Rere menutup mulut saat sisa-sisa kantuk masih dapat ia rasakan. Di samping tempat ia berbaring sudah kosong yang artinya, Zayn telah pergi. Kebiasaan pria itu yang tidak membangunkan Rere ketika terlelap, dan selalu saja ada uang yang ditinggalkan.
Rere bangkit dari rasa malasnya akibat tubuh remuk karena aktivitas semalam. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan saat mengingat jejak-jejak ia dan Zayn ciptakan.
Begitu lembut dengan irama yang tergesa-gesa dan kaku. Rere mengingat kuatnya gerakan yang menghunjam, meluluhlantakkan tubuhnya hingga ia sendiri hancur berkeping-keping.
Waktunya membersihkan diri dari kejadian semalam. Rere berdiri di depan kaca sembari mengusap leher sampai pada garis belahan nyawanya. Tidak ada jejak sama sekali sebab Zayn sangat berbeda tadi malam. Rere juga mengingat satu kalimat yang membuatnya terbang melayang. Merasa ia satu-satunya kekasih dari pria itu.
"Zayn menyayangiku," gumamnya. Rere melompat-lompat girang. Apakah ini pertanda jika lelaki yang ia cintai membuka hati? Rere boleh senang sedikit saja ketika mendengarnya. Tidak mengharapkan sama sekali pernyataan cinta dari Zayn. Dari perlakuan saja Rere sudah mengerti. Zayn mencintai dirinya, dan ia akan menganggap itu sebagai kebenaran.
Rere masuk ke dalam kamar mandi. Sekitaran dua puluh menit ia keluar dengan kimono serta handuk kecil yang ia lilitkan pada rambut barunya.
"Gara-gara si Zayn, hilang, deh, wangi salon," ucapnya sembari melangkah membuka laci meja hias. Rere mengambil satu butir pil pencegah kehamilan dan segera menelannya.
Tidak ada pekerjaan lain yang menanti. Pekerjaan rumah beres. Memasak juga Rere enggan sebab Zayn juga tidak datang untuk makan siang.
Rere pandangi laptop di depan meja kerja. Semua buku sudah rampung ditulis. Untuk memulai suatu cerita, Rere membutuhkan inspirasi.
"Buat cerita apa lagi, ya?" Rere mencoba mengetik sesuatu pada tuts keyboard. Beberapa kalimat berhasil ia buat hingga berjumlah lima ratus kata.
Terdengar pintu apartemen terbuka. Zayn rupanya datang dengan membawa bingkisan di di tangan.
"Rere!" serunya. Zayn berkacak pinggang. "Kamu pakai kimono?"
Rere menyengir, "Kebetulan malas buat ganti baju." Wanita itu melirik bingkisan yang berada di tangan Zayn. "Apa itu?"
"Cemilan."
"Biar aku hidangkan untukmu," kata Rere.
"Pakai baju dulu sana. Aku bisa melakukannya sendiri."
"Bukannya kamu suka aku polos?" goda Rere seraya mengedipkan mata.
"Pakai baju, Re!" Zayn mempertegas suaranya.
"Iya, Sayang."
Zayn geleng-geleng kepala dibuatnya. Apa yang membuat wanita itu begitu menarik perhatiannya? Wajah yang kadang-kadang memancarkan keceriaan diiringi senyum yang menampilkan deretan gigi yang rapi. Pernah juga raut mukanya malu-malu.Terlebih sering dirundung kesedihan.
"Kamu enggak ke kantor?" tanya Rere setelah ia berpakaian kaus kebesaran dan celana hotpant.
"Cuma setengah hari."
Rere mengikuti langkah kaki Zayn menuju kursi sofa di ruang tamu. Pria itu meletakkan cemilan kentang goreng yang ia salin di piring dengan segelas air putih dalam gelas besar.
"Apa yang kamu kerjakan?" tanya Zayn.
"Enggak ada."
"Kamu enggak mau kerja? Misalnya di perusahaan, menjadi guru bahasa atau apalah itu? Setidaknya untuk dirimu ke depannya, Re," kata Zayn.
Rere membenarkan cara duduknya agar ia bisa memandang wajah Zayn secara lekat. "Aku juga berpikir begitu."
"Kamu bisa jadi editor novel kalau enggak mau meninggalkan dunia literasi," saran Zayn.
"Kamu benar, Zayn. Aku juga memikirkan hal itu. Tidak selamanya aku begini terus, kan?" Rere mengucapkan dengan raut wajah senang. Zayn sudah membuka pikirannya yang buntu oleh cinta. Setiap hari yang ada hanya seorang pria tanpa Rere sadari kehidupan akan berlanjut. "Aku akan menanyakan lowongan pekerjaan pada penerbit kita. Siapa tahu ada."
