Your Face Distracts My World (Wajahmu mengalihkan duniaku)
Mizyan urung melepas sarung dan baju koko usai shalat isya berjamaah, sebab Dado baru saja mengetuk pintu kamarnya. Pemuda bertubuh gempal itu mengabari jika dirinya dipanggil oleh Umi untuk ikut makan malam bersama. Hanya melepas pecinya saja, ia mengecek lagi penampilannya di depan cermin, merapihkan rambut dengan sela jarinya, sebelum keluar dari kamar.
Di ruang tengah tampak sudah berkumpul keluarga Abah dengan formasi lengkap, dua orang anak dan menantu serta 5 cucunya. Mizyan duduk sila di samping Azis yang duduk sambil menimang anak keduanya yang masih bayi berusia 2 bulan.
"Teh Ratna, kapan datang dari Tasik?" Mizyan menyapa istrinya Azis yang saat itu memilih tempat melahirkan di Tasikmalaya di rumah orangtuanya.
"Tadi sore, Yan." sahut Ratna sambil membantu Olla menata lauk pauk di tengah-tengah kumpulan orang yang duduk melingkar.
"MasyaAllah, cute, kang." Mizyan beralih memperhatikan bayi perempuan yang tengah mengerjap-ngerjapkan mata, sesekali bola mata coklat itu bergerak ke kiri dan ke kanan seolah memindai keadaan sekeliling yang masih asing.
"Makanya cepetan punya istri. Biar bisa ngerasain gendong anak." Azis terkekeh menggoda Mizyan yang tiap ditanya kapan mau nikah, hanya dijawab dengan cengiran.
"Nggak perlu nunggu punya istri. Sekarang juga bisa gendong. Siniin, kang." Mizyan mengulurkan tangan untuk meraih baby girl nya Azis.
"Ah, bener ini mah udah cocok jadi ayah." Sarah, istrinya Fahri ikut berkomentar melihat Mizyan menggendong baby Humaira meski masih tampak kaku. "Mau lamar siapa, Yan? Teteh mah siap nganter."
"Eh aku juga siap nganter dong." Ratna tak mau kalah mengompori. "Di Tasik ikan gurame udah gede-gede. Siap teteh sumbangin buat hantaran khitbah kamu, Yan."
"Disini yang jomlo ada 2. Noh...." Fahri menunjuk dengan dagunya ke arah Olla yang duduk di sisi Umi.
"Ih, apaan sih A Fahri." Olla memutar bola matanya sebab harus kena juga candaan kakaknya itu.
Mizyan hanya tertawa sumbang menanggapi guyonan anggota keluarga Abah itu yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
Abah berdehem. Sudah difahami oleh semuanya jika itu adalah kode untuk tak lagi berisik. Acara makan bersama pun dimulai dalam susana hangat kekeluargaan. Dan Mizyan selalu menikmati suasana makan seperti ini, duduk lesehan dengan makan tanpa menggunakan sendok garpu.
Usai acara makan, Azis mengajak Mizyan berpindah duduk di kursi teras. Ia mengeluarkan sebuah kertas dari saku bajunya dan mengulurkannya kepada Mizyan.
"Komunitas Hijrahku akan mengadakan kajian muda-mudi di masjid An Nur, terbuka untuk umum." Azis menjelaskam kertas berupa draft acara kajian yang tengah dibaca oleh Mizyan.
"Ini memang dadakan acaranya. Dan ketua Hijrahku minta tolong sama aku, ingin memgundangmu untuk sesi kisah inspiratif. Gimana bisa, Yan?"
"Kapan, kang?" Mizyan sudah tak kaget dengan undangan untuk berbagi kisahnya sebagai mualaf. Bahkan ia sudah pernah tampil live di salah satu stasiun tv pada acara kajian yang tayang setiap pagi.
"Dua waktu. Malam jumat dan malam ahad jam 8."
"Aku terima info udah dari jum'at kemarin, cuma kita baru ketemunya sekarang. Kurang afdol kalau bicara via telepon."
