Selepas makan siang, Risma bersama anak-anaknya diantar Wiliam ke rumah keluarga Permana. Tentu saja sambutan yang menyenangkan karena mama dan papa Erik sudah merasa kangen. Pasalnya mereka baru saja pulang dari luar negeri, bahkan saat kematian putra perwiranya itu, mereka tidak bisa menghadirinya. Hanya video call dari rekan Erik yang menyambungkan pada mereka.
“Sayang, maafkan mama dan papa ya? Maaf kalau mama dan papa tidak ada saat kepergian Erik” ucap Resti, mama Erik.
“Nggak apa-apa ma. Semua diluar prediksi kita. Risma juga tidak menyangka kalau Mas Erik akan pulang dalam peti” isak Risma memeluk mertuanya.
“Sabar sayang. Mama dan papa juga merasa kehilangan. Tapi mama dan papa jauh lebih menyesal karena tidak bisa mengantarkan Erik ke rumah terakhirnya. Yang mama punya tinggal kamu dan cucu-cucu mama. Kamu mau ya tinggal di sini?” bujuk Resti.
Heru melihat istri dan menenatunya menangis hanya bisa menggeleng. Bukannya dia tidak sedih, tapi Heru lebih bisa menahan diri. Apalagi ada Wiliam dan anak-anak Risma di sana.
“Maafkan Risma ma. Risma memang sudah pindah ke kota ini. Tapi..”
“Apa? Jadi kamu sudah pindah? Dan nggak ngabari mama?” teriak Resti terkejut membuat Heru dan Wiliam mengalihkan atensinya.
“Kamu pindah kekota ini sayang?” tanya Heru terkejut bukan karena teriakan istrinya tapi karena ucapannya.
“Iya opa, kita sudah pindah dan punya rumah baru” jawab Randi senang.
“Iya, ada ayunannya duda. Oma dan oma main ya nanti ke lumah bayu Yama” tambah Rama.
“Iya sayang” Heru membelai rambut Rama.
“Kalian sudah makan siang?” tanya Resti.
“Sudah ma. Tadi kita makan siang di rumah Kak Wili. Maaf ya ma?” ucap Risma tidak enak.
“Nggak apa-apa sayang. Kalian mau datang saja mama dan papa sudah senang”
Risma mengeluarkan undangan khusus dari dalam tasnya.
“Ini ma, besok datang ya? Risma membuka cafe kecil-kecilan. Besok launchingnya. Mama dan papa bisa kan?”
“Insya Allah ya sayang. Kalau weekend sih biasanya bisa. Tapi mama usahakan, kalau papa nggak bisa, biar mama potong burungnya”
Glek. Heru menelan ludahnya kasar. Matanya melihat istri dan bagian bawah tubuhnya secara bergantian. Begitulah kalau emak-emak sudah bersabda, bapak-napak langusng kicep seketika. Hahahahaha.
“Kita akan datang kok sayang. Iyakan ma?” ucap Heru ingin menyelamatkan aset yang paling berharga yang dimilikinya. Tanpanya, Heru tidak akan bisa lagi merasakan nikmatnya surga dunia.
“Risma senang kalau mama papa bisa datang. Tadi mama dan papanya Kak Wili juga berjanji akan datang. Kalian bisa kenalan nantidi sana. Bagaimana mama, papa?”
“Boleh. Siapa tahu juga malah udah kenal, hanya saja tidak tahu kalau itu orang tua Wili” jawab Heru. Jika memang keluarga Wili adalah pengusaha, kemungkinan besar mereka sudah saling kenal meskipun cuma sekedar tahu.
Mereka terus bercanda dan bermain hingga pukul dua siang. Rama berkali-kali sudah menguap.
“Ma, biar Rama saya Risma. Sepertinya dia mengantuk” Risma menggendong Rama dan menepuk-nepuk bokongnya. Lagu anak-anak dan lagu-lagu nasional Risma kumandangkan untuk menina bobo Rama. Ibu bayangkhari beda ya caranya menina bobokan anak-anak. Jiwa patriotismenya tinggi. Makanya lagu yang keluar juga lagu-lagu nasional. Kalau bunda yang menina bobokan anak-anak. Lagu yang keluar dari mulut adalah “Tarik sis semongko”. Bukannya tidur anak-anak malah joget. Heheheehe.
