Keempatnya mengamati karyawan pabrik membuat permen dan es krim. Budiono yang sangat antusias mengenalkan bahan-bahan pembuatan serta alat untuk memproduksinya.
Dikarenakan Zayn mengatakan bahwa Rere tengah melakukan riset. Sang pemilik perusahaan menjelaskan semua dan berkeinginan apa yang ia sampaikan dapat di tulis dalam lembaran chapter novel. Sekaligus sebagai ajang promosi agar perusahaan Dellazo Tbk semakin terkenal.
"Kalau mau ambil foto juga boleh," kata Budiono.
Zayn menepuk jidat. "Papa, ini bukan novel sejarah berdirinya pabrik es krim, tetapi novel romantis yang ingin dibuat. Masa pakai foto segala."
"Memangnya enggak boleh?"
"Saya akan menuliskan nama pabriknya pada akhir bab," kata Rere.
"Terserah saja. Yang penting nama perusahaannya ditulis. Kalian sudah lihat proses pembuatannya, kan? Susu yang diolah menjadi es krim dengan campuran buah serta perisa. Semuanya enak," kata Budi.
"Iya, saya sudah mencobanya," jawab Rere tersenyum.
"Jelas enak, Pa. Es krimnya terkenal, bahkan Papa juga buka cabang di luar negeri," sahut Amel.
"Iya. Es krim untuk produk luar memang beda. Kami membungkusnya memakai cup."
"Kenapa Om tidak membuat coklat batang?" tanya Rere.
"Coklat, ya. Boleh juga idemu."
"Dengan rasa buah atau potongan buah," usul Rere. "Selain permen dan es krim, bisa juga buat makanan ringan."
Budiono terkekeh, "Nanti Om pikirkan, dan ini semua akan menjadi tugas Zayn. Perusahaan ini akan menjadi miliknya nanti."
"Aku juga berencana begitu, Re," sahut Zayn. "Sudah waktunya makan siang. Kita makan dulu, yuk!"
"Kalau begitu aku pulang saja."
"Kita sama-sama makan bersama. Biar Om traktir hari ini."
Rere tidak enak hati untuk menolak ajakan dari papa Zayn. Untuk soal makan ia bersedia jika seorang wanita yang berdiri di samping Zayn tidak menatapnya tajam.
Amel memberi tatapan yang tidak menyenangkan. Sudah jelas wanita itu pasang badan untuk mencegah Rere dekat dengan calon suami dan mertuanya.
"Iya, Om," jawab Rere.
Keempatnya melepas pakaian khusus mereka, lalu keluar dari pabrik bersama-sama. Budiono mengajak semuanya untuk makan siang bersama di sebuah restoran.
"Aku bawa mobil. Rere, kamu menumpang bersamaku saja," kata Amel.
"Kalau begitu aku sama Papa," sahut Zayn.
"Kalian tunggu di sini. Papa kembali ke kantor sebentar." Budiono berjalan menuju kantornya, sementara Zayn ikut menyusul untuk mengambil kunci mobil.
Amel memandang Rere yang berdiri di sampingnya. Wanita sederhana. Dibilang cantik juga tidak, apalagi modis. Namun, Rere bisa masuk dalam pergaulan Zayn karena dulu wanita itu diperlakukan sebagai pesuruh.
"Jangan bermimpi untuk menjadi cinderella, Rere," ucap Amel.
Rere terkesiap, "Aku tidak mengerti."
Amel berdecih, " Kamu pura-pura menyadarinya atau tidak? Sejak awal teman-teman tidak pernah menganggapmu ada."
"Katakan saja kamu membenciku."
"Memang iya. Kamu itu muka tembok. Enggak tahu malu. Jangan berpura-pura kalau kamu itu diterima padahal sudah jelas kami tidak mengharapkanmu. Jangan jadi parasit, Rere! Sadar diri," cerca Amel.
Rere memalingkan wajah ke arah lain. Sama sekali ia tidak ingin menjawab cercaan Amel sebab apa yang kekasih Zayn katakan itu adalah kebenarannya.
Tidak peduli Amel atau yang lain tidak menganggap dirinya, asal Zayn selalu ada untuknya. Rere tidak mau tahu tentang penilaian dari para sahabat. Ia hanya punya satu tujuan, yaitu bisa bersama Zayn.
"Kekasihmu sudah datang. Bersikap baiklah," ucap Rere.
Dari kejauhan Zayn tersenyum saat berjalan bersama papanya. Wajah serta postur Zayn memang tiada duanya. Ia pria tampan yang membuat Rere jatuh sedalam-dalamnya ke dalam jurang cinta.
