Mizyan meraih Dika, mengangkatnya ke udara sehingga anak itu tertawa riang dengan matanya yang terpejam antara senang dan takut. Ia menggendong dan mencium pipi bakpau yang sangat menggemaskan itu.
"Kakeknya mana? Kok Dika main sendiri?" Ia merapihkan rambut Dika yang sedikit berantakan sebab tadi diangkat ke udara.
"Tate agi nelepon nda (kakek lagi nelpon bunda)." Dika menunjuk ke arah kakeknya yang berdiri di dekat air mancur.
"Oke. Kita samperin kakek ya. Dika jangan jauh-jauh mainnya, nanti kakek susah nyarinya."
"Ayah mo pulang?"
Mizyan menatap kedua bola mata bening yang tersirat kerinduan akan sosok ayah. Ia berpikir sejenak. Anak ini masih kecil untuk diberi pengertian jika sang ayah sudah meninggal.
"Hmm, Om rumahnya di sini. Nanti kita ketemu lagi minggu depan ya, boy."
"Dika ke sini lagi sama kakek, okay?"
Dika tidak menjawab. Hanya tangan mungilnya terulur menyentuh rahang Mizyan, menggosok-gosoknya. Mungkin permukaan rahang yang kasar dengan titik-titik hitam itu membuat Dika merasa punya mainan baru.
Mizyan menurunkan Dika tepat di depan Ayah Badru yang baru selesai bertelepon.
"Wah, Dika...Dika. Ngerepotin Om lagi ya." Ayah Badru mengusap-ngusap puncak kepala cucunya itu sambil geleng-geleng kepala
"Nggak apa-apa kok. pak. Saya lihat Dika di halaman masjid menghampiri saya. Katanya kakek sedang menelpon."
"Maaf ya, nak. Saya baru menelpon ibunya dan neneknya. Ternyata belum keluar. Masih betah di atas, katanya," lanjutnya menatap Mizyan dengan sungkan sebab sudah direpotkan oleh ulah Dika yang tidak bisa diam.
Sesudah cukup basa basi, Mizyan pamit terlebih dulu. Tak lupa melakukan high five dengan Dika. Ia menuju paviliun tempat tinggalnya. Tak ada jadwal keluar sampai sore ini. Ia berniat melanjutkan membuat desain rumah 2 lantai type 80 diatas lahan seluas 120 m2. Baru juga membuka laptopnya, pintu paviliun di dorong dari luar. Dado masuk sambil berucap salam.
"A.Iyan, dipanggil Umi. Ditunggu sekarang juga katanya."
Mizyan menutup laptopnya kembali. Jika Umi atau Abah memanggilnya, ia akan meninggalkan pekerjaan apapun yang sedang dilakukannya. Ia masuk ke dalam rumah utama dengan berucap salam. Di ruang tamu sudah duduk Umi, Ratna istrinya Fakhri, dan Azis anak bungsunya Umi. Eits, tunggu. Ada 1 orang lagi yang tidak dikenal Mizyan yang duduk membelakangi arah masuk. Seorang wanita.
"Sini, Yan!" Azis menepuk bantalan kursi di sisinya yang masih kosong.
Mizyan menurut mendudukkan bo kongnya di sisi Azis yang baru saja istrinya melahirkan anak ke dua.
"Mizyan, umi mau ngenalin sama seseorang." Umi menatap Mizyan yang menganggukkan kepala penuh khidmat.
"Ini Violla. Keponakan Umi. Berarti adik sepupunya Fakhri dan Azis."
"Violla baru lulus kuliah di Al- Azhar, Kairo. Kalau orangtuanya tinggal di Bogor."
"Dia akan menjadi staf pengajar di sini. Paling mulainya setelah seminggu pengenalan lingkungan."
Umi beralih menatap gadis cantik berjilbab lebar yang duduk berhadapan dengannya.
"Violla, ini Mizyan yang sudah Uwa ceritakan tadi."
"Mizyan sudah Uwa anggap seperti anak sendiri."
"Uwa berharap kehadiran kalian berdua, ilmu yang kalian punya, menjadi sangat bermanfaat untuk memajukan pesantren."
"Maaf, Umi. Koreksi." Mizyan menyela dengan sopan. "Saya kan masih belajar mendalami Islam. Jangan samakan saya dengan..." Mizyan menoleh ke arah gadis berjilbab biru. "Violla," lanjutnya sedikit ragu.
Umi terkekeh mendengar jawaban Mizyan. "Kamu beneran tidak merasa sudah berjasa untuk pesantren?" Ujarnya dengan mata menyipit.
Mizyan diam menunggu kelanjutan perkataan Umi dengan menautkan kedua alis.
"Kamu tuh membawa berkah, Mizyan."
"Masjid menjadi bagus karya siapa coba. Anak-anak yang mondok makin banyak. Majlis ta'lim makin ramai jamaah. Itu karena kamu rajin beriklan di media sosial."
"Itu sama dengan syiar, Mizyan."
Mizyan terdiam dan tertunduk mendengar penjelasan Umi. Satu sudut hatinya menghangat, sebab hidup barunya mulai memberi manfaat untuk orang banyak. Alhamdulillah.
Usai berkenalan dengan Violla di depan keluarga Umi, Mizyan larut dalam pekerjaannya kembali. Baginya waktu teramat berharga, tak boleh terbuang percuma dengan bermalas-malasan. Jadwal Tahsin Al Qur'an secara privat dibimbing oleh Fakhri akan berlangsung jam 2 siang. Masih ada waktu untuknya membuat sketsa rumah sesuai request pemesan.