Risma melangkah menuju kamar yang ditunjuk Resti. Kamar tamu yang menjadi tujuan Risma karena kamar itu yang peling dekat dengan ruang keluarga. Risma ikut merebahkan tubuhnya dan bersenandung lagu Syukur ciptaan Husein Mutahar.
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
KehadiratMu Tuhan
Dari yakinku teguh
Cinta ikhlasku penuh
Akan jasa usaha
Pahlawanku yang baka
Indonesia merdeka
Syukur aku hanjukkan
Ke bawah duli tuan
Dari yakinku teguh
Bakti ikhlasku penuh
Akan azas rukunmu
Pandu bangsa yang nyata
Indonesia merdeka
Syukur aku hanjukkan
Kehadapanmu tuan
Suara lirih nan merdu bundanya membuat Rama langsung nyenyak dan Risma meninggalkan putra bungsunya setelah mengecup kening dengan sayang. Risma menghampiri papa mertuanya dan Wiliam yang sedang bercengkerama di ruang tamu.
“Kak Wili” panggil Risma.
“Iya?”
Panggilan Risma pada Wiliam membuat Heru menatap menantunya dan memasang wajah keponya.
“Kak, sepertinya kami akan menginap. Rama sudah tidur, tadi waktunya tidur dia masih main. Randi dan Riana sepertinya juga masih senang bermain dengan omanya. Risma yakin kalau opanya juga pengen main dengan ketiga cucunya. Nggak apa-apa kan kalau besok pagi kakak jemput Risma lagi?”
“Kamu benar nak. Papa juga belum puas main dengan cucu-cucu opa. Dimonopoli tuh sama mama kamu. Tenang saja, besok biar diantar sama sopir papa. Kalau nak Wili repot, nggak perlu dipaksakan untuk menjemput Risma dan anak-anaknya” ucap Heru senang karena menantu dan cucunya akan menginap.
“Baiklah. Kalau begitu, kakak pulang aja. Nggak perlu nunggu kamu kan?” Risma mengangguk.
“Aku panggilkan mama dan kembar dulu. Mereka bisa nyariin kalau nggak dipamitin” ucap Rismadan berlalu guna memanggil mama mertuanya dan anak kembarnya. Tak lama kemudian, Risma kembali bersama Resti dan kembar R.
“Om Wili nggak ikut nginap di sini?” tanya Riana yang paling dekat dengan Wili.
“Maafkan om ya sayang. Om banyak kerjaan.janji besok om akan jemput kalian dan kita belanja juga bantu bunda menata cafe. Gimana?”
“Baiklah. Janji ya jemput kami” Riana menyodorkan kelingkingnya pada Wiliam.
“Janji” Wiliam menyambut kelingking Riana. Senyum kebahagiaan tergambar jelas di wajah Riana. Kemudian Riana menyalami Wiliam dan mengecup pipi pria itu. Wiliam membalas kecupan Riana di keningnya.
“Hati-hati om” Randi menyalami Wiliam setelah drama antara Riana dan Wiliam selesai.
Wiliam pamit pada Heru dan Resti. Tidak lupa juga menyalami keduanya sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan kediaman Permana.
Setelah kepergian Wiliam, Risma pamit untuk menidurkan kedua anak kembarnya. Risma tidak ingin anak-anaknya nanti tidur sebelum shalat isya’. Risma memang membiasakan anak-anaknya untuk disiplin waktu sejak dini. Meskipun begitu, Risma kadang melonggarkan kedisiplinannya seperti saat ini. Risma membiarkan Randi dan Riana sedikit telat tidur siang karena selepas dluhur, mereka baru tiba di rumah keluarga Permana.
“Anak-anak sudah tidur Ris?” tanya Resti saat Risma mendaratkan bokongnya di sofa.
“Sudah ma. Nanti Risma banguninnya agak sorean. Pasti mereka capek”
“Benar itu. Tidur yang cukup memang penting buat pertumbuhan anak-anak usia emas seperti mereka”
“Iya ma”
“Menurut kamu, Nak Wiliam itu bagaimana?” tanya Heru membuat Risma mengerutkan keningnya.
