Tiga hari Hira menemani Venus dan Mars, Sakura mengajak Hira untuk menginap di rumah Hanif Darmawangsa.
"Hira apa kabar? Mami udah kangen sama anak gadis Mami ini." Rianti ibu dari Sakura memeluk Hira.
"Baik Mami....aku kalau ke sini pasti Mami dan Papi pergi dinas.... oleh-oleh untuk aku ada kan?" Hira memang dekat dengan keluarga Sakura.
Kedua orang tua Sakura sudah menganggap Hira putri kedua mereka, begitu pula dengan Andromeda menganggap Hira adik yang selalu jutek jika bertemu teman-teman Andro.
"Si Butet...emang gitu Mi....kalau ga aku paksa ke sini pasti banyak alasannya." Adu Sakura kepada ibunya.
Rianti dan Hanif memang paham permasalahan yang dihadapi Hira, makanya keduanya mencurahkan kasih sayang layaknya kepada anak sendiri kepada Hira.
"Ayo masuk...Mami ada bawa oleh-oleh dari Swiss untuk kalian berdua....mana si Venus dan Mars Cucu kesayangan Mami." Absensi selalu ibu pejabat.
Ajudan Hanif membantu untuk membawa barang bawaan sang istri, orang tua Sakura baru saja pulang dinas dari luar negeri.
Tak lama kedua anak Andromeda bergabung dengan Hanif dan Rianti, sudah tiga hari keduanya menginap di rumah Hanif Darmawangsa.
"Arinda....Acara wisuda kamu di gedung mana? Papi dan Mami nanti datang jam berapa?" Hanif tidak sabar untuk menghadiri acara puncak anaknya akan menyandang gelar baru.
"Di gedung Teknik...Papi dan Mami bisa datang jam tujuh pagi...aku berharap tidak perlu protokol segala....kita bergabung dengan orang tua mahasiswa lain saja." Sakura memang tidak menyukai acara pribadinya disangkutpautkan dengan pangkat orang tuanya.
"Beres...nanti Papi pake mobil yang biasa saja....juga tidak ada penyambutan khusus dari pihak kampus....kita akan menjelma sebagai rakyat biasa untuk menghadiri acara terpenting anaknya."
Mendengar ucapan Hanif, Hira merasa dirinya kesepian tidak ada yang menemaninya di hari bersejarah ini. Bapak dan Mamak pergi acara pernikahan sepupunya dari pihak Johan Siregar.
Meminta Abangnya untuk pulang ke Indonesia itu tidak mungkin, biaya pulang pergi dari Inggris Indonesia sangat mahal hanya untuk menghadiri acara Hira.
"Kihana mana? kemaren Papi melihat foto dia dengan Venus di sini." Lamunan Hira terhenti mendengar nama anak Aditya di sebut dalam percakapan keluarga ini.
"Dia pergi dengan Mas Aditya dari pagi...neneknya mau ketemu sebentar....ibu Mbak Olivia." Sakura meletakan dua cangkir teh herbal kesukaan Rianti dan Hanif.
"Hira...kamu jadi ikut beasiswa yang ditawari kampus...Papi dengar kamu mengikuti seleksi ya...Si Arin...katanya mau lanjut sekolah dia tentang desain interior." Hanif melihat ke arah Hira yang sejak tadi diam dan entah memikirkan apa.
"Jadi Papi...doakan saja aku lulus...agar bisa menemani si Bunga Sakura." Senyum palsu yang berikan Hira kepada Hanif untuk menutupi jika dia memilih tidak mengikuti seleksi itu.
Hira harus menahan segala cita-citanya untuk bisa menjadi animator, setelah lulus S1 ini dia akan mencoba peruntungan untuk bekerja di Jakarta atau di kota lain yang tidak bisa menemui dia selamanya.
Resiko pilihan yang harus Hira tanggung, keluarga intinya tidak ada mendukung cita-citanya. Hanya Abang Hira yang selalu bertanya dengan kondisi kuliahnya, setiap bulan akan mengirimkan uang untuk Hira.
Abang Hira yang bernama Arvind berprofesi sebagai ahli perkapalan, di minta perusahaan Inggris untuk tinggal dan menetap di sana. Abangnya juga sudah berkeluarga tidak mungkin bisa terus memperhatikan Hira setiap saat.
"Papi Mami...Hira pamit pulang dulu....mau ketemu Bapak dan Mamak...semalam mereka kirim pesan mau ketemu Hira." Hira merasa minder jika berada di tengah keluarga yang hangat ini, dia tidak mampu untuk tetap berada di rumah ini.
"Orang tua kamu udah bisa menerima pilihan kamu? Papi khawatir kamu kembali menerima penolakan dari Johan Siregar." Hanif sebenarnya tidak ingin Hira pulang ke rumah orang tuanya.
"Bapak dan Mamak meminta aku ke sana....Papi ga usah khawatir...aku udah biasa mendapatkan perlakuan begitu....namanya juga orang Batak...keras dengan pendiriannya." Tawa Hira terdengar sumbang.
