Ulah Steve

Sepanjang perjalanan Steve berpikir keras kalimat apa yang akan ia lontarkan pada Mami. Walaupun Steve tahu Papi pernah bilang apapun agamanya ia harus taat pada Tuhannya, tetap saja bingung harus memulai dari mana.

"Mami, setelah dari Rumah Sakit boleh temani Steve ke pesantren?" tanya Steve pada Mami hati-hati.

"Pesantren? apa kamu ingin mengadakan bakti sosial, sayang?" tanya Regina sedikit heran.

"Mami. Steve sedang serius mendalami agama islam." jawab Steve apa adanya.

"Kamu seperti Papi ya, selalu ingin tahu." Regina terkekeh, pikirnya Steve sama seperti Mario yang hobby membaca, Mario juga membaca beberapa buku agama yang ada di Indonesia, hanya sekedar ingin tahu.

"No Mami, I'm different."

"Maksud kamu, Steve?"

"Mami jangan marah ya, Please let me be a Muslim." suara Steve agak bergetar, mestinya ia tidak bicara saat dimobil seperti ini. Kalau Mama histeris bagaimana? Steve sudah takut saja.

"Steve, kamu serius?" Regina tampak tidak percaya.

"Iya Mami." jawab Steve yakin.

Regina menggelengkan kepalanya, betul-betul tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Tak terasa air matanya menetes.

"Kenapa Steve?" tanya Regina tidak mengerti.

"Aku sudah tertarik sedari kecil. Tapi aku baru berani ambil keputusan sekarang ini. Kurasa aku sudah cukup dewasa." Steve menjelaskan.

"Apa kamu jatuh cinta dengan wanita Muslim?" tanya Regina curiga. Steve menganggukkan kepalanya.

"Jadi karena itu kamu jadi tertarik menjadi Muslim, jika memang iya, Mami rasa itu bukan keputusan yang baik. Sebaiknya kamu lupakan keinginanmu." Regina tampak tenang, reaksinya tidak seperti yang Steve bayangkan, tapi terlihat matanya berkaca-kaca.

"Bukan karena Lembayung, Mami." jawab Steve keceplosan menyebut nama Lembayung, membuat Regina bertambah terkejut.

"Ayu? gadis Muslim yang kamu maksud itu Ayu? Steve apa kamu sadar Lembayung itu sudah dijodohkan dengan sahabat kamu, Romi? Anak sahabat Mami dan Papi juga. Jangan gila kamu Steve." Regina mulai emosi, Steve menarik nafas panjang.

"Mami, kita jangan bahas Ayu dulu ya. Sekarang keinginan aku menjadi Muslim, apa Mami bisa terima?" tanya Steve pada Mami.

"Jika memang keinginan dari hatimu, Mami ikhlas saja selama kamu taat beragama. Tapi kalau hanya karena kamu jatuh cinta pada Ayu, sebaiknya kamu lupakan." tegas Regina pada Steve, lagi-lagi air matanya mengalir, apa benar ini ikhlas Tuhan? kenapa rasanya sedih sekali, batin Regina.

"Bukan karena Ayu kok, Steve mau menjadi Muslim atas keinginan Steve sendiri. Ini sudah sejak kecil, murni dari hati kecilku, Mami. Bukankah adik Opa juga Muslim? kita selalu berlebaran kerumah Oma Lani, selalu saja hati ini bergetar jika mendengar adzan atau suara Oma Lani mengaji." Steve seperti mau menangis."

"Apa Papi sudah tahu keinginan kamu, Steve?"

"Belum Mami."

"Kenapa tidak bicarakan saat ada Papi tadi?"

"Papi pasti setuju." jawab Steve.

"Yakin sekali kamu." Regina tersenyum tipis.

"Dan masalah kamu jatuh cinta sama Ayu, tolong jangan mencari masalah sayang, kamu masih banyak pilihan, jangan hanya terpaku pada pasangan orang lain." suara Regina penuh penekanan. Steve yang tidak pernah bikin ulah sedari kecil, sekalinya berulah seperti shock therapy

"Mami, aku dan Ayu saling mencintai dan Romi tahu itu. Tidak ada masalah diantara kami karena Romi pun sedang memperjuangkan gadis lain. Kami senasib." Steve tersenyum miris.

"Aduh Mami jadi pusing. Kalian bikin Mami pusing. Kita pulang saja Steve tidak usah membesuk Ame, suasana hati Mami sedang tidak enak, pikiran Mami kamu bikin kacau." Regina menekan pelipisnya. Percakapan dengan Steve barusan ini membuat badannya terasa limbung.

"Maafkan Steve sudah bikin Mami pusing." Regina diam saja, mau jawab apa.

"Jangan marah Mami." pinta Steve lagi bikin air mata Regina mengalir deras. Melihat Mami menangis langsung saja Steve menghentikan kendaraannya.

