Liburan singkat yang sudah di lalui Arjun dan Bianca, harus berakhir.
Hari ini mereka harus kembali ke ibu kota untuk melanjutkan segala pekerjaan yang sudah mereka tinggalkan.
Berbeda kasus dengan Arjuna, lelaki rupawan itu malah terlihat gelisah di kursi pesawat, dia sedang berpikir, murka seperti apa yang akan di lontarkan orang tuanya dan juga Roni sang asisten, saat dirinya tiba.
Bianca yang melihat sejak tadi lelaki di sampingnya itu melamun, lantas menepuk punggung tangannya memberi semangat.
"Bi, bisa balik in hape aku sekarang? Perasaanku ngga enak Bi," bujuknya.
Semenjak liburan mereka, Bianca memang menyita ponsel sahabatnya, dia tak ingin ada orang yang mengganggu kesenangannya.
Bianca berdecak sebal, tapi ia tetap mengembalikan ponsel milik Arjuna.
Arjuna tak menyalakan kembali ponselnya yang di matikan Bianca, karena masih dalam penerbangan dia memilih untuk kembali menyimpan ponselnya ke saku jasnya.
Setelah sampai bandara, