"Tak apa janda, yang penting bisa jaga diri agar tidak terlalu menjadi bahan olokan." sahut Agam menimpali kata-kata Eno barusan.
"Iya, pak! Saya juga selalu berusaha menjaga tingkah laku saya agar tidak menimbulkan fitnah." jawab Ary tetap fokus ke jalanan.
"Saya juga seorang duda beranak satu, sedikit banyak pasti menjadi bahan omongan orang." kata Agam sambil tersenyum kecut.
"Wow, duren ansa dong!" celetuk Eno sambil tertawa.
"Hah!" Ary kaget mendengarnya.
"Mbak Eno ada-ada saja!" jawab Agam.
"Iya, duren ansa! Duda keren anak satu." jawab Eno sambil menganggukkan kepalanya.
Agam yang mendengar julukan baru untuknya pun hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ary yang mendengar penjelasan Eno pun tertawa lepas.
"Hahaha.... Ada-ada saja kamu, No! Dapat dari mana coba istilah itu?" tanya Ary terkekeh.
"Kan disingkat, Ar! Gimana sih, kuliah cumlaude tapi singkatan kek gitu aja gak tahu!" jawab Eno kesal karena ditertawakan Ary dan Agam.
"Beda seyeng! Di bangku sekolah ma kuliah gak ada istilah singkatan seperti itu! Itu mah akal-akalan kamu aja, biar lain dari yang lain." jawab Ary.
Agam yang duduk di bangku belakang sejak tadi memperhatikan Ary dan Eno. Dia mulai tertarik untuk berteman dengan duo cerewet itu. Melihat Ary yang tertawa lepas dan Eno yang selalu menghadirkan tawa, suasana di dalam mobil menjadi hidup.
Setiap Agam memandang Ary, hatinya berdesir. Ada ketertarikan, kekaguman dan beraneka rasa yang sulit untuk diungkapkan. Tapi setiap melihat wajah Eno, dia merasa terhibur. Eno menawarkan kenyamanan dan ancaman. Nyaman karena Eno mudah akrab dengan orang baru, ancaman karena mulut Eno yang cerewet tidak tahu tempat pada siapa dia berbicara.
Tapi melihat interaksi antara Eno dan Ary, Agam bisa menyimpulkan bahwa keduanya sama. Sama-sama berhati baik dan tulus.
Tidak lama kemudian mereka telah sampai di jembatan yang sedang diperbaiki/dibangun. Ary memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, sedangkan mang Udin yang membawa motor Eno sudah berada di seberang jembatan.
"Sudah sampai!" teriak Eno seperti anak kecil.
"Ehh, mas Agam gimana dong? Masak kita berdua naik motor mas Agam jalan kaki." lanjut Eno sambil menoleh ke arah Agam.
"Santai aja, mbak! Saya tidak apa-apa kok, sudah biasa jalan kaki. Lagian gak jauh kok dari sini rumah singgah kami." jawab Agam sambil tersenyum.
Eno yang melihat senyum Agam, hatinya berdesir. Senyum Agam membuat Eno meleleh, sehingga pikirannya melayang sesaat.
"Baiklah kalau begitu, kami pulang terlebih dahulu." pamit Ary.
"Silahkan, bu dokter! Terima kasih atas bantuannya tadi. Saya merasa tidak enak karena sudah merepotkan kalian berdua." jawab Agam.
"Tidak apa-apa, pak! Itu sudah menjadi kewajiban dan tugas saya sebagai abdi masyarakat." jawab Ary sambil melangkahkan kakinya.
Eno masih bengong menatap wajah Agam. Ary yang berjalan duluan terpaksa menghentikan langkahnya ketika Eno tidak kunjung mengikutinya.
"Enoooooo! Kok malah bengong sih!" teriak Ary.
Eno yang mendengar teriakan Ary menjadi kaget.
"Ehh, iyaaa!" jawab Eno setelah tersadar dari lamunannya.
"Kamu ngapain bengong disitu! Nggak lapar apa, sudah siang ini!" kata Ary.
Mereka bertiga akhirnya berpisah, Ary dan Eno pulang dengan mengendarai sepeda motor. Sedangkan Agam berjalan menuju rumah singgah yang tidak jauh dari jembatan.
"Ganteng banget ya!" kata Eno.
"Siapa? Matamu ya, kalau lihat cogan selalu awas!" jawab Ary.
"Itu tadi, mas Agam! Gue mau banget jadi binik dia, walaupun yang kedua." kata Eno sambil menghayal.
"Otakmu memang sudah geser kali ya?!" kata Ary kesal.
"Enak banget ngatain otak gue geser! Tega banget sih!" jawab Eno cemberut.