"Mami..."

"Jalan Steve, Mami ingin cepat sampai dirumah." Regina menghapus air matanya dengan tissue. Steve tidak lagi mengucapkan satu patah kata pun, sepertinya Mami butuh waktu untuk menenangkan diri. Biasanya Mami kalau menangis ada hal yang tidak bisa ia keluarkan dengan kata-kata. Apa yang ada dalam pikiran Mami saat ini? Steve jadi bingung sendiri, menyesal? tentu saja tidak, cepat atau lambat ia harus jujur pada Mami dan Papi, bahkan pada keluarga besar mereka.

Begitu tiba dirumah, saat turun dari Mobil Regina yang sudah limbung jatuh pingsan, Steve sangat panik dibuatnya, tidak ada siapapun disekitar rumah, jalanan tampak sepi, langsung saja Steve membawa Maminya ke rumah sakit terdekat. Setelah Mami ditangani oleh dokter baru Steve menghubungi Mario menyampaikan apa yang terjadi.

"Bagaimana kondisi Mami saat ini? sebentar lagi Papi menyusul." kata Mario via telepon, tadi baik-baik saja kenapa tiba-tiba pingsan? Mario jadi bingung.

"Iya Papi, Mami masih di UGD." Steve tidak berani menceritakan penyebab pingsannya Mami, ia tahu pasti, ini karena apa yang Steve sampaikan di Mobil tadi.

"Lakukan pemeriksaan menyeluruh, Steve." perintah Mario pada putranya.

"Iya, Pi." jawab Steve lemah, seperti tidak punya tulang rasanya saat ini.

"Apa Mami harus di rawat?" tanya Mario.

"Belum tahu, Pi. Masih di screening." jawab Steve pada Papinya.

"Baiklah, Papi sepuluh menit lagi sampai, laporkan terus perkembangannya." kata Mario kemudian mengakhiri sambungan teleponnya.

"Bagaimana dokter?" tanya Steve pada dokter yang memeriksa Regina.

"Kondisinya baik, hanya perutnya kosong sehingga asam lambung meningkat. Sementara kami beri infus untuk menambah tenaga dan sudah kami suntik juga untuk lambungnya." jawab dokter menjelaskan.

"Sudah sadarkah?" tanya Steve lagi karena ia belum bisa masuk saat Regina ditangani.

"Sudah, silahkan dilihat." dokter tersenyum ramah pada Steve.

"Mami sudah enakan? Mami ternyata belum makan ya? Maafkan Steve Mami menambah beban pikiran Mami." Steve yang sudah duduk disisi kasur rumah sakit menciumi tangan Regina.

"Steve, sebaiknya mulai sekarang kamu tinggal di rumah Opa. Mami mohon kamu jangan lagi menemui Lembayung. Mami akan marah sekali jika tahu kalian bertemu diam-diam. Mami tidak mau kamu jadi perusak hubungan orang, apalagi hubungan sahabatmu sendiri. Penghianat tidak akan pernah termaafkan." tegas Regina pada Steve.

"Mami, nanti kalau Mami sudah sehat akan Steve jelaskan, Steve tidak pernah merusak hubungan Ayu dan Romi. Sekarang pikirkan kesehatan Mami dulu. Papi bisa akan sangat marah sama Steve kalau tahu Steve penyebab sakitnya Mami."

"Kenapa kamu yang jadi penyebab Mami sakit, Steve? apa kamu bikin ulah?"tanya Mario sambil menyingkap tirai ruangan karena Regina masih di UGD.

"Asam lambungku naik honey, tadi Steve lupa mengajakku makan siang. Kami terlalu asik ngobrol." Regina menjelaskan.

"Maafkan aku, seharusnya tadi begitu tiba kita makan dulu, aku pun lupa honey." Mario jadi ikut merasa bersalah.

"Apalagi Steve minta tinggal dirumah Opa untuk sementara, jadi tambah saja naik asam lambung ini." Steve terperangah mendengar perkataan Regina.

"Kenapa Steve, bukannya kamu bilang kangen Mami dan Papi, kenapa minta tinggal di rumah Opa?" tanya Mario tidak percaya.

"Eh..." Steve menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Regina tersenyum menatap suaminya.

"Mau menepati janji sama Opa, Pi. Sebelum ke S'pore Opa minta Steve tinggal disana sementara sekaligus mengawasi kinerja pegawai disana." akhirnya Steve menemukan alasan.

"Kenapa tidak dari kemarin-kemarin, Son. Itu juga kenapa tadi Papi langsung kesana." Mario terkekeh menepuk bahu putra semata wayangnya. Tapi ia sedikit berpikir seperti ada sesuatu antara Ibu dan Anak ini, seperti ada yang ditutupi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!