"Jadi maksutmu, aku harus mendapat persetujuan orang lain dulu untuk bisa melihat makam keluargaku sendiri?" Edward masih tetap tenang, meski raut wajah Victoria sudah semakin penuh amarah bahkan kulit wajahnya sudah berubah menjadi merah. Victoria menarik nafas dalam dan memejamkan matanya sebentar, lalu kembali menatap Edward. "Dalam keluargaku, tidak ada aturan untuk kapan aku bisa berkunjung ke makam keluarga ku jadi, jangan buat aturan itu untuk keluargaku. Jangan terapkan aturan keluargamu padaku tuan Edward.... PINEAS."
Semua kesatria yang mencoba menguping, langsung menunduk dan memalingkan wajah. Wajah Fredrick sudah berubah khawatir karna raut wajah Edward sekarang, sudah berubah. Tepat setelah Victoria berucap, rahangnnya mengeras dengan tangan terkepal.
Melihat ekspresi semua orang dan Edward. Victoria mengangkat cangkirnya lagi, dan memberikan senyuman yang sangat manis pada Edward. "Jadi...." Victoria menjeda, dan menyesap tehnya dengan anggun. Lalu meletakkan kembali cangkir teh ke atas meja dengan gerakan tidak kalah anggun. "Jadi. Apa aku harus menunggu hingga kuburan keluargaku mengering dulu baru aku bisa berkunjung? Sama seperti aturan keluargamu ya tuan...." Sebelah sudut bibir Victoria tertarik ke atas. "Tuan Edward Pineas?"
Secepat kilat, Fredrick melompat kearah Edward yang langsung di ikuti beberapa anggota kesatria lain. Mereka menahan kuat tubuh Edward yang sudah mereka prediksi akan bereaksi. Enam orang menahannya, dan menariknya menjauh dari Victoria saat Edward semakin memberontak ingin menggapai Victoria yang duduk santai sambil terkekeh geli menatap Edward. "Kau emosian sekali. Apa ini juga warisan dari keturuanan..... tuan Pineas?"
Dua orang lagi langsung ikut menahan tubuh Edward. Menariknya dengan kuat agar membuat jarak sejauh mungkin dari Victoria. Mereka semua terlihat kewalahan. Hingga seorang kesatria merasa kesal berteriak pada Victoria.
"Hentikan, lady Victoria!!!!"
Victoria tertawa geli hingga wajahnya memerah. Diana yang berada di sebelahnya, sudah gemetar takut dan mencoba menarik nonannya untuk pergi tapi, Victoria menepis tangan Diana dan berdiri, berjalan mendekat pada Edward.
"Apa yang kau inginkan Lady! jangan cari masalah di sini! sebaiknya kau pergi!!" Seorang kesatria lain, ikut berteriak pada Victoria.
Diana kembali mencoba menarik Victoria, tapi sekali lagi, Victoria menepis tangan Diana bahkan kali ini dengan kasar. "Edward, kau ingin membunuhku, hm?" Victoria menatap Edward dengan penuh tantangan.
Setelah mengatakan itu di depan Edward, tangan Victoria menyambar gelas teh Edward dan... menyiram wajah kesatria yang sudah lancang mengusirnya.
Semua orang terkejut. Perlakuan Victoria membuat Edward mengeram marah. Victoria kembali terkekeh. Bibirnya berdesis tajam. "Kau tidak suka jika kesatria lancangmu ini ku siram? kau ingin membunuhku Edward?" Victoria memiringkan kepalanya. "KAU PIKIR AKU TAKUT HAH?!!" Jerit Victoria.
Edward dan Kesatria lain tersentak karna teriakan Victoria. Mereka tidak menyangka jika seorang Lady terhormat bisa menjerit berteriak dengan kasar di depan umum. Belum cukup membuat mereka terkejut, tangan Victoria menarik kerah baju Edward dan menatap tajam kedua manik gelap Edward. "Kenapa baru sekarang kau ingin membunuhku? Aku kan sudah pernah meminta untuk bunuh juga saat 'itu'. Tapi kau tidak bisa kan, Edward? Karna apa Edward?"
Victoria mendorong sekuat tenaga kerah baju Edward, meski tidak memberikan pengaruh apapun untuk tubuh besar yang bahkan hampir sebesar tubuh beruang remaja. "Perlukah aku ingatkan padamu Edward?" Bibir Victoria kembali berdesis tajam. "Baiklah, akan kuingatkan lagi padamu...." Dengan cara menyebalkan, Victoria menyibak poninya, melipat tangan di depan dada, dan kembali menatap Edward yang terus menatapnya dengan tajam. "Kau tidak bisa membunuhku karna pengaruh keluarga Arathorn dan Rubens sangat kokoh. Kakakku akan bertahan, menahan apapun karna dia tahu aku masih bernafas. Keluarga Arathorn hanya membiarkan saja kerajaan ini menggerogoti Duchy-ku, karna aku masih hidup. Dan keadaan Istana ini masih bisa tetap tenang, karna aku masih menginjakkan kaki di sini."
