"Kamu lagi terburu-buru? Aku sudah buat sarapan untukmu. Setidaknya makanlah dulu," kata Rere.
Memang pagi-pagi Rere sudah bangun menyiapkan sarapan untuk sang kekasih. Berharap ia bisa makan bersama-sama. Namun sayangnya, Zayn malah ingin pulang.
Zayn bergegas memakai sepatu serta baju kausnya. Karena aktivitas semalam, ia bangun kesiangan dan lupa untuk memberi pesan kepada Rere kalau hari ini ia akan pergi ke perusahaan.
Orang tua Zayn sudah ingin putra keluarga terjun dalam dunia bisnis. Siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan Zayn sendiri untuk meneruskan perusahaan yang menjual permen serta es krim.
"Berikan sandwichnya. Biar aku makan di jalan."
"Kamu enggak mandi dulu?" tanya Rere sembari memberikan roti isi telur kepada Zayn.
"Di rumah saja." Satu kecupan di pipi ia berikan kepada sang kekasih. Tidak lupa Zayn meletakkan uang senilai satu juta rupiah di atas meja untuk Rere. "Aku pergi. Nanti siang aku akan kemari."
Zayn berlari kecil untuk sampai di pintu rumah. Bunyi pintu dibuka terdengar. Rere mengejarnya, tetapi pria itu sudah keluar dulu.
"Sepertinya dia buru-buru sekali." Rere memandang uang yang berada di meja. Uang yang selalu ditinggalkan ketika Zayn selesai meniduri dirinya. Pria itu memang memperlakukan Rere sebagai wanita simpanan. Setelah puas dilayani, maka mendapatkan bayaran.
Namun, Rere tidak ingin berpikir begitu. Ia menolak pikiran kalau sebenarnya Zayn memang menjadikannya wanita penghibur. Rere mengambil uang itu, tetapi ia menyimpannya.
Keringat membanjiri kening dan tengkuk leher Rere. Udara Jakarta seperti biasa terasa panas. Pendingin udara sudah dinyalakan. Jendela juga dibuka, tetapi tetap saja terasa hawa panas. Sudah tentu karena tengah masuk musim kemarau. Ditambah saat ini ia tengah membersihkan apartemen.
"Pagi-pagi saja sudah berkeringat. Apa aku masak dulu, ya? Zayn bilang akan datang pas waktu makan siang?" Rere mendaratkan tubuhnya di atas sofa karena lelah. "Istirahat sebentar, deh. Waktu juga masih lama untuk memasak menu makan siang."
...****************...
"Baru ingat pulang. Papa sudah bilang kalau hari ini kita ke perusahaan," ucap Budiono Darmawan.
Zayn menyengir. Menampilkan deretan gigi putihnya. "Maaf, Pa. Zayn kesiangan bangunnya."
Pria paruh baya yang selalu bersikap tegas. Budiono selalu menginginkan kesempurnaan dalam setiap tindakannya. Tapi ada satu hal yang disukai Zayn pada papanya itu. Budi selalu membebaskan pergaulan putranya asalkan bisa menjaga nama baik keluarga.
Sejak pukul enam pagi, Budiono menelepon putra semata wayangnya. Tapi sayang, Zayn tidak mengangkat telepon. Sudah ia wanti-wanti untuk menginap di rumah, tetapi tetap saja Zayn tidak mendengar, dan malah menginap di tempat lain.
"Wajar, Pa. Si Amel baru pulang dari luar negeri. Pasti lagi kangen-kangenan, " sahut Siska.
Ibu Zayn lain pula. Selalu mementingkan bibit, bebet dan bobot. Menganggap Amel menantunya meski belum terikat apa pun dengan gadis itu.
"Amel sudah balik? Kapan?" tanya Budi.
"Tadi malam. Zayn juga baru tahu."
"Oh, begitu rupanya. Ya, sudah, kamu cepat mandi sana. Kita pergi ke perusahaan. Waktumu cuma sepuluh menit. Papa hitung dari sekarang," ucap Budi sembari menunjukkan jam tangan yang ia kenakan.
"Sudah kayak latihan militer saja. Apa-apa pakai waktu," celetuk Zayn, lalu bergegas menaiki anak tangga menuju kamar.
"Kamu tahu Amel pulang?" tanya Budi kepada istrinya.
Siska mengangguk, "Dia menelepon waktu transit penerbangan. Katanya Mama enggak boleh kasih tahu Zayn. Mungkin nanti malam dia datang ke sini."
