Rahma memperhatikan aktifitas bongkar barang dari mobil box miliknya Ko Achong. Berupa belanjaan bahan-bahan kue untuk stok di gudang dan persiapan mengolah pesanan Bu Puput yang akan diproses mulai hari ini. Ada Sandi yang bertugas mengecek ulang daftar belanjaan sesuai rincian yang ada di faktur pembeliaan.
"Ko, tumben-tumbenan ikut nganterin?" Rahma menoleh ke arah koko yang berdiri di sampingnya, sedang memberikan intruksi kepada sopir agar hati-hati menurunkan dus berisi coklat bubuk dan gula halus.
"Sengaja pengen ketemu kamu. Mau minta kue gratis."
"Si koko bisa aja." Rahma terkekeh dengan jawaban santai pria Tionghoa bernama asli Andreas Chong. Tapi pria sipit itu lebih familiar dipanggil ko Achong sesuai nama toko grosir miliknya Toko Achong.
"Nih masih pada anget, ko." Rahma menyimpan sepiring aneka jajan pasar di meja tempatnya duduk bersama ko Achong. Acara bongkar sudah selesai
"Yes. Bener-bener rejeki nih." Ko Achong menggosok-gosok telapak tangannya dengan mata berbinar. Ia mulai mencicipi lontong isi daging sapi yang masih hangat digabung dengan risoles isi telur puyuh yang kulitnya terasa lembut saat dikunyah. Tak lupa gigitan cabe rawit menambah merem melek si mata sipit itu.
Membuat Rahma mengulum senyum melihat ekspresi wajah koko yang kini pipinya memerah sebab kepedasan. "Ekspresinya biasa aja, ko." Ia tak kuat menahan tawa sebab kini pria tampan berkulit putih itu melotot sambil mengipas-ngipas mulut dengan tangan. Akhirnya tawanya lepas begitu saja dengan renyah.
"Nih minum!" Rahma mendekatkan gelas berisi teh celup aroma melati. "Sok jagoan makan rawit sampai 2 gitu." lanjutnya sambil menggeleng dengan sisa tawa yang masih terlepas.
Koko menghembuskan nafas lega dengan bibir yang merah sebab rasa pedas masih menempel. "Abisnya enak sih." Giliran koko yang tersenyum usai meneguk minumannya. Ia menatap lembut wajah Rahma yang kini menahan senyum dengan menutupkan tangan ke bibir. "Aku seneng liat kamu ceria lagi seperti dulu. Gitu dong semangat, kamu masih punya Dika."
Rahma menurunkan tangannya. Senyum yang menggantung kini mengendor begitu mendengar ucapan koko.
"Alhamdulillah, ko. Dukungan keluarga membuat aku kuat. Terutama Dika, moodboster banget."
Suasana mendadak hening sesaat.
"Lagi suntuk di toko." Koko memecah keheningan sambil melanjutkan mencomot kue bika yang harum aroma jeruk purut. "Apalagi ada Mami baru datang dari Jakarta. Nodong nanyain pacar yang katanya mau dikenalin. Berisiknya kayak nagih utang." Pungkasnya sambil menepuk jidat.
Rahma terkekeh. Ia mengenal Koko sebagai temannya Malik saat di Jakarta. Yang lalu memilih resign dari pekerjaannya di bank swasta, untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha dagang orang tuanya di Bandung.
"Salah sendiri php in Mami kamu. Wajar nagih terus." Sahut Rahma yang lalu memperlihatkan layar ponselnya untuk konfirmasi sudah membayar total tagihan belanjaannya via transfer m-banking.
Koko mengangguk usai melihat layar ponsel Rahma. "Susah nyari cewek yang cocok diajak nikah. Kalau cocok diajak main, banyak."
"By the way, diundang Melisa anaknya Bu Puput kan?" Lanjut koko memastikan. Ia mengenal anaknya Bu Puput sebagai teman SMA nya.
Rahma mengangguk.
"Mau berangkat bareng? Nanti aku jemput."
Rahma menggeleng. "Nggak usah. Aku berangkat bareng Ayah dan Uma. Undangannya keluarga." Ia terpaksa berbohong demi menolak ajakan koko secara halus.