Bagai di siram air dingin, kesadaran Edward Kembali Fredrick dan para kesatria yang bisa merasakan otot-otot Edward mengendur, perlahan melepaskan pegangan mereka.
Diana yang melihat keadaan mulai mereda, mencoba meraih kembali lengan Victoria untuk membawanya pergi dari sana. Merasakan lengannya kembali di tarik, Victoria menoleh sambil merengut sebal. "Kau ini menyebalkan sekali Diana, tunggu sebentar!"
Victoria kembali menatap Edward yang sudah berdiri tenang, senyum culas Victoria terbit. "Kelihatannya kau sudah tenang"
Edward menundukkan kepalanya. "Maafkan saya, ny Lady."
"Tidak perlu minta maaf. Karna sampai nanti aku terbakar di nerakapun, aku tetap tidak akan pernah memaafkanmu." Victoria berucap santai sambil mengibas-ngibaskan tangannya dengan acuh. Lalu kembali melipat tangan di depan dada. "Di mana anjing abu-abu ku, Edward?"
Edward menarik nafas dalam, lalu menghembuskan dengan panjang. Pria besar itu terlihat sedang sangat mencoba menahan diri. "Ada bersama Joseph, dia membawanya, Lady."
Fredrick melihat sorot mata Victoria yang melembut saat menanyakak anjinganya. Lalu edua bola mata hijau itu terlihat berbinar saat mendengar jawaban Edward yang sama dengan pernyataan jika anjing abu-abu Victoria masih hidup. Tanpa bisa di cegah dan tanpa sadar, bibir Fredrick tersenyum.
"Baiklah, semoga saja kau tidak berbohong." Victoria langsung berbalik menuju gerbang keluar camp. Dengan langkah angkuh, kakinya terus berjalan tanpa berniat membalas sapaan dan salam sopan para kesatria. Kedua matanya bergerak melihat perlakuan para kesatria di sana. Batinnya berdesis.
'Apa mereka tidak merasa jijik ketika mereka baru saja menggunjing, tapi sekarang bersikap sopan karna berada di depan orangnnya?'
Victoria berguman di dalam hatinya tanpa berniat untuk menatap mereka lagi
"LADY....!! LADY VICTORIA!!"
Suara yang memanggil-manggil namanya, membuat langkah Victoria terhenti.
Pria dengan bersurai hitam legam dan berpakaian seragam kesatria, segera menghadangnya. "Maaf kan saya, Lady. Tapi saya mendapat perintah untuk menjadi pengawal anda."
Victoria hanya diam. Arah pandangnya menatap penampilan, serta bentuk wajah kesatria itu. Entah apa yang dipikirkan Victoria.
Merasa sedikit gugup karna di pandangi, Fredrick berdehem beberapa kali yang entah untuk apa fungsinya.
"Tidak perlu, tidak akan ada yang mau membunuhku di sini." Setelah berucap, Victoria langsung melangkah lagi hingga melewari Fredrick. Tapi, Fredrick dengan cepat mengikuti langkahnya. "Tidak, my Lady. Banyak sekali orang jahat. Dan mungkin saja, bisa sewaktu-waktu terjadi kecelakaan yang tidak bisa kita prediksi."
"Tidak" Tolak Victoria tanpa basa basi.
"Tapi Lady...."
"Tidak"
Tapi Fredrick belum menyerah. "Maaf Lady jika saya lancang. Tapi saya tidak bisa membantah perintah His Majesty."
Akhirnya, Victoria hanya membiarkan dan mengabaikan pengawal yang terus mengikutinya. Hingga mereka tiba di bagian selatan istana, jalan menuju kamar Victoria.
"Setelah ini tolong siapkan untuk mandiku, Di. rasanya sangat gerah." Pinta Victoria pada Diana tanpa peduli dengan keberadaan orang lain.
Diana melirik Fredrick sejenak, lalu menjawab. "Baik, my Lady."
Fredrick terus mengamati dan mengikuti mereka, hingga akhirnya mereka tiba di depan kamar Victoria. "Maafkan saya, my Lady. Tapi, bisakah saya berbicara berdua sebentar dengan pelayan anda?" Fredrick menyuarakan keinginannya sebelum pintu kamar Victoria di buka.
Victoria melirik Diana sebentar, lalu melirik Fredrick. "Itu terserah Diana"
Setelah Victoria masuk ke dalam kamar, Fredrick mengajak Diana untuk berjalan menjauh dari pintu kamar. "Apakah kau bangsawan?" Tanya Fredrick sambil mengamati Diana.
