Bianca menarik lengan sahabatnya. Dia meminta Arjuna sementara tinggal di apartemennya untuk menenangkan diri.
"Udah lah Jun, mending kita pulang ke apartemenku dulu, cape banget aku soalnya."
Dengan langkah lunglai Arjuna kembali mengikuti Bianca memasuki Taxi yang masih di minta Bianca untuk menunggu.
Dalam perjalanan hanya keheningan yang tercipta, tak ada obrolan apa pun Arjuna masih memikirkan nasibnya yang terusir dari rumah.
Dia sungguh tak menyangka sang ibu benar-benar akan menghukumnya dengan cara seekstrem ini.
Arjuna menghela napas dan melirik ke sampingnya, terlihat Bianca tengah berkirim pesan dengan seseorang dan dia selalu tersenyum sambil membalasnya.
"Siapa Bi?"
"Mas Rizal, dia lagi ngegombal. Aku kangen banget sama dia Jun ...." ujarnya menerawang ke samping jendela mobil yang akan mengantar mereka kembali ke apartemen Bianca.
Arjuna sendiri menahan rasa cemburu, tapi apa yang bisa ia perbuat, bagi Bianca dirinya hanya sekedar sahabat.
Saat sudah sampai di depan lobi apartemennya, Arjuna menyeret koper, sedangkan Bianca masih saja bergelayut manja di lengannya.
Kelakuan Bianca seperti itu sungguh membuat Arjuna lupa bahwa sahabatnya sudah memiliki tunangan, jika orang lain melihat mereka pasti akan menebak Arjuna dan Bianca pasangan kekasih.
Bianca dan Arjuna duduk di sofa ruang tamu, setelah Bianca mengambilkan minuman kaleng untuk mereka berdua.
"Jun ... jangan-jangan Roni itu sengaja cari perhatian orang tua kamu, biar bisa nyingkirin kamu, trus nguasai perusahaan kamu."
Arjuna tersedak mendengar perkataan Bianca, dia sendiri mengakui kesalahan fatal yang ia lakukan, tak sampai berpikir yang macam-macam kepada asisten sekaligus orang kepercayaannya itu.
"Ngga mungkinlah Bi, lagian ini emang salah aku Bi."
Bianca tak terima Arjuna menyalahkan diri sendiri, itu sama saja Arjuna menyalahkan dirinya yang memang sengaja mengajaknya berlibur di hari pentingnya.
"Berarti kamu nyalahin aku Jun?!" Ujarnya ketus dan melipat tangan di perut kesal.
Arjuna tak menampik perkataan Bianca, toh memang benar gara-gara keinginan gadis itu dirinya harus meninggalkan tugasnya.
"Kok diem? Kamu beneran nyalahin aku?"
"Sudah lah Bi, baiknya kamu istirahat, bukannya besok kamu ada syuting? Aku juga lelah, aku sendiri harus cepet cari tempat tinggal."
"Loh kamu nolak tinggal di sini? Kenapa Juna ... kamu marah sama aku?" Rengeknya.
Arjuna menghela napas, "Bukan gitu Bi, ngga mungkin aku tinggal di sini, nanti malah jadi masalah antara kamu sama Rizal, aku ngga mungkin nyusahin kamu," jelasnya.
Bianca berpikir sejenak, benar apa yang di katakan sang sahabat, bagaimana pun Bianc sadar jika Rizal juga sedikit tidak menyukai sahabatnya itu. Entah karena cemburu atau apa Bianca tak tahu.
Oleh karena itu, jika Rizal sedang berada di negara mereka, Bianca akan menghindari Arjuna. Setelah Rizal sibuk pergi ke luar kota atau ke luar negeri barulah dia akan menghabiskan waktu bersama sang sahabat.
Atau jika Rizal memang tak ada waktu dengannya meski berada di negara mereka, maka Arjunalah yang senantiasa menemani dirinya.
Dia menggigit bibir bawahnya, sebenarnya dia senang dengan keberadaan Arjuna, tetapi laki-laki itu juga harus segera merebut kembali kepercayaan orang tuanya.
Bianca tak ingin memiliki sahabat miskin, baginya perhatian dari Arjuna juga sangat ia butuh kan, misalnya terkadang Arjuna itu membelikan barang-barang mewah meski masih jauh di bawah Rizal sang tunangan.
Atau misal harus makan di restoran mahal dan berlibur ke tempat-tempat mewah, terkadang Arjunalah yang mengeluarkan uang. Dia sangat senang di perhatikan dua pria itu, sehingga tak ingin melepaskan keduanya.
.
.
Arjuna merebahkan diri di sofa ruang tamu apartemen Bianca, dia sedang membuka aplikasi sewa rumah atau apartemen yang ia inginkan.
Namun, ia lupa belum mengecek M-Bangkingnya, berapa sisa uang yang ia punya.
Arjuna sedikit bernapas lega saat melihat saldo di ATMnya masih ada delapan digit.
Dia kembali berselancar di dunia maya untuk mencari rumah kontrakan atau kos kosan yang sekiranya lebih dekat ke kantor, sebab dia sendiri sudah tak memiliki kendaraan.
