Akhirnya rumah dinas untuk para dokter yang sudah PNS, selesai dibangun dan siap untuk dihuni. Kebetulan Ary mendapatkan rumah dengan fasilitas lengkap. Ary masuk rumah itu hanya membawa koper saja, karena di dalam rumah itu sudah tersedia perabot rumah lengkap.
Rencananya Ary akan menempati rumah yang paling ujung, letaknya dekat dengan asrama TNI. Asrama itu berada persis di belakang kantor Kodim. Secara kebetulan Agam juga tinggal di asrama tersebut, tetapi Agam menempati kamar tersendiri.
Eno sahabat Ary juga akhirnya membeli lahan yang berada di dekat jembatan. Eno hendak membangun sebuah rumah dan toko yang bersebelahan. Agar memudahkan Eno untuk mengurus usahanya. Usaha Eno bergerak di bidang pertanian, yaitu sebagai grosir atau reseller pupuk, obat untuk tanaman dan peralatan/perlengkapan pertanian.
Usaha itu diwarisi dari papanya yang pensiunan TNI. Usahanya sudah berkembang pesat, sudah banyak cabang tokonya di berbagai kota kecil. Karena sasarannya para warga yang berprofesi sebagai petani atau nelayan.
"Ar, kalau Lo pindah ke rumah dinas gue sendiri dong!" kata Eno sambil membantu Ary mengepak pakaiannya ke dalam koper.
"Kan sudah dibilang, ayo ikut pindah ke rumah dinas. Biar kita sama-sama gak kesepian. Kamunya gak mau, katanya sayang ninggalin rumah ini."
"Masih sepuluh bulan lagi, Ar! Bayangkan sepuluh bulan bayar sewa, tapi gak ditempati rumahnya itu mubazir!" kata Ary sambil mengikuti kata-kata Eno sewaktu Ary mengajaknya pindah ke rumah dinas.
"Memang sayang kan? Kita tunggu, kali aja ada yang mau oper kontrak. Disini kan Lo bayar mahal uang sewanya, jadi sayang dong kalau ditinggalkan begitu saja!" jawab Eno.
"Kan, masih bilang sayang! Anggap saja sedekah, kalau rejeki tak kemana!" balas Ary.
"Yeee, Lo ngomong gampang banget! Mentang-mentang sudah orang tajir, terus buang-buang duit gitu aja!" kata Eno sambil melemparkan baju Ary ke arah Ary.
"Lha, malah dilempar bajuku. Kusut lagi dong! Padahal itu baju sudah digosok, jadi kusut lagi kan!" Kata Ary dengan kesal, karena bajunya jadi kusut setelah dilempar Eno.
"Gosok lagi! Nggak usah dibikin ribet!" jawab Eno dengan santainya.
"Waktunya belum ada buat gosok baju! Nanti nunggu sempet, kerjaan belum ada yang beres.
Kamu mah enak, kerja di rumah aja!" sahut Ary.
"Enak apanya, mumet iya! Toko gue belum kelar juga, padahal barang sebentar lagi datang!" keluh Eno.
"Sudah tahu belum kelar dibangun, kenapa sudah pesan barang duluan!" kata Ary memindahkan kopernya dari tempat tidur.
"Maksud hati selesai dibangun langsung buka dasar, sekalian syukurannya biar gak bolak-balik repot. Males gue bolak-balik buat acara syukuran, syukuran pindah rumah terus gak lama kemudian syukuran buka dasar." jelas Eno.
"Pelit amat jadi orang! Buat tabungan di akhirat tahu nggak?!" kata Ary sambil memukul pelan lengan Eno.
"Bukan pelit, tapi efisien! Nggak bolak-balik ribet!" jawab Eno sambil mengelus lengannya yang dipukul Ary.
"Kuat juga ya tenagamu?! Panas bekas tabokannya!" lanjut Eno sambil tertawa.
"Heleh, gitu aja sakit!" kata Ary sambil berjalan keluar kamar meninggalkan Eno.
***
Akhirnya Ary pindah juga ke rumah dinas. Eno juga ikut menemani Ary, tapi hanya untuk beberapa hari saja. Eno membantu Ary menata ulang rumah barunya. Selain itu juga, Eno membantu Ary menyiapkan acara syukuran pindah rumah.
"Kalau mau masang hiasan dinding yang tinggi atau gorden, Lo minta tolong aja sama mas Agam!" saran Eno.
Saat ini mereka sedang memasang hiasan dinding di ruang tamu dan ruang keluarga.
"Kenapa mas Agam?" tanya Ary heran.
