"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga!" kata Ary begitu mereka sampai di rumah sewa yang mereka tempati selama ini.
"Huffttt, panas!" kata Eno sambil duduk di bangku yang ada di teras, setelah memarkirkan motornya.
Ary membuka pintu rumah dan semua jendela agar udara yang di dalam rumah berganti dengan udara baru. Setelah itu dia menyimpan tasnya ke kamar.
Tak lama kemudian Eno pun menyusul Ary masuk ke dalam rumah. Eno hendak ke kamar mandi tetapi HP-nya berbunyi.
"Ishh, sapa sih!" gerutu Eno sambil mengambil HP-nya dari kantong celananya.
"Iyaa, apa!" kata Eno kesal.
Ternyata yang menelpon Eno sang bokap yang merindukan anak gadisnya.
"Assalamu'alaikum wahai ahli waris..."
"Wa'alaikumsalam my hot father!"
"Nggak ada sopan sopannya ma orang tua! Kapan kamu pulang, siapa yang urus usaha kita kalau kamu gak pulang?!" teriak papa Eno, pak Mundarman.
"Yaelah papa! Nanti kalau Eno sudah bosan main-main pasti pulang." jawab Eno santai.
"Kamu itu sudah tua sudah waktunya punya anak, masih main-main saja!" gerutu pak Mun, demikian beliau biasa disapa.
"Ishh... Eno belum tua, papa yang sudah tua!" protes Eno.
"Iya, papa sudah tua! Makanya kamu buruan kawin, biar papa bisa gendong anak kamu." kata pak Mun.
"Nikah, papa! Nikah! Kawin emang sapi!" jawab Eno tidak mau kalah.
"Sudah! Pokoknya kamu harus segera pulang, atau papa paksa kamu nikah sama anak teman papa!"
"Tidak ada bantahan!" sambung pak Mun tiba-tiba memutuskan sambungan telepon.
"I.."
Tuut... tuut... tut..
"Papa....!!!" teriak Eno kesal karena sang bokap memutuskan sambungan telepon begitu saja.
Ary yang mendengar teriakan Eno langsung keluar kamar, mendekati Eno.
"Ada apa sih, teriak gak jelas!" tanya Ary.
Ary sudah hafal betul bagaimana kelakuan anak dan bapak itu, seperti anak kecil selalu berantem tapi selalu mencari bila tidak ada.
"Biasa! Bokap nyuruh gue pulang, buat ngurusin usahanya." jawab Eno sambil duduk.
Niat ke kamar mandi menjadi lupa, karena ada panggilan masuk dari bokapnya tadi.
"Kamu pulang saja, aku gak apa-apa kok. Aku harus terbiasa hidup sendiri. Toh, aku sudah menjanda. Harus terbiasa semua sendiri." jawab Ary sambil tersenyum miris.
"Jangan ngomong begitu! Mana mungkin gue ninggalin Lo sendiri disini, nanti kalau Lo sudah pindah ke rumah dinas yang dekat rumah sakit, gue baru pulang." jawab Eno memegang tangan Ary.
Tidak lama kemudian HP Ary berbunyi tanda pesan masuk. Ary merogoh saku bajunya untuk mengambil HP-nya. Dilihatnya ada pesan masuk dari Brandon. Ary membaca pesan tersebut, kemudian menghela nafasnya dengan berat.
"Kenapa Lo? Siapa yang ngirim pesan?" tanya Eno ingin tahu.
"Dari Brandon, nyuruh aku datang ke gerai Abang." jawab Ary sambil memutar-mutar HP-nya.
"Ada masalah apa dengan usaha peninggalan Rendy?" tanya Eno.
"Brandon dan Romy ingin mengembangkan usaha itu, mereka memintaku untuk datang. Padahal sudah aku sampaikan dari dulu, kalau semua aku percayakan pada mereka berdua. Aku mau terima beres saja, aku mana tahu menahu soal komputer dan te. tek bengeknya!" jelas Ary.
"Mereka itu hanya ingin kamu belajar tentang dunia Rendy. Mengetahui seperti apa usaha yang Rendy wariskan ke Lo. Harusnya Lo tidak lepas tangan begitu saja. Walaupun gue disini, usaha bokap gue masih gue handle. Mengurus pasokan barang dan stok barang."
"Lo pikir gue disini, duduk santai aja begitu? Kalau Lo di rumah sakit, gue ngurusin kerjaan gue. Nggak gampang Ar, disini sinyal susah. Pengiriman barang jadi terlambat, banyak komplain dari pengecer. Itulah kenapa bokap nyuruh gue pulang." nasehat Eno.