Hanif dan Rianti tidak bisa menahan Hira, mereka ingin terlalu ikut campur masalah orang tua dan anak itu.
Hira melampirkan tas ranselnya untuk segera pulang, berjalan menuju pintu utama terlihat Aditya menatap dengan kasian dan Iba.
Ini yang selalu di benci Hira, orang-orang mengganggapnya lemah. Seribu mengatakan salah jika menurut satu itu benar maka pilihan cita-cita yang di anggap orang lain pilihan yang salah maka ini pilihan yang benar menurut Hira.
"Aku mau ketemu Opa dan Oma....Papa silahkan kembali ke kantor...terima kasih udah jemput aku ke rumah eyang." Kihana berlari meninggalkan Hira dan Aditya yang masih menatap Hira dengan binar kasian.
Hira melewati Aditya tanpa menyapa atau melihat sejenak, biarkan Aditya berasumsi jika dia perempuan sombong dan angkuh. Ini merupakan cara Hira mempertahankan diri dari orang-orang yang mengganggapnya lemah.
"Arin...kamu kemana? biar saya antar...saya juga mau kembali ke kantor." Aditya mengikuti Hira menuju motornya yang terparkir di Car for rumah Sakura.
"aku mau pulang....Om sedang berdinas kan? Aku bisa saja merepotkan abdi Negara...Sebagai warga sipil bagi aku sungkan berada bersama seorang TNI." Hira memang menolak ajakan Aditya, bukan hanya Aditya saja pernah mendapat tolakan Hira ada beberapa teman seangkatan Hira juga ditolaknya.
"Arin...saya tulus untuk mengantarkan kamu....panas terik siang ini tidak bagus untuk kulit kamu."
"Bagi aku...jika tuhan masih memberikan nikmat masih bisa mengunakan tangan dan kaki tidak perlu meminta bantuan orang lain...permisi." Hira memakai helmnya melajukan motornya ke arah jalan utama perumahan ini.
"Mas Adit...sabar ya...Hira itu memang begitu...tidak pernah percaya dengan cinta ketulusan dan perhatian...baginya hidup bisa dikendalikan tanpa bantuan orang lain." Ternyata interaksi Aditya dan Hira tidak luput dari pengamatan Sakura.
"Aku tahu Mas Adit menyukai Si Butet...Aku juga tahu rencana Mbak Medina untuk mendekati kalian di rumahnya...Namun Hati Hira memang sekeras batu karang....semoga ombak kasih sayang Mas Aditya bisa meruntuhkan kerasnya dinding yang di bangun Si butet." Sakura meninggalkan Aditya yang mencerna setiap ucapan adik ipar dari Medina ini.
"Kita kembali ke kompi." Aditya memberi perintah kepada ajudannya untuk melajukan mobilnya untuk meninggalkan kediaman Hanif Darmawangsa.
Aditya melihat motor Hira terparkir di taman kompleks perumahan ini, tas ransel milik Hira terletak begitu saja. Dia tidak melihat sosok Hira di sekitar motornya.
"Berhenti....kamu lanjutkan ke kompi...saya ada tugas negara."
"Siap Komandan." Mobil dinas milik Aditya berhenti tidak jauh dari motor Hira.
Dengan langkah pasti dia menyusuri keberadaan sosok Hira di taman ini, Untung saja dia memakai pakaian dinas umum. Tidak terlalu mencolok bagi seorang Letnan berjalan mencari seorang perempuan.
Aditya melihat sepasang kaki yang terjulur dari balik pohon mahoni, matanya tidak salah melihat jika itu sosok Hira, terlihat dari sepatu yang dipakainya.
Dengan hati-hati Aditya berjalan untuk mengetahui apa yang dilakukan Hira di siang terik ini.
Mata Aditya membulat sempurna melihat Hira melukai dirinya sendiri, suara deru tangis menyahat hati siapapun mendengarnya.
"Arinta...jangan lakukan lagi." Aditya melihat begitu banyak tetesan darah yang keluar dari beberapa jari tangan Hira.
"Aku ga berguna." Air mata, nafas yang memburu dan darah yang mengalir sepaket yang di lihat oleh Aditya.
Aditya mencoba membuang pisau yang digunakan Hira, dengan gerakan cepat Aditya mendapatkan pisau itu dari tangan Hira.
"Kamu akan berguna suatu saat....jangan seperti ini Arinta....tolong lihat mata saya sekarang...ini perintah Arinta."
Tangis Hira pecah ketika melihat bola mata Aditya, pertahanannya runtuh untuk berdiri sendiri tanpa siapapun disisinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
🍀 chichi illa 🍒
netes air mata ku ... tertekan banget si hira
2022-05-20
0
Desrina Tobing
setiap maslh ada jlnn k luar Hira,, klo kmuu mo berbagiii....🤔🤔
2022-05-09
0
ᵉᶜ✿ 𝕜𝕙𝕠𝕚𝕣𝕦𝕟 𝕟𝕚𝕤𝕒
kasian hira
2021-11-23
0