Selama bekerja, konsentrasi Ary terganggu dengan obrolan semalam dengan Eno. Rasa rindunya pada sang suami yang sudah meninggal, serta urusan bisnis yang ditinggalkan suaminya membuat Ary memutuskan untuk pergi ke Jogja. Kota yang penuh kenangan, kenangan sejak kuliah hingga bekerja hingga menikah.
Setelah mengambil keputusan untuk mengunjungi Jogja, Ary merasa lebih tenang. Tetapi hal itu tidak bertahan lama, karena rumah sakit pusat yang mengirimnya ke Kulonprogo meminta laporan pembangunan rumah sakit tempatnya bekerja.
Ary pun dengan sigap menyiapkan laporannya. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Begitulah pepatah mengatakan, Ary ke Jogja dapat menyelesaikan semua urusannya dalam sekaligus. Rencananya Ary akan menyerahkan laporan ke rumah sakit pusat, kemudian mengunjungi makam Rendy dan terakhir menemui Brandon. Dengan begitu, Ary tidak harus bolak-balik melakukan perjalanan Kulonprogo Jogja yang memakan waktu 3 jam. (Catatan: Ary ditugaskan di tempat terpencil yang jauh dari kota kabupaten Kulonprogo. Untuk ke kota harus menempuh waktu satu jam.)
Hari ini Ary pulang terlambat karena harus menyiapkan laporannya. Sesampainya di rumah sewa milik warga setempat, Ary memberitahu Eno bahwa dia akan pergi ke Jogja setelah laporan dari pusat selesai dikerjakan.
"Kapan Lo jadi pergi ke Jogja? Kita bareng aja!" kata Eno setelah mendengar penjelasan dari Ary.
"Paling lambat Minggu depan, laporanku belum kelar. Mungkin dua atau tiga hari lagi lah baru kelar. Aku harus mempersiapkan semuanya, jangan sampai ada yang terlupa dan tertinggal. Kalau itu sampai terjadi, harus bolak-balik Kulonprogo Jogja itu sangat melelahkan." jelas Ary sambil melihat ke arah Eno.
"Kita bareng aja ya, gue tunggu Lo kelarin laporan baru kita cabut. Ok?!" kata Eno sambil mengedipkan mata, tanda merayu Ary.
"Genit ih! Coba Lo kedipin tuh mas Agam. Berani nggak?!" tantang Ary.
"Ditanya apa, jawabnya apa!" kata Eno memutar matanya malas.
"Iyaaa.... Iya, kita barengan aja. Biar aku gak merasa banget kesepian kalau kita pergi!" jawab Ary.
"Okelah kalau begitu! Kita makan bakso yuk, di depan situ aja. Gak usah jauh-jauh, yang penting kenyang soal rasa belakangan." ajak Eno.
"Ya ampun, No aku baru sampai rumah udah diajak keluar lagi." protes Ary.
"Tiba-tiba gue laper! Udah ayok, gak usah takut badan Lo melar! Badan Lo itu mau diisi seberapa banyak pun tetap aja, Lo kurus." kata Eno.
"Iyaaa, tunggu bentar! Ganti baju dulu, masak kek gini sih!" kata Ary yang hanya memakai setelan piyama celana panjang dengan baju lengan pendek.
"Pakai bergo yang lebar aja, biar cepet!" jawab Eno.
Ary masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju berlengan panjang, dia tidak menghiraukan perkataan Eno yang memintanya memakai jilbab besar saja tanpa ganti baju.
"Yee, malah ganti baju! Pantes lama!" sungut Eno.
Ary diam saja, tidak mau menanggapi celotehan Eno. Kalau ditanggapi nanti makin panjang, seperti radio rusak.
Akhirnya mereka berjalan kaki menuju warung bakso yang berada di seberang jalan rumah mereka. Begitu sampai warung itu rame sekali. Ternyata para TNI yang kemarin membangun jembatan yang memenuhi warung bakso tersebut.
"Rame banget, No! Bungkus aja lah!" bisik Ary di telinga Eno.
"Gue pengen makan disini, mumpung ada duren ansa!" jawab Eno sambil matanya tertuju pada Agam dan teman-temannya.
"Ishhhhhhh!" desis Ary kesal.
"Sore, mas Agam! Tumben sampai disini, kan jauh dari rumah singgah kalian kesini?!" tegur Eno mendekati Agam.
"Eh, sore mbak Eno!" balas Agam.
"Oh, kami sedang meninjau tempat untuk ****** umum, mbak Eno." lanjut Agam menjawab pertanyaan Eno.
"Mau bangun ****** umum di daerah sini, mas Agam?" tanya Eno lagi.