"Ayo berangkat!" ajak Zayn.
Amel menggandeng tangan Zayn ketika berjalan menuju parkiran mobil. Rere membayangkan andai ia bisa bebas bergandengan tangan seperti itu. Berjalan bersama tanpa rasa khawatir, mengatakan kepada semua orang kalau ia dan Zayn saling mencintai. Tapi itu hanya seandainya. Biarpun hanya angan-angan, membayangkannya saja Rere cukup senang.
"Kita makan di restoran biasa saja," kata Zayn.
"Restoran Lamorfood?" tanya Amel memastikan.
"Iya."
"Oke, aku bersama Rere." Amel menuju mobilnya sendiri disusul oleh Rere di belakang. Keduanya masuk ke dalam mobil.
Zayn mengendarai mobilnya terlebih dulu keluar dari perusahaan. Diikuti oleh Amel yang menyetir dalam tempo lambat. Mobil Zayn tampak menjauh dari pandangan Rere, lalu Amel baru mempercepat laju mobilnya.
Ketika jarak perjalanan sudah sedikit jauh dari area perusahaan, Amel menepikan mobil di pinggir jalan.
"Kamu enggak usah ikut makan siang. Turun!" kata Amel.
"Tapi om Budiono mengajakku makan siang."
"Please, deh. Aku bilang turun dari mobil. Aku akan bilang pada Zayn dan papa kalau kamu ada urusan." Amel membuka sabuk pengaman, lalu keluar dari dalam kendaraannya. Wanita itu berlari kecil memutar. Pintu mobil sebelah yang bagian Rere dibuka. "Turun!"
Rere keluar. "Maaf."
"Disuruh keluar saja susah. Jangan jadi ratu di depanku. Enggak pantes." Amel berdecak. Tampak raut wajahnya sangat kesal. Amel kembali masuk, lalu pergi mengendarai mobil menyusul Zayn.
Rere mengembuskan napas panjang. "Aku cari makan di pinggir jalan saja."
Rere berjalan sampai ada gerobak penjual bakso. Ia duduk dan memesan satu porsi, tetapi ada yang menarik perhatiannya. Rere melihat pedagang yang kemarin malam berjualan di Kota Tua.
"Abang yang jualan di Kota Tua?" tegur Rere.
Pria itu menoleh. "Iya, Mbak."
"Bang Doni," tebak Rere.
"Betul. Makan, Mbak," ajak Doni.
Rere mengangguk, lalu tersenyum. " Iya."
Rere melirik Doni menghabiskan makanannya dengan kesan terburu-buru. Pria itu tersenyum sebelum pergi dan Rere membalasnya.
"Saat jualan dia ramah banget. Kenapa sekarang jadi berbeda? Apa dia lupa aku? Eh, namaku saja dia tidak tahu," gumam Rere.
...****************...
"Rere mana?" tanya Zayn.
Zayn cukup kaget saat Amel hanya datang sendirian. Padahal kekasihnya itu pergi bersama Rere.
"Dia bilang ada urusan. Rere bilang dia minta maaf karena tidak bisa makan siang bersama kita. Dia ada urusan mendadak dan memintaku menurunkannya di pinggir jalan," tutur Amel penuh kebohongan.
"Sayang banget. Padahal mau ngobrol tentang usul coklat yang dia berikan. Mungkin benar Rere ada urusan," sahut Budiono.
"Ya, sudahlah. Kita makan bertiga saja," ucap Zayn.
Aku tidak akan membiarkan Rere ikut masuk dalam keluarga Zayn. Sudah cukup ia masuk ke lingkungan pertemanan kami. "Kita undang mama saja," usul Amel.
"Biar Mama makan di rumah. Papa sudah lapar dan tidak ingin menunda," jawab Budiono.
Rere pasti tidak enak sama Amel. Kasihan simpananku itu. "Pesan saja menu seperti biasa," kata Zayn.
Zayn sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Amel tidak menyukai Rere, dan kekasihnya tentu tidak mau makan bersama. Zayn juga tidak bisa memberi tumpangan kepada kekasih gelapnya itu ketika berada di antara Amel dan papanya. Satu-satunya cara adalah Zayn membiarkan sekali lagi Rere terluka.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Zamie Assyakur
kasihan rere selalu dipandang sebelah mata hanya karenq dy org tak punya....
doni jgn" sedang menyamar
2023-02-21
0
vinny maharani
idih, si Rere dah disakiti dan ngk dihargai masih aja ngk tau malu. mending menjauh aja dari pada kek murahan gitu
2022-03-30
1
helga
asli emosi gue bacanya thor
2022-03-12
0