"Oke. Cabut ah, udah kenyang. Thanks makanan gratisnya. Mantap." Koko mengacungkan jempolnya sambil bersiap pergi.
"Sebentar, Ko. Aku mau nitip buat Mami ya." Rahma menahan Koko untuk menunggunya mengemas aneka kue untuk mami nya.
"Duh, jadi enak kalau gini." Koko menerima kantong plastik berisikan 1 dus aneka kue dengan candaan.
"Makasih ya, Rahma. Sukses terus usahanya."
Rahma mengangguk. "Salam sama Mami."
****
Pembeli keluar masuk meramaikan suasana toko. Ada yang take away atau pula yang menikmati jajanan sambil bersantai di meja-meja yang tersedia di area depan toko dengan sekat kaca yang tembus pemandangan lalu lintas jalan raya.
Rahma memeriksa kerapihan dan kebersihan penataan aneka kue dalam display kaca. Lalu menyuruh Lia mengelap kaca dari dalam yang tampak beruap sebab karyawamnga itu memasukkan kue yang masih panas.
"Brownies di sebelah mana ya, teh?"
Rahma menolehkan wajah ke asal suara. Tampak 2 orang perempuan berhijab tengah bertanya di kasir. Ia bisa menangkap gestur, jika 2 orang itu baru pertama datang ke tokonya.
"Teteh mau nyari brownies? sebelah sini." Rahma berinisiatif mendahului menjawab, memotong ucapan Fitri yang sudah membuka mulut.
Ia tersenyum lebar sambil membantu menunjukkan letak brownies dalam kemasan dus. "Ada yang kukus dan pangggang. Ada beberapa varian rasa. Silakan dipilih...." Pungkasnya dengan penuh keramahan.
"Wah banyak varian jadi bingung milih." Pengunjung yang tak lain adalah Sarah dan Olla tampak mengkerutkan kening. "Iyan mana, La. Dia kan yang tahu dulu beli yang mana buat Umi."
"Masih di luar kayaknya. Bentar aku susulin."
"Bentar ya teh. Soalnya saya nggak tahu harus beli yang mana. Disuruh mertua." Ujar Sarah terkekeh sambil menatap Rahma yang berdiri menghadap rak display.
"Santai aja teh." Rahma tetap memasang senyum ramah. "Teteh bisa jalan-jalan dulu lihat-lihat kue yang lainnya," lanjutnya sambil menunjuk sekeliling yang berderet rak display.
"Lia, bawa sini 1!" Rahma memanggil Lia yang akan menyimpan box bika ambon di rak depan.
"Nah, ini fresh from oven. Kata konsumen yang udah langganan, rasanya enak bikin ketagihan." Promo Rahma mengulurkan box bika ambon ke tangan Sarah.
"MasyaAllah, ini wangi jeruknya terasa banget." Sarah membuka penutup box yang kemudian tercium aroma wangi. "Masih anget lagi. Saya coba 1 deh. Kalau enak, nanti beli lagi buat oleh-oleh pulang." Pungkasnya sambil menutup lagi kemasan box.
"Oh bukan orang Bandung, ya?!" Rahma memberikan keranjang tempat menyimpan jajanan yang akan dipilih.
"Saya tinggal di Bekasi. Ke Bandung lagi berkunjung ke mertua. Makanya pas disuruh beli brownies, nggak tahu belinya di mana. Nah itu dia orangnya yang harus pilihin..."
Rahma mengikuti arah pandangan tamu pembelinya itu. Dua orang beriringan masuk. Dan ia fokus mengunci pandangan pada sosok pria tinggi yang berjalan paling belakang. Pria yang juga menatapnya sambil mengulas senyum.
"Yan, dulu kamu beli yang mana nih?"
"Brownies kukus ori. Brownies panggang topping almond, sama bolen keju. Beliin juga kue yang lainnya untuk orang dapur teh. Aku yang bayar semuanya."
"Beli bika ambon ya, Yan?"
"Boleh. Apa aja boleh."
"Yeay si ganteng yang baik hati lagi nraktir unlimited. Sikat, La..."
"Aku mau ini ah, red velvet."