"Kamu bisa juga menjadi editor lepas. Banyak sekali penulis baru yang ingin menerbitkan karya mereka, tetapi terdapat kesalahan ketik, tanda baca, dan sebagainya," kata Zayn.
Rere mengangguk, "Besok aku akan menghubungi mereka."
Zayn memandang Rere lekat. "Selain bekerja, kamu juga butuh pendamping."
Rere tersentak, "Maksudmu?"
"Kamu tidak mau menjadi istri, punya anak, dan suami?"'
"Zayn."
"Apa, Re? Kamu mau jadi simpanan terus? Enggak malu saat Lia mengejekmu?" Zayn berkata sedikit keras. "Kumohon untuk menghentikan ini, Re. Sampai kapan kamu mau menanggung hinaan itu?"
Zayn masih membawa kemarahan saat Lia mengejek Rere. Ia tidak dapat memposisikan diri sebagai pria yang ingin melindungi seorang wanita terdekatnya.
Di lain sisi, Rere tersenyum mendengarnya. Pertanda jelas Zayn peduli terhadap apa yang orang lain katakan. Pria itu marah ketika seseorang berkata buruk tentang dirinya.
Rere memeluk Zayn. "Terima kasih sudah peduli padaku. Enggak apa-apa, Zayn. Seperti yang kamu bilang semalam waktu kita di pantai. Ini tentang kita. Dunia antara kamu dan aku."
"Tidak mau berhenti?" tanya Zayn.
Rere menggeleng, "Tidak akan."
Ketukan terdengar di depan pintu. Zayn dan Rere saling pandang seakan sesuatu akan terjadi. Zayn bangun dari duduknya dan hendak melangkah, tetapi Rere menahan tangan pria itu.
"Biar aku intip dulu," ucapnya.
Rere lekas berjalan untuk melihat tamu yang tidak undang ke tempatnya. Dari lubang kecil ia menatap sosok pria yang berdiri untuk dibukakan pintu.
"Dia Alvin!" kata Rere.
"Alvin, kenapa dia ada di sini? Tamu tidak boleh naik ke atas," ucap Zayn.
"Bagaimana ini?" tanya Rere.
"Tenang saja. Kita bisa menghadapi Alvin. Buka pintunya," kata Zayn.
Rere mengangguk, lalu membuka pintu untuk sahabatnya itu. "Alvin. Kok, kamu bisa naik ke atas sini? Enggak ada yang larang, ya?"
"Boleh masuk enggak, nih? Minta minum sama makan."
"Masuklah, ada Zayn juga. Dia datang buat .... "
Rere tidak dapat meneruskan kalimatnya. Ia malah bingung dengan kepanikan yang melanda.
"Re, kamu potong rambut, ya? Cantik banget," kata Alvin, yang baru sadar Rere sangat cantik.
"Cuma bosan saja," jawab Rere.
"Alvin!" seru Zayn.
"Kamu di sini juga rupanya. Sudah lama kamu tahu tempat tinggal Rere?" tanyanya.
"Kamu, kok, bisa di sini?" kata Zayn.
"Tadi selesai kerja. Biliknya enggak jauh dari tempat Rere. Kebetulan mau pulang, tapi aku mau mampir. Beruntung Rere ada di tempat."
Zayn mencuri lirik ke arah Rere. Ia penasaran kenapa Alvin bisa tahu secara tepat bilik yang mereka tinggali.
"Kok, kamu tahu kamar sewanya Rere?" tanya Zayn.
Alvin menyengir, "Tadi aku salah kamar. Pas ketukan kedua baru benar. Kamu datang mau buat novel lagi?"
"Iya."
"Kalian mengobrol saja. Aku buatkan minum dulu," ucap Rere.
"Al, jangan bilang sama yang lain kalau Rere tinggal di sini," pinta Zayn.
"Oh, rupanya kamu sudah tahu kalau Rere jadi penjaga rumah ini?"
Zayn mengerutkan kening. "Apa maksudnya?"
"Rere bilang dia menjaga apartemen ini dan jadi pelayan buat bersih-bersih."
"Kamu benar," jawab Zayn. Untung saja Alvin punya pikiran positif.
"Kalian seperti pasangan selingkuh!"
Sial!
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Zamie Assyakur
emang bener sih.... pasangan selingkuh 🙄🙄
2023-02-21
0
Herlina siregar
betulll sekali ap yg di katakan alvin
2021-12-24
3
Leni Fatmawati Fatmawati
bukan seperti,tapi emng bnr pasangan selingkuh Vin😅😅
2021-12-22
1