"Papa tidak ingin Zayn menikah dulu. Tunggu setahun atau dua tahun lagi saja. Perusahaan membutuhkan dirinya."
"Mama setuju. Zayn berbakat dalam segala bidang. Dia mengikuti kelas akselerasi semasa sekolah hingga dengan cepat lulus kuliah di usia muda."
"Semoga orang tua Amel memaklumi," kata Budi.
Tepat sepuluh menit berlalu, Zayn sudah siap dengan setelan jas di tubuhnya. Bergegas ia turun dari anak tangga karena tidak ingin papanya menunggu lama.
"Pa, ayo kita berangkat," ajak Zayn.
"Pamit dulu sama mamamu."
...****************...
Sesampainya di kantor, Zayn dan orang tuanya langsung berkunjung ke pabrik. Dengan berpakaian khusus keduanya turun memantau kerja para karyawan.
"Produk yang kita jual hanya itu-itu saja. Permen coklat, mint. Sedangkan es krim hanya berperisa vanila, coklat dengan campuran buah-buahan. Kita butuh inovasi untuk mendongkrak penjualan," kata Budiono.
Zayn mengangguk, "Memang harus ada perubahan. Aku menginginkan es krim yang dijual khusus untuk kalangan atas. Kita bisa mencampur dengan coklat impor, emas dan dikemas dalam bentuk cup."
"Idemu boleh juga. Semua ini milikmu. Jika berhasil, kakek pasti akan bangga. Sayang sekali orang tuaku tiada sebelum melihat kesuksesanmu."
Kakek dan nenek Zayn telah tiada tiga tahun lalu. Sang kakek mengalami sakit jantung hingga takdir memanggilnya. Lalu sekitar tiga bulan kematian suaminya, nenek Zayn ikut menyusul.
"Papa tenang saja. Zayn akan berusaha keras."
"Papa tahu kamu punya impian, Zayn. Selesaikan novelmu dan buat perusahaan game yang kamu inginkan. Papa bangga sekali kamu terkenal," ucap Budiono.
"Terima kasih, Pa. Ini karena kolaborasi antara Zayn dan Rere."
"Kapan-kapan bawa temanmu ke rumah. Papa dan Mama ingin kenal juga."
Zayn tersenyum, "Iya, Pa. Zayn pasti akan membawanya ke rumah."
Jam makan siang tiba, tetapi Zayn tidak berkunjung ke apartemen Rere. Sang kekasih meminta untuk bertemu calon mertuanya. Terpaksa Zayn menjemput si Amel untuk dibawa ke rumah.
"Mamaaa!" seru Amel, yang berhambur memeluk Siska.
"Calon mantu Mama semakin cantik saja."
"Amel bawa oleh-oleh." Amel memberikan sebuah kotak berwarna orange gelap berlambang huruf H.
"Wah! Apa ini?" Kaget, padahal sudah tahu bahwa itu barang mahal hanya dilihat dari logo saja.
"Buka saja," ucap Amel.
Tanpa ragu Siska membuka kado dari Amel. Sebuah syal mahal serta tas diberikan calon menantunya.
"Cantik sekali. Terima kasih, Sayang." Sekali lagi Siska memeluk menantunya.
"Sama-sama, Ma."
"Buat Papa enggak ada?" tanya Budi.
"Tenang. Ada, kok."
Zayn memandang keakraban itu. Amel memang sangat cocok dengan keluarganya. Apalagi sang ibu begitu menyayangi kekasihnya. Jika itu Rere, jelas terasa berbeda.
Jika dibayangkan, Rere akan canggung, selalu diam dan penampilannya memang seperti orang yang gampang ditindas. Rere begitu sederhana, apa adanya dan Zayn menyukai senyumnya yang manis.
"Rere memang patut dijadikan simpanan saja. Aku harus mengirim pesan agar ia tidak menungguku."
Amel wanita yang pandai bergaul. Di mana pun ia berada, orang-orang di sekitar menyukainya. Cantik, kaya, pintar, siapa yang tidak ingin dekat dan berteman bersama Amel.
"Zayn, kita makan bersama," seru Siska.
"Sebentar, Zayn ganti pakaian dulu."
Siska membawa menantunya untuk duduk berbincang sebentar sembari menunggu Zayn yang berganti pakaian.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
💖 sweet love 🌺
ya iya lah beda, beda di uang nya
2024-12-23
0
Zamie Assyakur
hadeeeuuuh re buka mata mu re
2023-02-20
0
Nur Ain
Tere pergi baru tau kehilangan
2023-01-24
0