Pergerakan pinggul Fredrick yang terkesan tergesah-gesah, semakin cepat dan kuat. Suara benturan kulit mereka terdengar semakin nyaring. Tangannya semakin mengeratkan mencengkam pada bokong dan pinggang lawan.
Desa**n dan rintihan lawannya yang coba di tutupi, sesekali masih juga lolos terdengar. Remasan tangan Fredrick pada bokong lawannya semakin menjadi, diikuti dengan laju pinggulnya yang semakin brutal dan tidak beraturan. Hingga pekikakan dari mulut yang coba di tutupi, dan erangan panjang Fredrick, menutup pergerakan tubuh mereka.
Masih dengan kedua tangannya yang bertumpu di samping kanan dan kiri tubuh lawannya. Fredrick mencoba mengatur nafasnya dengan miliknya masih besarang dan tenggelam di dalam tubuh lawannya.
Setelah di rasa dirinya sudah mulai tenang, dengan tergesah dia mencabut miliknya, dan sedikit membungkuk untuk memberikan kecupan terimakasih pada punggung lawannya.
Dengan cepat Fredrick membersikan miliknya dan memasang kembali celana. Lalu sedikit merapikan ujung bajunya yang berkerut. Ekor matanya, melirik lawannya yang masih berdiri membungkuk dengan dada yang tertempel di atas meja. Gerakan merapikan Fredrick terhenti, ketika suara lawannya terdengar. "Kenapa kau sangat buru-buru sekali, Fred?"
Melihat lawannya yang kesulitan saat mencoba untuk berdiri, Fredrick dengan sigap membantu dan menyodorkan sapu tangannya. "Ada yang harus ku kerjakan Calista."
Sambil membersihkan miliknya dengan sapuntan, Calista menatap kesal wajah Fredrick yang terlihat sangat bersemangat. "Pekerjaan dengan seragam pengawal?" Tanya Calista penuh selidik.
Fredrick terkekeh dan mengerling pada baju yang di kenakan Calista. "Bukankah kita sudah terlihat serasi, sayang?" Fredrick menjedah, dan mencium singkat bibir Calista. "Kau berpakaian pelayan dan aku pengawal."
Fredrick mengedipkan satu matanya, lalu berlalu pergi meninggalkan Calista yang kesal karna Fredrick tidak membantunya sama sekali untuk membersihkan dan merapikan dirinya. Calista masih menatap Fredrick yang sudah menghilang, pikirannya penuh dengan kecurigaan dan tanda tanya.
"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan hingga meninggalkan ku begitu saja Fred? Dan baju pengawal, heh....."
🌺🌺🌺🌺🌺
"Selamat pagi, my Lady."
Victoria bergeming dan tidak tertarik sama sekali dengan sapaan itu. Tangannya masih terus memutar-mutar cangkir teh dengan sesekali menyesap isinya.
Diana yang melihat nonannya mengabaikan sapaan, segera membantu membalas sapaan itu. "Selamat pagi tuan pengawal."
Fredrick tersenyum tampan membalas jawaban dari Diana, sedangkan Diana hanya menatap Fredrick dengan canggung.
Cukup lama Diana dan Fredrick saling lirik karna Victoria masih terus diam dengan arah pandangnya yang terus mengarah ke depan. Sesekali bibir ranum gadis itu bergerak-gerak yang entah karna apa. Melihat bibir menggemaskan Victoria yang terus bergerak-gerak, dan sesekali mengkilap basah karna teh. Fredrick merasa sangat gemas hingga tanpa sadar menggigit pipi dalamnya. Mencoba menekan pikiran liarnya agar tidak semakin luas.
"Siapa namamu?"
Pertanyaan yang di keluarkan Victoria, membuat Diana melirik Fredrick yang hanya diam sambil menatap nonanya. Menyadari jika Fredrick tidak fokus, Diana melambaikan tanganan ke depan wajah Fredrick. Yang di balas Fredrick dengan suara berberguman bingung "hhmm..???"
Sambil menatap wajah bingung Fredrick, Diana segera menggerakkan bola matanya ke arah Victoria. Lalu langsung menunduk ketika Victoria berdecak tidak anggun karna respon kebingungan Fredrick. "Ck! siapa namamu?"
Fredrick melirik Diana yang mengangguk, akhirnya paham, dan menjawab.n"Saya........" Diana mengerutkan alisnya saat Fredrick menjeda dan terlihat memikirkan sesuatu. "Saya Sebastian, my Lady."
Dengan anggun Victoria menganggkat kembali cangkir tehnya yang ternyata sudah kosong. Diana yang menyadari itu, dengan sigap mengambil teko dan menuangkan kembali teh untuk Victoria. "Sudah berapa lama kau menjadi pengawal?" Victoria kembali bertanya dengan arah pandang yang belum juga berubah.
Sambil menuang teh, dari ekor matanya Diana melirik Fredrick yang tersenyum aneh. "Cukup lama, my Lady." Jawab Fredrick penuh keyakinan.
Victoria mengangkat kembali cangkirnya yang sudah terisi teh, setelah menyesap isinya, pertanyaannya kembali terdengar. "Berdirilah di hadapanku."