"Mereka meminta konfirmasi malam ini juga. Soalnya mau buat pamflet di instagramnya."
Mizyan meminta ijin sebentar ke paviliun untuk mengambil ponselnya. Sebelum memutuskan, ia harus melihat schedule yang tersusun di reminder ponselnya.
"Malam jum'at InsyaAllah bisa."
"Kalau yang malam ahad nggak bisa, kang. Ada undangan wedding.Temen aku yang di Jakarta nikah dapet orang Bandung. Aku udah janji akan datang."
Azis mengangguk. "Oke. Aku konfirmasi dulu kalau gitu."
****
Mizyan berpindah duduk lagi di gazebo yang ada di halaman belakang. Olla memberitahunya jika Abah ingin berbicara empat mata.
"Makasih, Olla." Ia tersenyum menatap Olla yang menghantarkan 2 gelas minuman bandrek untuk menemani suasana malam yang dingin.
"Sama-sama, kak." Olla balas tersenyum dengan wajah tersipu. Ia berlalu sambil memeluk nampan di dadanya dengan wajah sumringah dan senyum dikulum.
Mizyan memilih menunggu Abah untuk memulai bicara. Ia tidak berani bertanya kenapa dirinya dipanggil saking hormat dan khidmatnya kepada ulama bersahaja dan kharismatik itu.
"Ada sejumlah teori yang menyebutkan bahwa anak laki-laki yang tidak mendapatkan perhatian dan kehadiran ayahnya, seringkali mengalami kesedihan, depresi, hiperaktif, dan murung."
"Sementara anak perempuan yang tidak mendapat asuhan ayah akan cenderung individualis." Ustad Ahmad yang biasa dipangggil Abah oleh anak-anaknya mulai membuka suara. Untaian tasbih dengan butiran bulat berwarna coklat menghiasi jemari tangan kanannya sambil bergerak perlahan mengikuti kalimat dzikir dalam hati.
"Abah tidak menyalahkan ataupun membenarkan teori-teori itu. Karena lingkungan keluarga juga lingkungan pergaulan berperan sangat penting membentuk kepribadian."
"Abah hanya ingin menyampaikan kebenaran dari kaca mata Islam."
Mizyan mendengarkan dengan fokus semua ucapan Abah. Ia berpikir mungkin Abah akan memceritakan kisah teladan tokoh Islam.
"Sejarah Islam mencatat banyak orang besar yang justru menjadi yatim sejak kecil atau tumbuh tanpa kehadiran sosok orang tua. Mereka berhasil mengubah dunia."
"Nama yang tersebut pertama pastilah Rasulullah SAW. Ayahnya meninggal saat ia masih dalam kandungan. Ibundanya meninggal saat ia menginjak usia 6 tahun. Peran ayah kemudian digantikan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan pamannya Abu Thalib. Kedua figur pengganti sosok ayah lah yang menempa pribadinya menjadi luar biasa."
"Tak hanya para Nabi, banyak ulama yang juga ditakdirkan menjadi yatim sejak kecil."
"Yang paling masyhur adalah kisah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi atau yang dikenal sebagai Imam Syafi’i."
"Ayahnya meninggal saat ia baru berusia 2 tahun. Ibunya adalah sosok yang luar biasa. Merasa tak “sanggup” memberikan pendidikan yang layak, ia bawa Syafi’I kecil ke kampung halaman ayahnya di Makkah."
Abah menyeruput bandrek sebanyak tiga tegukkan sebagai jeda sebelum melanjutkan ceritanya.
"Di sana ia serahkan pendidikan putranya pada sosok-sosok luar biasa seperti Imam Muslim bin Khalid Az-Zanji, Imam Malik bin Anas, Imam Sufyan bin Uyainah. Dari guru-guru luar biasa ini, ia mendapat pengganti figur ayahnya."
"Hasilnya, di usia 9 tahun telah hafidz Alqur’an. Di usia 10 tahun hafal kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadis. Disebutkan kalau kitab itu dipelajarinya hanya dalam waktu 9 hari!"
