"Fano, hari ini kita pulang ya." Ucap Jeje ketika selesai menikmati sarapan yang tersaji di atas meja makan yang ada di rumah Jerry.
Fano hanya menggelengkan kepalanya, tanda ia tak setuju dengan keputusan Jeje. Ia masih sibuk mengunyah roti dengan selai stroberi yang menyelimuti sisi roti yang empuk itu.
"Biarlah Fano disini Je. Kalau kamu tidak nyaman tidur disini, pulanglah!" Ucap Jerry setelah mengusap sudut bibirnya dengan tissu.
Jeje hanya diam, ia mengalihkan pandangannya dari wajah tampan yang ada di hadapannya. Ia pun meraih pisang yang ada di meja.
"Ini kan weekend, aku tidak ada jadwal kemana-mana, biarkan Fano puas disini." Ucap Jerry sembari menatap Jeje yang sedang menikmati pisang cavendis yang begitu menggiurkan.
"Kamu yakin Jer?" Jeje mencoba meyakinkan apa yang baru saja di ucapkan oleh Jerry.
"Tentu saja, biarkan Lila berada disini. Mungkin aku butuh bantuannya nanti." Ucap Jerry, ia pun ikut mengambil pisang sama seperti Jeje.
Wajah bahagia Fano berhasil meluluhkan hati Jeje, ia tak tega jika harus memaksa Fano untuk ikut pulang bersamanya. "Kalau begitu aku mau ke butik Jer, aku titip Fano." Ucap Jeje seraya berdiri dari tempat duduknya.
"Fano, Mama pulang ya ... Fano disini sama Kak Lila dan Papa ya, fano gak boleh nakal, apalagi sampai menyusahkan Papa." Pamit Jeje sembari mengusap rambut tipis putranya itu.
"Siap Ma!" Fano mengacungkan jempolnya diiringi dengan senyum manisnya.
Jeje pun akhirnya berlalu pergi dari ruang makan Jerry, ia mengayun langkahnya keluar dari istana megah sultan Jerry ini, banyak pekerjaan yang menantinya di butik.
...🌹🌹🌹...
Waktu terus berlalu begitu saja, mengantarkan semua insan sampai di waktu ashar. Matahari pun sudah bersiap untuk pulang ke singgasananya. Bunyi notifikasi pesan terdengar dari ponsel Jeje, hal itu pun membuat Jeje mengalihkan pandangannya dari laptop yang sejak tadi menyala di hadapannya.
Aku menunggu mu diapartemen.
Sebuah pesan singkat dari pria yang baru beberapa hari menjadi kekasihnya. Senyum merekah terbit dari bibir Jessica, Ia segera menyelesaikan pekerjaannya setelah membalas pesan dari Ezar.
Semua laporan telah selesai di bacanya, Jeje pun segera keluar dari ruangannya dan menghampiri salah satu orang kepercayaannya. "Nin, aku pulang dulu, semua aku serahkan padamu." Ucap Jeje sebelum keluar dari butiknya.
Hampir tiga puluh menit Jeje membelah jalanan ibukota, kini ia sudah berdiri di depan pintu apartemennya. Jeje menekan deretan angka yang ada di pintu apartemen, dan akhirnya pintu itu terbuka lebar.
Bibir berwarna merah itu pun merekah seketika, tatkala melihat Ezar duduk bersandar di sofa yang ada di ruang tamu, beberapa kancing kemeja ia biarkan terbuka, hal itu membuat Ezar nampak mempesona di hadapan Jessica.
"Hay ...." Sapa Jessica sembari duduk di sebelah Ezar.
"Kenapa lama sekali?" Tanya Ezar sembari memainkan beberapa helai rambut Jessica yang di biarkan terurai rapi.
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu di butik." Ucap Jessica dengan pandangan yang tak beralih dari wajah tampan di sebelahnya.
"Mau makan berdua? aku tadi membawa beberapa makanan." Eza berdiri dari sofa empuk yang ia tempati.
''Boleh." Jessica mengikuti langkah Ezar menuju dapur mininya.
Jeje menyiapkan makanan jepang yang di bawa oleh Ezar, mereka berdua membawa makanan ke balkon apartemen, makan di temani dengan indahnya sinar rembulan yang tengah tertutup awan gelap.
Kepulan asap rokok terbang di udara, makanan pun sudah habis, hanya menyisakan piring kotor yang tertumpuk di atas meja. Tatapan Ezar menerawang jauh entah kemana, matanya terus memandang hamparan yang terbentang luas di atas sana.