"Jangan pura-pura Lo! Selama gue pulang kampung kan kalian berdua semakin dekat." jawab Eno.
"Gak begitu dekat, hanya berteman biasa saja! Kami hanya beberapa kali bertemu sewaktu kamu pulang. Pertama, dia memasangkan pipa bersama teman-temannya. Kedua, pas dia mulangin rantang tempat makan siang. Ketiga, saat di rumah sakit. Sudah itu saja! Selebihnya kamu tahu sendiri kan?" jelas Ary.
"Mulangin rantang? Emang Lo masakin dia ?" tanya Eno.
"Pas masang pipa sama teman-temannya, aku masak banyak. Niatnya mau kasih mereka bertiga makan siang. Ternyata yang dua orang sudah pulang. Jadi aku masukin rantang aja, biar dimakan di asrama." jawab Ary.
"Oh, begitu ceritanya. Lo deket ma mas Agam juga gak apa-apa kok!" kata Eno mulai melunak.
"Idihhh, apaan? Bang Rendy tak tergantikan. Oh brondong manisku!" jawab Ary.
"Mas Agam itu ganteng lho, badannya juga atletis! Anggota TNI lagi, siapa sih yang gak mau ma dia?!" kata Eno.
"Di hatiku saat ini hanya ada bang Rendy! Belum juga setahun pergi! Dia masih memenuhi hati dan pikiranku, walaupun dia sudah pergi untuk selamanya." jawab Ary mulai melo dan matanya sudah berkaca-kaca.
"Iya... iyaaa! Gue minta maaf, Lo jangan mewek dong!" kata Eno resah. Dia tidak bermaksud untuk mengingatkan Ary pada suami brondongnya.
"Berapa kali harus ku katakan, kalau bang Rendy tak tergantikan oleh siapapun!" akhirnya pecah juga tangis Ary.
"Sudah dong nangisnya! Kita lanjutkan lagi membereskan ini, habis itu kita bocan!" Eno berusaha menenangkan Ary.
"Apa itu bocan?" tanya Ary penasaran.
"Dasar tulalit! Bocan itu bobok cantik, sayangkuuhhh!" jawab Eno kesal.
"Kamu itu, suka banget buat istilah baru!" kata Ary.
"Itu bukan istilah baru, kata-kata itu sudah lama kali adanya! Lo aja yang kuper!" kata Eno sambil mendorong Ary saking gemasnya.
"Aku kan gak kek kamu, yang kerjaannya pegang hp sama main-main aja. Banyak nyawa yang harus ku selamatkan.'' jawab Ary mencari alasan.
"Alasanmu aja! Kalau Lo mau bergabung ma semua orang yang ada di rumah sakit, Lo gak bakalan kuper jadi orang!" jawab Eno.
Ary terdiam karena betul yang diucapkan Eno, dia jarang berkumpul bersama para karyawan di rumah sakit tempatnya kerja. Padahal banyak dokter yang saling bersendau gurau saat jam istirahat. Bukan hanya para dokter saja, bahkan karyawan lainnya juga saling berinteraksi, saling bercanda bersama.
Ary terlalu keras pada dirinya sendiri, dia selalu berusaha membuat kesibukan agar sedikit melupakan kesedihannya. Bahkan saran Rommy dan Brandon pun mulai dijalankannya. Mereka berkomunikasi dengan video call, karena mereka bertiga sering mengadakan rapat.
"Iya ya, seharusnya aku sering bergabung dengan mereka! Biar gak kuper, selain itu juga untuk mengakrabkan diri pada para karyawan." Ary mulai mempertimbangkan saran Eno.
"Oh iya, ngomong-ngomong! Rencana Lo mau undang berapa orang pas acara syukuran pindah rumah nanti?" tanya Eno tiba-tiba.
"Lumayan sih, semua karyawan aku undang. Hanya saja mereka gantian datangnya. Kalau semuanya datang di jam yang sama, rumah sakit gak ada yang jaga. Kasihan para pasien!" jawab Ary.
Maaf ya para readers setia, belum bisa crazy up. Tetap setia ya di karyaku 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
**✿𝕾𝖆𝖒𝖘𝖎✿**
betul usahakan bergaul ma banyak orang biar kamu ga kesepian n memikirkan Rendy trs ary
2022-01-20
0
✰͜͡v᭄pit_hiats
buy 1 get 4 #ada gk ya👉👈
2022-01-12
0
✰͜͡v᭄pit_hiats
eno,. uhukk🤧🤧🤧
2022-01-12
0