikan beberapa nasehat pernikahan dalam menyelami kehidupan berumah tangga, pesan yang dapat di ambil Hira, dia tidak akan mudah lepas lagi dari Aditya karena untuk mengurus perceraian juga akan melalui sidang dari kedinasan.
Cukup lama keduanya mendapat nasehat dari pejabat kantor karena Aditya sudah menikah terlebih dahulu tanpa diketahui oleh pihak lain, hanya dari kesatuan Aditya saja yang tahu itupun pihak tertentu yang tahu.
"Ayo ke ruangan saya dulu...Kihana seperti mau tidur siang...bisakah kamu menemani Kihana tidur siang?" Aditya mengandeng tangan Hira menuju ruangannya.
"Apalagi kebiasaan kakak Kihana...aku kadang canggung kalau berduaan dengan dia."
"Dia suka ditemani ketika beraktivitas di rumah... apapun itu...Kihana anaknya kritis...jadi harus pandai untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dia." Aditya mempersilahkan Hira untuk masuk ke ruangan menemani Kihana.
"Kakak Kihana lagi buat apa...Kakak Hira boleh liat gambar hasil karya kamu." Hira langsung melihat gambar karya Kihana.
"Papa bilang aku hanya boleh manggil kakak dengan Bunda Arin...Aku lagi gambar happy famili."
"Coba lihat hasil gambar kakak Kihana?" Aditya penasaran hasil gambar anaknya, keningnya langsung mengkerut memikirkan arti makna gambar ini.
"Kakak Kihana kenapa bocil di sini ada tiga... perasaan kita kan masih bertiga." Hira menunjukkan gambar kepala anak kecil yang botak ada tiga buah.
"Kata Om Andro...Papa suka buat adek nantinya sama bunda...jadi aku mau adek banyak...kalau bisa setiap hari...Bunda Arin bisa kan? kasih aku adek yang banyak." Kihana melebarkan kedua tangannya.
Aditya langsung melihat ke arah Hira, dia belum pernah membahas tentang hubungan ranjang dengan Hira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Desrina Tobing
mampusss ank orang otak bocil pun udaa tercemar 🤦🤦🤦🤦
2022-05-09
0
ᵉᶜ✿ 𝕜𝕙𝕠𝕚𝕣𝕦𝕟 𝕟𝕚𝕤𝕒
semoga Aditya dan hira bahagia selalu
2021-11-23
0
MommyNu
Suka ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻
2021-10-15
1