Fredrick melangkah ke depan Victoria dengan jarak sekitar sepuluh langkah dari meja Victoria. Kepalanya berdiri tegap seolah siap untuk memandang dan di pandangi tapi, sedikitpun Victoria tidak melirik, fokusnya hanya ke depan. Bahkan Fredrick bisa melihat jika kedua bola sehijau daun itu hanya menatap kosong ke depan. "Istana ini sangat luas dengan banyak taman bunga dan...." Victoria menjedah, bola matanya melirik Fredrick. "Di sini ada berapa castle?"
Fredrick menatap Victoria dengan yakin. "Ada lima castle Lady. Dua di sebelah kanan dan kiri Istana, dua lagi di arah barat, dan 1 yang terjauh."
"Jauh?" Victoria meletakkan cangkirnya, wajahnya terlihat menjadi antusias.
Fredrick mengangguk yakin. "Jauh karna kita harus keluar dari batas daerah penjagaan Istana, dan harus melewati bukit yang ada di sana." Fredrick menunjuk ke arah belakang bangunan istana. Tapi, Victoria masih belum menggerakkan kepalanya dan tetap fokus menatap ke depan, entah apa yang di lihatnya.
"Lalu yang terbesar ada di mana?"
Fredrick menaikkan satu alisnya sambil tersenyum tipis penuh makna. "Castle Larina yang terjauh, my Lady."
Diana yang dari tadi menjadi penonton, menggigit bibirnya karna mulai gelisah. Dia sangat takut jika nonannya akan menanyakan atau mengatakan hal yang berbahaya bahkan, mungkin bisa saja Victoria akan mengumpat di depan seorang Pangeran.
"Ohh.. begitu ya...." Guman Victoria.
Victoria meletakkan kembali cangkirnya dengan gerakan yang anggun, lalu tanpa aba-aba segera memiringkan tubuhnya sehingga dia bisa langsung berada di antara Fredrick dan Diana.
Diana menahan nafasnya, sedangkan Fredrick langsung menunduk untuk menghindari tatapan dari wajah manis Victoria. Cukup lama mereka berada dalam posisi ini, Victoria hanya terus diam dengan tubuh yang sedikit miring dan matanya yang menatap Fredrick. "Baiklah...."
Nafas lega Diana berhembus saat melihat Victoria menyodorkan tangannya pada Frerdrick untuk di bantu berdiri.
Saat telapak tangan Victoria mendarat di tangannya, Fredrick bisa merasakan langsung kulit halus dari tangan pucat dan kecil Victoria. Entah kenapa hari ini Victoria tidak memakai sarung tangannya, Fredrick menahan dirinya untuk tidak lancang menggenggam tangan cantik itu. Bahkan menahan diri agar tidak terlihat kecewa saat Victoria segera menarik tangannya dan berjalan melewatinya begitu saja.
🍀🍀🍀🍀🍀
TOK TOK TOK
Victoria melirik pintu dengan wajah yang tetap berada di depan jendela.
TOK TOK TOK
"My Lady."
"Masuklah Diana"
Pintu terbuka, dan Diana tersenyum dengan kepala menunduk sebentar. "Makan malam Vic."
Victoria menatap Diana yang tidak membawa apapun, dan segera menangkap sesuatu yang aneh. "Dimana?" Dahinya mengeryit.
Diana sedikit meringis lalu berkata dengan ragu. "Istana utama."
"APA?!!"
Tidak menanggapi lengkingan suara Victoria, Diana langsung berjalan menuju lemari pakaian. "Aku akan mendandanimu."
--000--
Victoria mengabaikan lirikan dan bisikan-bisikan para pelayan, seolah para pelayan di sana memang tidak ada. Dia hanya terus menghentak-hentakkan kakinya selama perjalanan menuju Istana utama.
Dengan memakai gaun barwarna pastel sederhana dan rambut yang di biarkan tergerai, dia terlihat sangat menggemaskan. Terlebih dengan bibir ranumnya yang terus mengoceh dan cemberut.
Diana hanya bisa tersenyum dan mengekori nonannya dari belakang. Satu hal yang membuat Diana takjub, baru dua hari mereka berkeliling Istana, tapi Victoria sudah bisa menyerap dengan cepat apa yang di ajarkannya tentang daerah istana. Gadis itu juga langsung bisa menghafal arah dan jalan penting yang ada di dalam dan di luar Istana.
Saat Diana menyadari mereka sudah mendekati Istana utama, Diana memperingati. "My Lady... kita sudah dekat."
"Iya... iya.... iya... aku tahu, aku tahu, aku tahu! aarrgghh..!" Sunggutnya. Langkah Victoria berhenti, lalu menarik nafas panjang. "Uhh sialan!"
Sekali lagi Diana mencoba mengingatkan "my Lady..."
Peringatan Diana membuat Victoria menutup matanya sejenak, lalu menautkan tangannya di depan perut.
Diana melirik wajah Victoria yang sudah datar, tanda jika dia sudah siap untuk bermain.
💜💜💜💜💜
Tolong tombol Like, Komen, bintang, lope-nya jangan lupa di tekan ya.....
Salam sayang semua✨
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
luthfie_18
𝒐𝒌 𝒗𝒊𝒄
2025-01-28
0
lily
mainkan drama yg bagus vic
2024-09-15
0
Cut SNY@"GranyCUT"
Selamat tersiksa batin, pangeran 😏
2023-09-05
0