“Kak Wiliam selama ini baik sama Risma juga anak-anak. Bahkan bagi mas Erik, kak Wili itu sudah seperti kakaknya. Apalagi baik Kak Wili dan Mas Erik sama-sama nggak punya saudara laki-laki” Risma tersenyum mengingat keakraban mereka bertiga. Terlebih kalau Erik pulang dari misi dan berrtepatan dengan kedatangan Wiliam. Sudah dipastikan Wiliam yang repot dengan triple R, sedangkan Erik akan memadu kasih dengan Risma. Tanpa sadar, Risma senyum-senyum sendiri mengingat saat-saat itu.
“Ris, kamu baik-baik saja? Kenapa senyum-senyum sendiri?” Resti melambai-lambaikan tangannya membuat Risma tersadar.
“Eh iya Ma?” gagap Risma.
“Kamu kenapa?”
“Eh nggak apa-apa ma” Risma menjawab dengan malu-malu. Nggak mungkin kan kalau Risma jawab jujur mengingat syik asyik dengan Erik. Namun sesaat kemudian, Risma menunduk dan terisak. Resti dan Heru saling pandang. Resti meraih tubuh menantunya dan membekapnya dalam pelukannya.
“Kamu kenapa?” Resti mengelus lembut punggung Risma.
“Risma ingat Mas Erik ma” isak Risma. Hidup belasan tahun dan tiba-tiba ditinggalkan tanpa pesan dan kesan terakhir, serasa dipisahkan paksa tanpa bisa menyapa lagi. Jika hanya pisah tempat, dengan kecanggihan ponsel bisa bertukar suara dan wajah. Tapi ini berpisah dunia, ingin bersua hanya dengan do’a. Bila rindu hanya mampu mengenang.
“Ikhlaskan sayang” Resti ikut terisak. Sebagai seorang ibu, tentu saja dia juga merasa kehilangan. Terlebih Erik adalah anak satu-satunya.
“Risma ikhlas ma, pa. Tapi Risma masih belum bisa sepenuhnya keluar dari bayang-bayang mas Erik”
“Mama dan papa paham. Tapi hidup harus terus berlanjut. Langkah kamu untuk meninggalkan rumah di kampung sudah benar. Harus terus semangat dan tidak boleh terpuruk terlalu lama. Oke” Heru memberi semangat Risma.
Dalam hatinya pasti juga sama seperti Risma. Kenangan saat Erik kecil selalu terlihat di mata Heru. Apalagi wajah Rama adalah duplikat dari Erik. Sungguh rasanya Heru ingin meminta Rama agar tinggal dengannya untuk mengobati rasa rindunya pada Erik. Namun Heru tidak mungkin memperlihatkan hal itu pada istri dan menantunya.
Menjadi seorang pria kadang memang dituntut untuk menjadi kuat walaupun dia butuh sandaran. Namun, predikat kepala rumah tangga yang melekat padanya menuntut dirinya untuk menjadi pria kuat. Semuanya adalah untuk keluarga tercintanya.
*****
Ketemu lagi sama bunda di novel DUREN ANTIG. Novel ini selow update seperti novel-novel sebelumnya. Bagi readers baru yang belum membaca novel bunda sebelumnya, boleh dikepoin dengan klik profil dan pilih novel yang ingin dibaca. Ada PERNIKAHAN DADAKAN, OH SUAMIKU dan TUAN MUDA NYANTRI NONA MUDA JADI BU NYAI.
Jangan lupa untuk Like, Komentar, Vote, Beri Hadiah dan Rating Bintang limanya. Terimakasih karena sudah bersedia mampir. Salam sayang dari bunda untuk readers semua.
*****
NEXT
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rinjani
hahaha anak2 saya biasa saya nyanyikan nina bobok ..sholawat dan instrumen🤣🤣🤣🙏🙏
2023-03-21
0
Kurnit Rahayu
😭😭😭😭 Thor kmu kejam bnget ne critay bkin trmhek2 tw
2021-12-16
1
🎮 ⏤͟͟͞ROcthie ଓε⚽🏚€
Seorang ayah tidak akan menunjukkan sisi lemahnya dihadapan istri dan anaknya
Ayah terhebat 👍👍👍👍
2021-10-15
4