"Hmm, makasih ya dok!" kata Agam untuk mengurangi rasa canggung diantara mereka.
"Sama-sama! Itu sudah menjadi tugas saya. Oh iya jangan lupa tebus obatnya. Saya juga menuliskan resep untuk memar di tangan, diolesi setelah mandi dan sebelum tidur biar cepat hilang memar dan rasa nyerinya." jawab Ary.
"Iya, dok!" jawab Agam sambil mengusap tengkuknya yang tidak gatal.
"Sebaiknya kita duduk di ruang tunggu saja, sekalian pulang." kata Ary sambil berjalan menuju ruang tunggu di depan ruang administrasi.
Agam mengikuti Ary berjalan pelan-pelan, tangan dan kakinya terasa nyeri karena tadi dia terpeleset dan terjun bebas ke sungai.
Begitu sampai di ruang tunggu, tidak lama kemudian Eno pun selesai mengurus administrasi. Eno mendatangi Agam dan Ary.
"Ini ambil obatnya dimana? Lo aja ya yang ambil, gue males antri lagi. Kalau Lo yang ambil kan cepat, gak perlu antri lagi." kata Eno sambil menyerahkan resep obat pada Ary.
"Hadeehh, kamu itu ya! Seneng banget ngerjain aku." kata Ary sambil berdiri mengambil resep yang ditulisnya tadi.
Ary berjalan meninggalkan Agam dan Eno.
"Tunggu, dok! Biar saya saja yang ambil obatnya. Dokter pasti capek." teriak Agam sambil berdiri mendekati Ary.
"Nggak apa-apa kok, kamu duduk aja disana sama Eno. Saya saja, biar cepat tanpa antri!" jawab Ary sambil tersenyum.
"Senyumnya maakkkkk!" batin Agam.
Agam kembali terpesona dengan senyum Ary. Tidak hanya Agam yang terpesona dengan senyum Ary, Rendy dulu juga klepek-klepek karena senyum Ary. Ary yang selalu tersenyum ketika menghadapi pasien, kadang bisa menjadi obat mujarab sebelum meminum obat.
Tidak lama kemudian Ary sudah kembali membawa sekantong plastik obat Agam. Masih dengan senyum terukir di bibirnya, Ary mendekati Eno dan Agam.
"Sudah selesai, yuk pulang!" ajak Ary sambil tersenyum.
"Gimana pulangnya, gue bawa motor kesini tadi. Mau bawa mobil kan gak bisa lewat, jembatan diujung desa belum kelar." kata Eno saat mereka sudah keluar dari ruang UGD.
"Lho, bapak ini tadi kesini sama kamu?" tanya Ary.
"Dibilang mas, bapak lagi! Dia gak pantes dipanggil bapak, Ar!" protes Eno.
Ary nyengir aja mendengar protesnya Eno.
"Kenalan dulu gih! Apa perlu gue yang kenalin kalian nih!" perintah Eno.
Ary dan Agam hanya senyum saja menanggapi celotehan Eno.
"Ini dokter Ary, Aryanti Wihardja Sp. PD, Sp. P. Dan ini mas Agam, nama lengkap tanya sendiri." kata Eno tiba-tiba.
"Gadis cantik ini, namanya Eno Mundar." Ary langsung menyambar kata-kata Eno.
"Ish, masih kurang lengkap itu. Gadis ting ting. Ingat ya mas, gadis ting ting. Dan temenku ini janda ting ting." seloroh Eno sambil tertawa.
Ary yang mendengar kata-kata Eno menjadi ikut tertawa.
"Mana ada janda ting ting, Eno! Dasar kamu ini ya!" Ary menimpali kata-kata Eno barusan.
Walaupun Ary teringat almarhum suaminya, karena disebut janda ting ting. Tapi Ary tidak sakit hati, dia malah tersenyum mendengar julukan baru untuknya.
"Dokter sudah nikah?" tanya Agam terkejut.
"Sudah pernah menikah, dan kami tidak berjodoh lama." jawab Ary masih tersenyum walaupun hatinya hancur.
"Oh, maaf. Saya tidak bermaksud..." kata Agam.
"Suaminya meninggal mas Agam, bukan karena cerai hidup. Mereka pasangan yang uwu, tapi sayang Tuhan lebih menyayangi suami Ary." cerocos Eno tanpa memikirkan Ary.
"Nggak apa-apa kok, anggap saja jodohku hanya sebentar dengannya." jawab Ary.
Agam mengangguk mendengar kata-kata Eno dan Ary. Dia tidak menyangka dokter secantik itu, sudah menyandang status janda.
"Kita pulang bawa mobil rumah sakit saja, motor kamu biar diantar ma sopir." kata Ary tiba-tiba.