"Aku gak sanggup kesana! Terlalu banyak kenangan yang bikin aku merasa bersalah. Saat Abang masih hidup, aku cuekin dia. Dia tetap cinta, tetap sayang, tetap perhatian! Padahal dia sendiri tidak sehat. Saat dia pergi, aku baru bisa merasakan betapa berharganya dia. Aku belum siap kehilangan dia untuk selamanya." Ary menangis mengingat bagaimana dulu Rendy begitu mencintai dan menyayanginya.
"Sudah, jangan nangis lagi. Lebih baik kamu kesana, sekalian ziarah ke makamnya. Sebentar lagi kan seratus hari dia pergi. Kamu kirimkan do'a untuk meringankan dosanya." nasehat Eno, matanya sudah berlinang air mata.
Eno ikut merasakan sakit jika melihat Ary kembali merasa bersalah pada Rendy. Biar bagaimanapun juga apa yang terjadi pada Ary, itu sudah menjadi garis hidup Ary.
"Iya, kamu pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah kami, rumah penuh kenangan bersamanya." jawab Ary.
Sebelum menikah dulu Ary merawat dan mengurus Rendy di rumah Rendy, karena Rendy baru saja keluar opname dari rumah sakit. Rumah itu sudah pindah kepemilikan, dari Rendy menjadi milik Ary.
Rendy meninggal dunia dengan meninggalkan mobil, motor, rumah dan usaha jual beli komputer. Selain itu, Rendy juga mewarisi raibuan hektar kebun kelapa sawit dari orang tuanya. Kebun kelapa sawit itu rencananya akan diberikan pada Ary. Tetapi Ary menolaknya, karena merasa itu bukan haknya.
***
Keesokan harinya, Ary dan Eno bangun kesiangan sehingga tidak sempat untuk memasak. Ary dan Eno memutuskan untuk makan sarapan di warung nasi uduk dekat jembatan. Karena searah dengan rumah sakit tempat Ary bertugas.
Saat memasuki warung itu, sudah ada Agam dan teman-temannya sesama TNI dengan memakai seragam kebesarannya. Mereka juga hendak makan disitu. Eno melihat Agam duduk tersenyum dengan posisi kedua tangan saling bertautan diatas meja.
Eno tersenyum malu-malu sambil menyikut lengan Ary. Ary yang melihat Eno salah tingkah hanya menggelengkan kepala saja.
Ary tetap melangkah kakinya memasuki warung itu. Kemudian memesan nasi uduk dua beserta lauknya dan teh hangat tawar dua. Setelah memesan makanan, Ary mencari bangku yang kosong untuk duduk.
Eno mengikuti Ary, tapi matanya masih ke arah Agam dan teman-temannya. Eno memberanikan dirinya menyapa Agam.
"Pagi, mas Agam!" sapa Eno.
"Pagi juga, mbak Eno. Biasa makan disini juga?" tanya Agam.
"Nggak juga sih, kalau pas nggak sempat masak saja." jawab Eno sambil memegang kepalanya dengan senyuman manisnya.
"Oh, begitu! Silahkan mbak Eno, selamat menikmati sarapannya! Kami duluan ya, sudah selesai makannya ini." kata Agam sambil berdiri hendak keluar dari warung itu.
"Oh, iya. Terima kasih dan selamat beraktifitas, mas Agam." jawab Eno masih dengan senyum terukir, kemudian duduk di dekat Ary.
Akhirnya Ary dan Eno menikmati sarapan paginya dengan sepiring nasi uduk yang sangat nikmat. Agam dan teman-temannya pergi menuju kodim setempat.
Setelah selesai sarapan Eno dan Ary menuju rumah sakit. Setelah menurunkan Ary, Eno langsung berbalik arah untuk pulang. Setiap hari selama di daerah itu, kerjaan Eno adalah mengantar dan menjemput Ary bekerja. Jika Ary bekerja, Eno di rumah mengurus usahanya melalui HP.
Gimana pisualnya para readers setiaku, kira-kira cocok nggak nih pisualnya? Cocok nggak cocok, anggap aja cocok ya! Because othor bingung nyari pisual mereka 🙈🙈🙈.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
@𝙍⃟• ꪚε૨α✰͜͡w⃠💯༈•⃟ᴋᴠ•
Cuakepnya Mas Agam.. Pesona Gingsulnya
Kak Ry Ada Di Real Gak Tuh
Mau Dong Atu Mas Agamnya 😂😂😂
2022-02-11
1
⏤͟͟͞R◇Adist
Pepet trus noo jgn ksih kendorrr....kuyy cognn jgn dibiarinn nganggur🤣🤣🤣🤣
2022-01-20
0
**✿𝕾𝖆𝖒𝖘𝖎✿**
ganteng nya mas Agam 😍😍😍
ternyata almarhum Rendy holang kaya emang Rendy ga ada saudara yg lain gitu buat ngurus usaha nya
2022-01-19
0