"Ada apa?" Suara Jeje berhasil membuyarkan semua angan yang terlintas dalam pikiran Ezar. Kini ia mengalihkan pandangannya ke arah wanita cantik yang ada di sebelahnya.
"Istriku masih marah, tadi aku sempat mengajak dia berbicara tapi dia menutup pintu kamarnya." Sesal Ezar kepada Jeje.
Jeje belum mengeluarkan sepatah kata pun, ia masih merangkai kata demi kata yang bisa membuat Ezar lebih tenang dan tidak membahas istrinya.
"Sudahlah biarkan saja, nanti kalau dia lelah pasti akan mencarimu." Ucap Jeje sembari mengusap punggung tangan milik Ezar. "Jangan memikirkan istrimu karena belum tentu dia memikirkan kegundahan hatimu, ya ... bisa saja saat ini dia sedang bahagia bersama teman-teman sosialitanya." Imbuh Jeje.
Manik hitam Ezar terus menyelami wajah cantik yang sering datang ke mimpinya. Ia pun membenarkan apa yang baru saja di katakan oleh Jeje. Ya, istrinya memang sedang ada pesta bersama geng sosialitanya, ia sendiri melihat instastory sosial media milik istrinya.
"Je, bagaimana kalau malam ini kita menginap di sini?" Tanya Ezar.
Jeje berdiri dari tempat duduknya, ia berjalan menuju pagar pembatas balkon. Ia membalikkan tubuhnya menghadap Ezar yang tengah bersandar di tempatnya. Jeje pun masih memikirkan permintaan Ezar, ia masih bimbang. Bayangan wajah Fano terus berkeliaran dalam pikirannya.
Suara dering ponsel yang ada di meja membuat Jessica terperanjat dari lamunannya. Nama Jerry terpampang jelas disana. Ia segera menekan tombol hijau agar bisa tersambung dengan si penelfon.
Ezar hanya diam sembari menyimak pembicaraan Jeje, senyum tipis terbit dari bibirnya tatkala mendengar suara Jeje yang sedang ngobrol dengan putranya, jiwa keibuan Jeje membuat Ezar semakin kagum dengan pemilik nama Jessica ini.
"Fano gak boleh nyusahin Papa ya, sekarang Fano tidur, oke." Ucap Jeje sebelum mengakhiri panggilannya.
"Jadi bagaimana Je, apa kita bisa menginap disini?" Tanya Ezar sekali lagi setelah Jeje meletakkan ponselnya.
"Boleh saja, tapi aku tidak ingin melakukan apapun Malam ini. Bagaimana?" Tentu saja Ezar hanya tersenyum mendengar tawaran Jeje, ia paham betul kemana arah pembicaraan Jeje.
"Tidak masalah, aku pun tak ingin memaksamu jika kamu belum siap Je." Sebuah ucapan dari Ezar yang berhasil membuat kelegaan di hati Jeje. Karena di dalam tasnya tidak ada senjata untuk menolak hubungan, seperti yang biasa ia lakukan.
Ezar meraih tangan Jeje, ia menuntun Jeje untuk masuk ke dalam kamar yang luas, kamar yang sangat nyaman untuk menikmati waktu berdua.
Ezar pun merebahkan tubuhnya yang masih terbalut kemeja dan celana panjang kerjanya, ia menepuk bantal yang ada di sebelahnya, sebuah kode agar Jessica segera menyusulnya.
"Boleh aku memelukmu?" Tanya Ezar.
Jeje tergelak dalam hatinya, se lugu itu kah pria yang sedang terbaring di sampingnya ini? Bahkan untuk memeluknya, Ezar harus meminta izin terlebih dahulu.
"Tentu saja, asal tidak lebih." Ucap Jeje yang mengubah posisi nya menjadi miring, lengan Ezar berhasil menjadi bantal empuk untuknya.
Keduanya saling memeluk di atas ranjang, menikmati waktu pertama mereka di atas ranjang. Walau hanya sebatas berpelukan seperti yang di lakukan animasi Teletubbies, hal itu berhasil membuat hati Ezar menghangat. Ketenangan mengalir dalam jiwanya yang telah lama di abaikan kasih dari sang istri.
_
_
Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka ♥️ 😍
_
_
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
auliasiamatir
masih nggak faham sama otaknya Jeje, apa yang bikin Jeje kek gitu yah . n
2021-12-24
0
Ghiie-nae
teletubies...twini wingki lala pooh...
bebar gak sih
2021-11-16
1
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ
teletubies itu siapa mak?
2021-09-27
1