"Lewat mana non! Jembatan belum bisa dilewati." jawab Eno.
"Kita naik mobil sampai jembatan, motor ma mang Udin sopir rumah sakit. Nanti kita masuk kampung naik motor. Kan mas Agam tinggalnya nggak jauh dari jembatan." jelas Ary.
"Okelah kalau begitu!" jawab Eno.
Agam hanya menjadi audience saja, mendengar dan melihat percakapan dua bersahabat itu. Sebenarnya dalam hati dia menggerutu, karena tidak satupun temannya datang untuk menjemput dia.
"Mas Agam gak keberatan kan?" tanya Eno.
"Saya ngikut aja, saya kan cuma numpang. Alhamdulillah sudah ada yang menolong. Nanti biaya pengobatannya saya ganti begitu sampai di kampung." jawab Agam.
"Jangan bilang begitu, kami ikhlas kok membantu. Masalah biaya pengobatan tidak usah dipikirkan. Yang penting sehat dulu." jawab Eno.
Ary sudah meninggalkan mereka untuk mencari sopir, setelah mengatakan akan menggunakan mobil rumah sakit.
Saat Agam dan Eno ngobrol, datang sebuah mobil. Ary sudah berada dibalik kemudi.
"Ayo naik, kunci motor mu kasihkan mang Udin!" teriak Ary.
Agam masuk ke mobil, duduk di belakang. Sedangkan Eno naik ke mobil setelah menyerahkan kunci motor pada mang Udin. Eno duduk di depan, disamping Ary.
"Woooohhh, bu Dokter yang bawa mobil pasti cepat sampai nih!" ledek Eno.
"Meledek ya, mentang-mentang dia kalau bawa mobil ma motor ngebut! Pelan saja asal selamat!" jawab Ary.
Ary tidak pernah mengendarai mobil atau motornya dengan kecepatan tinggi. Ary selalu pelan-pelan jika berkendara, berbeda jauh dengan Eno yang sering balapan.
"Mbak Eno pembalap ya?" tanya Agam tiba-tiba, lidahnya gatal ingin menimpali percakapan Eno dan Ary.
"Yap!" jawab Ary cepat sambil terkekeh.
"Eh, nggak-nggak! Fitnah itu! Awas ya Lo!" teriak Eno sambil menggoyangkan kedua tangannya.
"Nggak salah lagi!" sahut Ary tertawa.
Agam yang mendengar obrolan Eno dan Ary ikutan tertawa.
"Iya juga nggak apa-apa kok mbak!" jawab Agam sambil menahan tawanya.
"Kok aku berasa tua ya, dipanggil mbak terus dari tadi sama mas Agam🤔" kata Eno sambil menunjuk janggutnya.
"Emang!" jawab Ary mengulum senyum.
"Dari tadi fitness gue mulu Lo, Ar!" teriak Eno.
"Kalau umur sudah lebih seperempat abad itu sudah tua, Eno! Kalau umur masih tujuh belas tahun tadi iya, masih muda!" kata Ary masih terkekeh.
Agam menjadi lupa akan rasa sakit di pundak dan kaki tangannya mendengar perdebatan Ary dan Eno, di dalam mobil selama perjalanan.
"Memangnya kalian umur berapa kok meributkan tua dan muda?" tanya Agam memberanikan diri.
"Kami seumuran kok, sama-sama dua puluh tujuh tahun." Jawa Ary sambil matanya menatap lurus jalanan.
"Oh, berarti kalian masih lebih muda dibandingkan dengan saya. Umur saya sudah kepala tiga." kata Agam sambil tersenyum.
"Tapi masih tampak muda lho, mas!" jawab Eno antusias.
"Tapi wajah kalian seperti masih seperti anak kuliahan lho! Terlebih dokter Ary, masih seperti anak baru lulus SMA." kata Agam.
"Waaahhh, terima kasih pujiannya!" kata Eno dengan wajah berbinar.
"Masak sih masih seperti anak SMA, padahal sudah janda lho saya!" jawab Ary tak percaya.
"Iyaa, janda ting ting!" jawab Eno.
Dan semua tertawa mendengar kata-kata Eno barusan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
@𝙍⃟• ꪚε૨α✰͜͡w⃠💯༈•⃟ᴋᴠ•
Semoga Agam n Eni Bersatu Ya 👍👍
2022-02-11
1
ɴᴀᴜғᴀʟ
ngakak truss ma eno ceplas cplosnya itu😂😂😂😂
2022-02-06
0
Sͨυͪɦͣυᷡ ǪḺǝͷḡ✨𝒜⃟ᴺᴮE𝆯⃟🚀HIAT
mending coblos janda Ting Ting Weh drpd perawan Abal Abal apalagi yg udh test Drive gak jelas🤣🤭
2022-01-19
1