.
.
Paginya ia sudah bersiap untuk segera berangkat ke kantor, membereskan kekacauan yang sudah ia sebabkan kemarin.
Bianca sendiri baru bangun, masih mengenakan piama tidur tipisnya. Pemandangan seperti itu tentu saja membuat jiwa kelelakian Arjuna bergejolak, bagaimana pun dia lelaki normal.
Arjuna menundukkan pandangannya berusaha tak terlalu memperhatikan lekuk tubuh Bianca.
"Jun, udah mau ke kantor? Sarapan dulu yuk!"
"Maaf Bi, aku pengen cepet ke kantor, pengen cepet nyelesein masalah kemarin, aku tinggal ya." Arjuna berkilah dan segera berlalu dari apartemen Bianca, sebelum jiwa buas sebagai lelaki menguasai dirinya.
Sepanjang perjalanan, Arjuna berpikir memang tak pantas ia tinggal dengan Bianca, dia tak ingin kejadian seperti tadi bisa membuatnya khilaf dan melalukan hal asusila kepada sahabatnya sendiri.
Sesampainya di kantor, seperti biasa tak ada yang berubah, sapaan dari para bawahannya tetap Arjuna dapatkan.
Meski perutnya sendiri keroncongan akibat rasa lapar, tapi tak menghentikan langkahnya menuju ruang kebangsaannya.
Arjuna sudah berencana sarapan setelah sampai di ruangannya dengan memesan makanan.
Tapi angannya buyar saat dia melihat beberapa pegawai kebersihan di kantornya turun dengan membawa kardus yang berisi berkas-berkas miliknya.
"Tunggu ... ini berkas-berkas di meja saya kenapa kalian ambil?"
"Maaf Pak Juna, kami hanya di suruh membersihkannya dan membuangnya."
"Apa! Siapa yang nyuruh kalian?"
"Bu ... Bu Sarmila."
Arjuna limbung dan berpegangan pada dinding lift, dia benar-benar akan di buang oleh orang tuanya, batinnya.
Arjuna berjalan dengan gontai menuju ruangannya, sang sekretaris yang duduk di luar ruangannya berdiri dan menyambutnya.
"Selamat pagi Pak." Sapanya menunduk.
"Siapa yang di dalam Sis?"
"Pak Roni ... Pak."
Arjuna menghembuskan napasnya, saat dia akan menuju ruangannya, Siska sang sekretaris menghadangnya, membuat Arjuna mengernyit heran.
"Kenapa Sis?"
"Maaf Pak Juna, silakan tunggu dulu, biar saya kasih kabar Pak Roni jika Anda ingin bertemu."
"Apa!! Ini ruangan saya, berani-beraninya kamu halangi saya! Mau saya pecat kamu!" Bentak Arjuna tak terima.
Siska hanya bisa menunduk, sekretaris itu juga di buat dilema, bagaimana pun Arjuna adalah anak pemilik perusahaan tempatnya bekerja, tapi saat ini posisinya sudah di gantikan oleh asisten pribadinya, itu juga atas perintah ibu Arjuna sendiri.
Melihat sekretarisnya bimbang, Arjuna memaksa masuk ke ruangannya, sedangkan Siska tetap berusaha menghadang Arjuna hingga akhirnya mereka berdua masuk paksa ke ruangan dengan posisi Manajer itu.
Di sana Roni dengan santai sedang menatap layar laptop dan mengerjakan sesuatu, tak terpengaruh akan keributan yang di timbulkan mantan atasannya.
"APA-APAAN KAMU RON!!" Pekik Arjuna.
"Ma ... maaf Pak, saya sudah berusaha menghalangi tapi Pak Arjuna memaksa masuk," bela Siska.
"Kamu kembali ke meja, biar kami selesaikan masalah kami sendiri."
Tanpa basa basi, Arjuna melangkahkan kaki menuju meja kebangsaannya dan meremas kerah baju Roni.
"Bener kata Bianca, lu emang cari muka sama ortu gue, buat embat perusahaan gue, iya kan!!"
Roni tak terpengaruh, lelaki yang juga rupawan itu menggenggam tangan Arjuna dan balik memelintirnya hingga Arjuna berbalik dan melenguh kesakitan.
"Anda bisa bicara baik-baik kan Pak Arjuna? Pantas nilai kesopanan Anda Nol! Anda bergaul dengan orang yang cacat moral jadi sama satu spesies!"
Sindiran Roni tentu saja membuat Arjuna semakin jengkel, dia tahu siapa yang di maksud Roni, dan ia tak terima sang sahabat di katakan sebagai orang tak bermoral.
.
.
.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Arin
orng tua yg tegas...👍ank Kya gtu emng perlu di kasih pelajran??
2021-12-25
1
Neti Jalia
aku mampir kk, dukung jg karyaku ya🤗🙏
2021-10-12
1
minawati
karya mu bagus bagus loh thor,aku jadi ngiri😩
gimana ya bisa nulis serapi ini😑
2021-08-24
2