Rahma mendengar dengan jelas semua percakapan ketiga orang itu. Tak tahu kenapa ia masih berdiri terpaku diantara mereka. Ia bahkan harus menunduk pura-pura sibuk merapihkan pajangan untuk menghindari beradu tatap dengan pria yang menjawab pertanyaan namun dengan tetap memandang ke arahnya.
.
.
"Mbak, saya mau pie buah. Di mana ya?" Mizyan kini mulai menyapa Rahma. Sebagai mantan player, ia tahu pasti jika Rahma sedang pura-pura sibuk, padahal menutupi salah tingkah.
"Itu---"
"Bisa dianter, mbak?!"
Rahma mengangguk dengan tersenyum kikuk. Ia berjalan mendahului dengan hati yang menggerutu.
Kenapa harus ketemu dia lagi.
"Silakan." Ia berhenti di depan etalase full kaca khusus pajangan aneka kue tanpa kemasan. "Kalau beli satuan pakai plastik ini, kalau beli 10 pakai box ini."
"Dika di mana, Bun? Boleh ketemu nggak?" Mizyan mengabaikan penjelasan sang owner toko. Ia malah mulai beraksi memancing reaksi Rahma.
"Dika ada di rumah. Maaf saya tinggal dulu, masih banyak pekerjaan."
"Eh bentar dulu." Mizyan menjegal jalannya Rahma. "Please, ambilkan 10 ya, Bun. Saya nggak bisa rapih nyusunnya."
Ia bukannya mendapat servis. Namun mendapat tatapan galak dari wajah cantik yang saat tadi terlihat ramah dan penuh senyum menyambut Sarah dan Olla. Ia tahu pasti, sebab ia menikmati senyuman itu dari balik kaca luar.
"Hei, kamu udah pikun ya?" Rahma menghardik dengan suara rendah takut terdengar pengunjung lain. "Sudah saya bilang jangan panggil begitu." pungkasnya dengan ketus sambil menyerahkan box yang sudah diisi 10 pie buah.
"Ups." Mizyan menutup mulutnya dengan mimik kaget. "Aduh iya, maaf kok bisa lupa. So, sorry," Ia menatap Rahma dengan sorot penyesalan.
"Kalau mau bayar, di sana kasirnya." Rahma tidak menanggapi namun mengalihkan pembicaraan sambil berlalu meninggalkan pria yang menurutnya menyebalkan itu.
Mizyan bukannya tersinggung ditinggalkan begitu saja. Malah mengulum senyum merasa dapat hiburan yang membuat hatinya membuncah bahagia.
"Kak Iyan, teh Sarah ngajak nyantai dulu di sana."
Kedatangan Olla membuyarkan senyum yamg masih menghias wajah. Ia menetralkan kembali ekspresinya agar tak ada orang yang tahu akan perasaannya saat ini.
"Oke."
.
.
Rahma mendudukkan bo kong dengan keras di kursi kerjanya di lantai 2. Emosi yang tiba-tiba muncul siang hari membuat energinya serasa terkuras sampai sebotol air minum dalam tumbler diteguknya habis. Ia mengurut pelipisnya sambil berucap istigfar berulang-ulang untuk menormalkan kembali suasana hati.
Ia alihkan pandangan menatap layar LED yang menggantung di dinding. Enam CCTV menampilkan tiap sudut yang terpantau kamera.
Pandangannya terpusat pada kamera 3. Pada meja di mana pria menyebalkan itu sedang tertawa-tawa dengan seorang wanita yang tadi ia temui di bawah.
Hm, tadi yang lebih tua mungkin kakaknya cewek ini.
Rahma membuat praduga sambil mengetuk-ngetuk jari ke meja.
Cewek ini mungkin pacarnya. Happy banget ketawa-ketawa.
Tanpa sadar, Rahma tersenyum sinis.
Dasar buaya.
Bisa-bisanya genit sama aku padahal lagi jalan sama pacar.
Rahma terlonjak dari duduknya sampai punggungnya tegak. Merasa kaget sebab pria menyebalkan itu kini tengah mendongak menatap camera. Seolah kini ia dan dia sedang bertatap-tatapan. Dia tersenyum manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
muth yasin
ketus tapi mau
2024-10-04
0
muth yasin
aduduuuuh yang perhatian
2024-10-04
0
Mmh dew
❤🧡💛💚💙💜LOVE
2024-08-03
0