Do’a bersama terus dilakukan sampai hari ke tujuh. Di hari kedua, Risma sudah bisa membantu di dapur. Anak-anaknya sudah mulai tenang. Untuk hal anak-anak, untungnya ada Wiliam yang bisa diandalkan. Menu hari-harinya juga berbeda-beda. Mulai dari nasi sayur lodeh tahu tempe telur di hari pertama, nasi pecel dengan lauk telur dan tempe dihari kedua. Soto ayam, nasi campur, lontong sayur, ayam rica-rica dan terakhir adalah rawon. Hari ke tujuh menjadi hari paling ramai diantara hari-hari yang lain. Rekan kerja dari almarhum suaminya datang dengan membawakan banyak daging sehari sebelum acara tujuh harian. Akhirnya menu yang sudah ada berubah. Awalnya mereka akan membuat rawon untuk makan setelah do’a bersama. Dan untuk ayamnya, akan mereka masak bumbu merah sebagai pelengkap nasi dalam kotak dengan istilah berkat. Karena mendapat banyak daging dari rekan Erik, akhirnya rendang yang menjadi lauk pelengkap nasinya.
“Kita buat nasi kotak berapa mbak Risma?” tanya bu RT.
“Seratus limapuluh bu” jawab Risma karena takut kurang nantinya. Ya, nasi kotak yang awalnya hanya akan membuat seratus menjadi seratus limapuluh untuk berjaga-jaga jika nantinya rekan Erik yang datang sangatlah banyak. Jika sisa, bukan menjadi masalah. Para tetangga biasanya ada yang mau membawa doubel untuk kerabatnya yang tidak bisa hadir atau untuk mereka yang anggota keluaraganya banyak. Masih ada panti aushan di ujung desa yang siap menerima makanan dengan senang hati. Jadi, di desa tempat Risma tinggal tidak ada yang merasa bingung jika sisa makanan masih banyak saat mempunyai acara.
“Terimakasih atas kehadirannya mendo’akan almarhum. Saya minta maaf jika semasa Mas Erik hidup ada salah pada rekan-rekannya. Saya minta keikhlasan hatinya” ucap Risma saat mengantar kepergian rekan-rekan Erik.
“Tidak ada yang salah dari kapten Erik. Beliau adalah orang baik. Pemimpin dan rekan yang baik. Jujur kami sangat kehilangan beliau” jawab salah satu mewakili semuanya.
“Terimakasih. Saya juga berterimakasih atas bantuannya selama ini. Hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan rekan semuanya”
“Amin. Insya Allah empatpuluh harian beliau, kami usahakan untuk hadir”
Setelah basa-basi dan mengobrol ringan, mereka pulang dan menyisakan Risma sekeluarga dan Wiliam beserta bi Ani.
“Bi, besok saya akan kembali ke kota. Bibi di sini menemani mereka ya?” ucap Wiliam dan diangguki oleh Bi Ani.
“Oh ya kak Wil. Bisakah kak Wiliam mencari informasi tentang rumah keluarga Angara yang ada di kota? Kalau memungkinkan, kami ingin tinggal di sana saja” pinta Risma setelah mengingat bahwa mendiang orang tuanya pernah membeli rumah di kota.
“Kak Wil lakukan. Jangan lupa kabari kakak kalau ada apa-apa” pesan Wiliam dan mendapat jawaban dua jempol dari Risma.
*****
Acara empatpuluh harian mendiang Erik berjalan dengan lancar. Lusa Risma akan ikut Wiliam ke kota. Wiliam sudah mengaturnya dari seminggu yang lalu. Masalah rumah yang ditanyakan Risma, ternyata memang benar papa dan mama Risma membeli rumah di kota. Berdasarkan info yang Wiliam dapatkan, rumah tersebut atas masih atas nama mendiang ayahnya, Imam Anggara.
“Setelah samai kota, kita temui notaris yang dulu mengurus surat tanah rumah itu. Ada hal yang ingin disampaikan katanya” ucap Wiliam saat membantu Risma berkemas.
“Berhubungan dengan ayah?” tanya Risma sudah bisa menebak.
“Mungkin ada hubungannya dengan rumah itu”
“Dulu saat ayah membeli rumah itu, ayah bilang bahwa suatu saat nanti, rumah itu pasti dibutuhkan. Ayah juga berencana pindah ke kota agar nasibnya menjadi lebih baik. Namun sayang, sebelum ayah dan ibu pindah, kecelakaan terjadi hingga mereka meninggalkan dunia ini untuk selamanya” ucap Risma sendu.
“Semua pasti ada hikmahnya” hibur Wiliam dan mengusap pundak Risma.
“Rumah itu bahkan Ria tidak tahu. Bagaimana kamu tahu?” tanya Wiliam penasaran.
“Kak Ria tahu. Hanya saja dia tidak tahu dimana tempatnya dan tidak ingin cari tahu. Begitulah dulu kak Ria bilang” jawab Risma sesuai apa yang Ria ucapkan dulu.