"Di usia 15 tahun telah menjadi mufti kota Makkah, yang memungkinkannya memberikan fatwa dan mengajar di Masjidil Haram."
"Masih ada lagi kisah Imam Bukhari, Imam Hanbali, Imam Ibn Katsir, dan banyak lagi ulama yang ditakdirkan menjadi yatim sejak kecil. Namun mereka istimewa. Yatim bukan berarti kehilangan segalanya, karena Allah takdirkan mereka mengubah dunia."
"Maasha Allah." Abah tersenyum tipis diiringi binar mata kekaguman menerawang menatap langit pekat bertabur bintang. Ia lalu menatap Mizyan lekat-lekat.
"Kalau kamu Mizyan. Kamu bukanlah seorang yatim ataupun yatim piatu."
Mizyan menautkan kedua alisnya menatap Abah dengan rasa heran dan penuh tanya.
"Maksudnya gimana, Bah?" Ia akhirnya tak tahan untuk meminta penjelasan.
"Kamu pergi meninggalkan orang tua karena perceraian yang tidak kamu harapkan. Memberontak tanpa memberi jejak dan hidup berkelana mencari jati diri, sampai akhirnya hidayah mengantarmu menjadi seorang muslim."
Mizyan menundukkan kepala dalam-dalam. Perkataan Abah membukakan lembaran kelam masa remaja saat ancaman kaburnya tak berhasil menyatukan kembali orang tuanya. Dan ia benar-benar kabur tanpa menoleh lagi ke belakang.
"Apakah tindakan saya salah, Bah?" Ia mengangkat kepala menatap Abah yang meneguk bandrek yamg tersisa sampai tandas.
"Tidak ada yang harus disalahkan. Kisah masa lalu sudah terlewat. Dan kamu sudah menjadi manusia baru yang berguna dan menebar manfaat."
****
Dikamarnya, Mizyan merenungi ucapan Abah yang tak terasa berbincang sampai 2 jam lamanya.
"Ikhlaskan hati, buang rasa benci. Sekarang sudah waktunya mencari keberadaa ayah dan ibumu."
"Semoga ayah ibumu masih ada."
"Tunjukkan padanya jika kamu telah menjadi muslim yang soleh. Tunjukkan adab menghormati orang tua meski berbeda akidah."
Ia memejamkan mata. Berjanji pada diri sendiri untuk pulang ke kota kelahirannya sesegera mungkin. Namun langkah menuju tidur lelapnya terhalang oleh bayangan wanita cantik bermuka ketus.
"Jangan panggil saya Bunda!"
"Hanya Dika yang boleh manggil begitu."
Tanpa disadari, ia senyum-senyum sendiri dengan mata nyalang menatap langit-langit kamar yang menggambarkan wajah jutek seorang wanita.
Entah kenapa sejak mendapat protes itu, ia malah ketagihan untuk membuat kesal bundanya Dika itu.
Mizyan memilih bangun sebab merasa sulit untuk memejamkan mata. Ia beralih mengambil kertas dan pensil untuk membuat gambar sesuai imajinasinya saat ini. Jika imajinasi sudah tertuang dalam bentuk gambar, ia akan mudah untuk tidur sebab ganjalan di pikiran sudah dipindah tempatkan.
Done!
Bukan bangunan rumah, Villa, gedung, ataupun jembatan yang digambar. Namun sketsa wajah cantik berbalut hijab yang menjadi hasil karyanya malam ini, dengan caption ;
Your Face Distracts My World
****
Sc : Yatim Pengubah Dunia - Replubika.co.id edisi 21 Agustus 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Mmh dew
❤🧡💛💚💙💜LOVE
2024-08-03
0
🖤❣ DeffaSha ❣🖤
ini nih yg bikin aku jatuh cinta sama cerita2ny author nia, di dalam cerita ada cerita lagi yaitu kisah2 para nabi atau cerita2 dongeng 🥰🥰🥰
2024-02-10
4
Jumadin Adin
nasihat abah sangat menginspirasi
2023-12-07
0