"Habisnya di otakmu yang ada cogan dan cogan setiap hari. Ada yang melek dikit langsung kesengsem. Hati-hati, jangan bermain hati!" kata Ary.
"Nanti bisa patah hati!" sambung Eno sambil tertawa.
"Nggak lucu ih, dibilangin juga!" jawab Ary kesal.
"Hidup itu untuk dinikmati, jadi bawa seneng aja!" jawab Eno sekenanya.
"Seneng sih seneng, tapi nggak harus main hati juga kali!" kata Ary.
"Gue gak main hati, gue cuma seneng aja lihat cogan. Bisa cuci mata gratis, biar gak stress. Disini gak bisa kemana-mana, jadi kalau lihat cogan anggap aja refreshing." jelas Eno.
"Kalau Lo gak betah disini, Lo bisa pulang urus bisnis bokap Lo. Gue disini sendiri gak apa-apa, gue sudah biasa sendiri." jawab Ary pelan.
"Eits, gak gitu juga kali! Gue kan cuma bilang cogan buat refreshing, bukan berarti gue gak mau disini temenin Lo. Lo kan tahu sendiri, gue kesini kan kemauan gue sendiri. Gue mau nyari tempat sepi, mau ngadem. Bosen gue tiap hari disuruh nikah mulu ma bokap!"
"Kalau disini ketemu cogan kan berarti bonus gue dong! Mana tahu jodoh ma cogan. Hehehe" jelas Eno sambil nyengir menunjukkan deretan giginya.
"Terserah Lo deh, jangan gara-gara gue Lo gak bahagia disini." jawab Ary sambil mengangkat bahunya.
"Gue seneng kok disini sama Lo!" kata Eno menenangkan Ary.
Perjalanan dari jembatan menuju tempat tinggal Ary lumayan jauh, jalanan yang rusak membuat perjalanan mereka semakin lama. Jalannya masih tanah dan bebatuan, banyak lubang di berbagai sisinya. Eno harus pelan dan hati-hati mengendarai motornya.
"No, Lo gak beli aja lahan yang diujung desa yang dekat jembatan tadi. Lumayan buat buka toko pertanian seperti yang di kota X!" usul Ary.
"Emang dijual tanah itu? Boleh juga sih, disini kan belum ada toko pertanian. Padahal disini mayoritas petani dan nelayan, tapi kok masih sedikit yang menjual kebutuhan mereka." jawab Eno mempertimbangkan usul Ary.
"Kalau Lo buka toko di daerah sini, otomatis kita kan bersama terus. Gue disini sampai kapan belum ketahuan, entah lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, bahkan bisa sampai gue pensiun nanti." kata Ary.
"Emang Lo gak nikah lagi, kok mau seumur hidup Lo disini? Kalau nanti Lo dapat suami orang dari kota kita gimana?" tanya Eno.
"Gue belum kepikiran nikah lagi, Abang baru beberapa Minggu meninggal masak gue mikir nikah lagi. Tanah kuburnya aja belum kering, masa idah gue juga belum selesai." jawab Ary muram.
Eno terdiam, dia telah salah bicara. Tidak seharusnya dia mengungkit soal pernikahan pada Ary. Suasana hati Ary masih sensitif.
"Gue kangen Abang!" kata Ary tiba-tiba setelah terdiam cukup lama. Mata Ary sudah berembun, menandakan Ary menahan tangisnya.
"Sabar, Ar! Do'akan aja, semoga dia tenang berada di surga." kata Eno menenangkan Ary.
Setiap kali membahas pernikahan berdua dengan Eno, Ary selalu teringat dengan Rendy. Kejahilan Rendy selama bersamanya, serta tingkah Rendy yang selalu membuat Ary tertawa.
Walaupun Rendy lebih muda dari Ary, tapi Rendy selalu bersikap dewasa dan melindungi. Rendy yang mantan **** boy, bisa berubah baik menjadi bukti betapa cintanya Rendy pada Ary. Tapi sayang, usia Rendy tidak lama. Tuhan lebih menyayangi Rendy, dengan dihilangkannya sakitnya selama-lamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Ƙαɳɠ ɾҽႦαԋαɳ
baru tahu ansa tuh singkatan anak satu...
2022-02-12
0
@𝙍⃟• ꪚε૨α✰͜͡w⃠💯༈•⃟ᴋᴠ•
Keren Singkatannya
Duren Ansa.. Duda Keren Anak Satu.. Incaran Para Wanita 😂😂😂
2022-02-11
1
ɴᴀᴜғᴀʟ
semangat ary u psti bsa bangkit
2022-02-06
0