“Memang agak jauh sih dari tempat kerjanya. Itu mungkin yang bikin dia malas. Dia sudah nyaman dengan tempat kosnya” tambah Wiliam dan Risma mengangguk.
“Oh ya Ris, kakak sudah menyewa jasa cleaning selama lima tahun kedepan. Mereka akan membersihkan seluruh rumah setidaknya seminggu sekali sampai dua kali. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Rumah ini akan selalu terjaga”
“Terimakasih ya kak Wil” ucap Risma terharu.
“Sekolah untuk si kembar juga dekat rumah keluarga Anggara. Kak Wil pilihkan lokasi yang bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki dari rumah”
“Sekali lagi terimakasih ya kak Wil. Risma janji suatu saat nanti, pasti Risma akan balas semua kebaikana kakak selama ini” Risma sudah berkaca-kaca mendapat erhatian dari Wiliam.
“Jangan pikirkan. Kamu adalah sahabat sekaligus adik kakak, jadi jangan sungkan ya?” Wiliam mengacak rambut Risma.
Hari cepat berlalu dan tiba saatnya mereka meninggalkan desa yang penuh dengan kenangan baik itu manis ataupun pahit. Risma bertekad akan bangkit dan menjadi ibu sekaligus ayah untuk ketiga anaknya. Risma yang dulunya hanya seorang ibu rumah tangga harus menjadi tulang punggung nagi keluarga kecilnya.
“Aku pasti bisa” tekad Risma saat menginjakkan kaki pertamanya di kota S ini.
“Sudahlah, kamu pasti bisa. Nanti aku bantu sebisanya” ucapWiliam.
“Jangan kak. Aku ingin mandiri. Janji nanti jika aku butuh bantuan, aku akan menghubungi kakak” tolak Risma dengan halus. Sudah terlalu banyak bantuan dari Wiliam untuknya. Sudah cukupdan tidak boleh terlalu bergantung padanya. Mungkin suatu hari nanti akan membutuhkan bantuan dari Wiliam. Itu Risma lakukan saat situasi terdesak dan tidak punya pilihan lain.
“Bunda, kita akan tinggal di sini?” tanya Riana yang berjalan menggandeng tangan bundanya.
“Iya sayang. Kakak juga akan sekolah di sini. Semoga kehidupan kita menjadi lebih baik lagi. Amin”
“Randi dan Rama, kenapa diam saja sayang?” tanya Risma melihat kedua putranya hanya diam tanpa kata sepanjang perjalanan.
“Randi hanya lelah bunda” jawab Randi lesu.
“Yama antuk bunda”
“Ya sudah. Kalian bisa tidur di mobil. Itu mobilnya sudah datang” ucap Wiliam dan benar saja, sebuah mobil dengan kapasitas penumpang sepuluh telah berhenti tepat dihadapan mereka. Dengan langkah tergesa, Rama dan Randi langsung masuk begitu pintu dibuka oleh sopir. Mereka berdua mencari posisi paling nyaman untuk tidur. Risma dan Wiliam juga Bi Ani menggelengkan kepalanya melihat tingkah Randi.
Benar saja, belum juga perjalanan mencapai sepuluh menit, baik Randi ataupun rama sudah berpetualang ke alam mimpi. Sedangkan Riana masih dalam mode mengantuk sambil menyenderkan dirinya ke dada Risma.
“Sayang ngantuk juga? Mau tidur seperti adek dan abang?” tanya Risma dengan lembut.
“Iya bunda. Tapi maunya senderan pada bunda” rengek Riana dengan suara seraknya menahan kantuk.
“Iya. Sini tidur di baha bunda. Yang nyenyak ya sayang”
Dengan penuh kelembutan, Risma mengusap rambut Riana dan menyanyikan lagu jangan menyerah dari D’masiv dengan suara merdunya. Lagu favorit Risma kala penat menerjang. Lagu ini membuat Risma kembali bangkit dan percaya akan kekuasaan Allah. Lagu yang menjadi moodboster dari seorang Kharisma Permana.
*****
Ketemu lagi sama bunda di novel DUREN ANTIG. Novel ini selow update seperti novel-novel sebelumnya. Bagi readers baru yang belum membaca novel bunda sebelumnya, boleh dikepoin dengan klik profil dan pilih novel yang ingin dibaca. Ada PERNIKAHAN DADAKAN, OH SUAMIKU dan TUAN MUDA NYANTRI NONA MUDA JADI BU NYAI.
Jangan lupa untuk Like, Komentar, Vote, Beri Hadiah dan Rating Bintang limanya. Terimakasih karena sudah bersedia mampir. Salam sayang dari bunda untuk readers semua.
*****
NEXT
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
🐝⃞⃟𝕾𝕳𝕸𝖗𝕼𝖎𝖚𝖖𝖎𝖚🦐⚔️⃠
semangat
2021-11-08
1
Ririn hiat
pasti bisa bangkit ya Risma jangan menyerah
semangat....
2021-11-08
1
🎮 ⏤͟͟͞ROcthie ଓε⚽🏚€
Semangat Risma, akan terbit pelangi setelah hujan reda.... 🤗🤗🤗
2021-10-13
4