"Iya, katanya daerah sini sering kekeringan. Jadi kami ingin meringankan warga disini dengan membuat sumur bor dan ****** umum. Agar warga tidak harus berjalan jauh ke sungai untuk mengambil air." jelas Agam sambil menusuk bakso menggunakan sendok.
"No, sudah selesai nih! Yuk!" kata Ary mengajak Eno pulang setelah pesanannya selesai dibuat dan dibayar.
"Cepet banget! Padahal masih pengen ngobrol ma mas Agam." gerutu Eno.
"Sudah ayok!" kata Ary sambil menarik tangan Eno.
Catatan: Ary tidak menyapa Agam, karena dia memang tidak pernah mau menyapa lawan jenis terlebih dahulu ya, kecuali pasiennya. Itulah yang menjadi salah satu alasan Rendy jatuh cinta pada Ary. Jadi jangan heran, kalau dia tidak menegur Agam.
"Kami pulang duluan ya mas! Kami tinggal di seberang jalan, kalau mas Agam mau singgah." kata Eno pamitan pada Agam.
"Iya, mbak! Silahkan!" jawab Agam sambil tersenyum.
***
Keesokan harinya, rame orang berkerumun di samping rumah sewa Ary. Orang-orang itu ternyata sedang mengukur tanah hibah yang akan dipakai untuk membuat sumur bor dan ******. Selain warga setempat, ternyata Agam beserta teman-temannya juga berada disitu.
Eno yang pertama kali keluar rumah, kaget mendapati tanah kosong di sebelah rumahnya rame orang. Jiwa dan rasa keingintahuan Eno meronta-ronta ingin dipuaskan. Demi memuaskan rasa ingin tahunya, Eno melangkahkan kakinya mendekati kerumunan itu.
"Pagi, mas Agam!" teriak Eno dengan tidak tahu malunya. Dia berteriak setelah melihat keberadaan Agam di tempat itu.
Warga dan teman Agam yang berada disitu langsung menoleh semua ke arah Eno.
"Cuma mas Agam saja nih yang disapa?" tanya salah seorang teman Agam sambil tersenyum.
"Ng... Pagi semuanya!" kata Eno sambil nyengir menggaruk kepalanya yang tidak gatal, untuk menutupi rasa malunya.
"Pagi juga, mbak cantik!" jawab mereka serempak sambil tersenyum.
Eno yang malu langsung mengambil langkah seribu, meninggalkan tempat itu.
"Maaf, saya mau mengantar dokter Ary ke rumah sakit. Permisi!" kata Eno sebelum meninggalkan tempat itu.
"Monggo, mbak! Silahkan!" jawab bapak-bapak itu kompak.
***
Ary dan Eno menuju Jogja menggunakan mobil dinas rumah sakit. Mereka berpisah setelah sampai di Jogja. Ary mengantarkan Eno sampai di jalan Solo, kemudian Ary berputar arah menuju rumah sakit pusat.
Ary sampai di rumah sakit langsung menemui kepala rumah sakit, kemudian langsung mempresentasikan laporannya di depan kepala dan para petinggi rumah sakit lainnya.
Tidak butuh waktu lama untuk menjelaskan laporannya. Beberapa jam kemudian, Ary meninggalkan rumah sakit menuju rumah Rendy.
Sesampainya di rumah itu, dia disambut oleh asisten rumah tangga yang selama ini bekerja dan tinggal di rumah Rendy. Ary tidak sedikit pun memiliki niat untuk menggantikan mereka. Baginya ada yang menjaga rumah ini saja, sudah cukup.
"Mbok, aku langsung ke makam ya. Tadi cuma mau mandi dan ganti baju saja." kata Ary begitu selesai mandi.
"Lho mbak, apa nggak capek? Baru datang kok langsung pergi lagi!" tanya mbok Nah.
"Takut kesorean, mbok!" jawab Ary sambil terus melangkah kakinya menuju mobil.
Ary melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya, makam Rendy dari rumah tidaklah jauh. Hanya berjarak satu kilometer saja.
"Assalamu'alaikum Abang!" sapa Ary begitu sampai di makam Rendy.
Ary mulai menaburkan bunga ke makam Rendy setelah membaca beberapa ayat dalam Al-Qur'an dan berdo'a untuk Rendy.
Tetap slow up date ya sayangkuuhhh 🙏🙏🙏
Jangan lupa tekan gambar jempolnya ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣
cacingan mungkin
2022-02-09
0
⏤͟͟͞R◇Adist
waalaikumsalam adek Ary wkwkwk
klo dimakam ada yg jawab slm pling Ary kabur🤣🤣🤣
Krena cuma ad Sura g da orng
2022-01-21
0
**✿𝕾𝖆𝖒𝖘𝖎✿**
assalamualaikum Abang kesayangan auto mewek again klo aq mah rindu yg paling menyakitkan adalah rindu pd orang yang telah tiada
2022-01-19
0