Pertanyaan yang di ajukan Fredrick, terasa sangat sulit untuk di jawab Diana. Hingga Diana membiarkan Fredrick untuk menilai sendiri apakah dirinya masih pantas dan berhak untuk di sebut sebagai bagian dari bangsawan. "Ayah saya Viscount of Lebox, Your Highness."
Fredrick tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Baiklah, Lady Diana. Aku minta bantuanmu untuk merahasiakan ini." Diana menatap Fredrick dengan datar. "Aku hanya punya jalan ini, kau pasti tahu bagaimana kebencian nonamu pada His Majesty. Jika dia tahu siapa aku, aku yakin nonamu akan langsung membuat benteng batas atau malah, langsung memukul genderang perang padaku."
Diana masih diam bergeming. Karna ini bukan tempatnya untuk mengajukan pertanyaan. Neski isi kepalanya sekarang, penuh dengan tanda tanya.
Bibir Fredrick tertarik tipis melihat gerak gerik dan kepribadiaan Diana. Dia mengerti mengapa Victoria lebih memilih Diana dari pada Calista yang terlihat periang dan ramah. Jauh berbeda dengan kepribadian yang di miliki Diana, sangat jauh.
Fredrick menilai, jika Diana akan sangat menjaga batasnya. Pintar melihat situasi terlebih perasaan seseorang. Sangat tahu batas kapan dia boleh bertanya dan menjawab. Karna bisa Fredrick pahami, siapapun akan merasa penasaran dengan maksut dan tujuannya saat ini. Padahal sebenarnya dengan suka rela Fredrick akan menjelaskan sendiri maksut dan tujuannya jika Diana bertanya. Dan untuk itu juga Fredrick mengajak Diana untuk berbicara santai.
"Aku ingin mendekati lady Victoria dan mencoba memahami sifatnya. Bila perlu aku juga ingin selalu berada di sampingnya." Bibir Fredrick menyunggingkan senyum penuh pesona. "Rahasiakan ini." Fredrick menatap Diana dengan lekat, bibirnya terus menyunggingkan senyum penuh pesona. Dan setelah itu, tubuhnya berbalik untuk pergi.
Diana mengajap-ngejapkan matanya karna mencoba mencerna ucapan Fredrick. Bukan karna terpesona, tertarik, ataupun berdegup seperti seharusnya seorang gadis yang di serang pesona Fredrick. Tapi Diana, bingung.
Setelah Fredrick pergi, Diana masih belum juga masuk ke dalam kamar. Dia sibuk memikirkan apa yang harus dia lakukan dan bagaimana selanjutnya.
Walaupun tadi Fredrick memintanya untuk tutup mulut, tetap saja dia akan memberitahukan nonannya tentang Fredrick yang juga berada di camp tapi.... setelah mendengar alasan, dan melihat kesungguhan Fredrick. Akhirnya Diana membuang nafas panjang, dan memutuskan untuk mengikuti dulu permainan Fredrick sambil terus memantau dan selalu mengingatkan nonannya untuk tidak tergoda.
Bila perlu, sekalian menjauhkan nonanya dari Fredrick saat keadaan memburuk. Lagi pula seperti biasa, Diana yakin jika Fredrick pasti hanya ingin bermain-main untuk melepaskan rasa bosan. Dan nonannya, adalah seorang gadis yang cukup spesial dan sangat cantik.
Diana punya keyakinan, jika untuk menjadi seseorang yang bisa memikat hati Pangeran Fredrick, Lady Victoria yang jauh dari kata kelemah lembutan dan tenang, tidak akan menjadi pilihan. Fredrick pasti hanya ingin bermain. Yaa... Diana yakin dengan itu setelah sangat mengenal sepak terjang Pangeran playboy mereka.
Setelah bergumul dengan pikirannya sendiri, Diana masuk ke dalam kamar dan akan segera menuju ke kamar mandi. Tapi, saat dia mendekat pada ranjang, di atas ranjang. Tubuh Victoria sudah tertidur dengan bentuk tidur yang sangat tidak anggun bahkan dengan sarung tangan yang masih terpasang.
Melihat pemandangan itu, Diana semakin yakin jika gadis yang seperti Lady-nya bukanlah pilihan Fredrick. Maka dari itu, dia hanya akan membiarkan Fredrick untuk sementara waktu. Tapi, jika sesuatu mulai berubah, dia akan segera bertindak.
Diana, akan menjaga Victoria dari segala bisikan iblis penggoda.
\=\=\=🎀🎀🎀
Hallo readers yang budiman.... Ayuk silahkan tinggalin jejaknya
Salam sayang untuk kalian semua ✨
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
luthfie_18
𝒐𝒌 𝒅𝒊 𝒈𝒐𝒐𝒅 𝒋𝒐𝒃
2025-01-28
0
Cut SNY@"GranyCUT"
Bagus Di..
2023-09-05
1
Cut SNY@"GranyCUT"
ya.. Diana harus menjaga Victoria dengan baik.
2023-09-05
0