****
Mizyan menanggalkan baju koko dan sarungnya di kapstok usai berjamaah shalat isya. Ia melirik ponsel di atas kasur dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.
Oji? Ada apa dia telpon?!
Mizyan menatap layar ponsel yang menampilkan 5 miss caled dari nama yang sama. Oji.
Ingatannya melayang pada hobi dance on the floor nya bersama wanita-wanita seksi di club elit sampai dini hari. Oji adalah partner clubingnya. Tapi itu dulu.
Mizyan menggelengkan kepala dan berucap istigfar. Bayangan kelakuan buruknya di masa lalu membuatnya menghembuskan nafas kasar.
Baru juga ia akan menyentuh icon telepon, terdengar notif chat masuk dari Oji :
"Bro, di tunggu di hotel Belibis, 08.00 PM."
"Gue pengen ketemu."
Mizyan baru membacanya, belum membalasnya. Ia sedang mempertimbangkan antara datang atau tidak. Di satu sisi ia sudah lama tidak bertemu Oji, hampir 2 tahun lamanya. Sebab temannya itu bekerja di Singapura. Di sisi lain, ia khawatir Oji mengajaknya untuk clubbing sebab temannya itu tidak tahu kalau ia sudah menjadi mualaf.
"Oke."
Istiqomah. Begitu nasehat Abah yang tiba-tiba ia ingat. Sehingga ia memutuskan menyetujui permintaan teman lamanya itu.
Dengan mengenakan celana chino warna cream dan kaos hitam berbalut jaket kulit, Mizyan bergegas menuju pintu. Masih ada waktu 30 menit menuju hotel. Jika perjalanan normal, ia akan datang tepat waktu. Namun jika macet, tentunya akan menjadi molor.
"Wuahhh, Aa Iyan bade ka mana (mau ke mana)?"
Dado tiba-tiba sudah nampak di depan pintu begitu Mizyan membukanya. Membuat Mizyan menjitak kepala pemuda berkulit sawo matang itu sebab terkaget dengan penampakan dan suara kerasnya.
"Aku pergi dulu, Do. Ada urusan. Seperti biasa jangan tunggu aku pulang. Tidur duluan aja!"
Dado tidak menjawab. Ia malah geleng-geleng kepala dengan mulut menganga menatap dari ujung rambut sampai ujung kaki penampilan Mizyan. Tak nampak pria itu sudah berumur 30 tahun, malah terlihat sangat muda. Ia pun mengendus-ngendus aroma parfum yang sangat wangi. Yang belum pernah ia hirup aromanya kala mencoba-coba di pajangan minimarket.
"Do, denger nggak?!" Mizyan menepuk bahu Dado yang kini tersadar dari keterpukauan sambil tertawa cengengesan.
"Siap atuh boss."
"Aku bilang apa coba?"
"Dado jangan nunggu A Iyan pulang."
"Dado tidur duluan aja."
"Pinter." Mizyan mengacungkan jempolnya.
"Tapi kenapa A Iyan nggak nyuruh Dado tidur di kasur busa?"
Baru juga Mizyan memberikan pujian, kali ini ia harus mengelus dada lagi. "Do, yang itu nggak perlu disuruh lagi. Kamu emang harus terbiasa tidur di kasur busa, jangan di karpet aja. Nanti badan kamu pegal-pegal dan bisa masuk angin. Ngerti DADO?" Ia harus berkata perlahan dengan menekan kejengkelan agar ucapannya difahami Dado yang memiliki IQ dibawah rata-rata.
"Ooohhh, bilang atuh dari tadi." Jawab Dado dengan wajah tanpa dosa.
Mizyan melenggang keluar dari pintu. Ngobrol lama-lama dengan Dado bisa membuatnya darah tinggi. Ia menuju mobil yang terparkir di samping rumah utama. Menyatu dengan tempat terparkirnya mobil keluarga juga mobil operasional pesantren.
"Kak Mizyan."
Mizyan yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya, menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Hai, Violla."
"Panggil Olla aja, kak." Yang dipanggil Violla mendekat sambil mendekap sebuah buku di dadanya.
"Oke. Olla." Ulang Mizyan diiringi anggukkan. Ia melirik jam di tangannya. Waktunya sudah terbuang 5 menit sebab berbicara dengan Dado tadi.
"Kak Mizyan, mau pergi ya?"
"Iya, Olla. Maaf ya, aku buru-buru ada urusan." Mizyan menatap Violla dengan mengatupkan tangan di dada. Ini komunikasi pertama antara dia dan keponakannya Umi itu.
Olla mengangguk sambil mengulas senyum. "Hati-hati, kak. Jangan lupa berdoa!"
"Thanks, Olla." Mizyan melempar senyum dan melambaikan tangan sebelum masuk ke kursi kemudinya.
Notif pesan terdengar kala mobil berhenti di lampu merah. Ia merogoh ponsel di saku jaketnya.
Oji : "Room 202. Lantai 12!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Erna Masliana
mencurigakan...ah sok suudzon aku..
2024-04-26
0
lacibolalaaaaaa
asik bet dah gaya ngomongnya mizyan
2024-02-03
0
lacibolalaaaaaa
Allahu akbar
2024-02-03
0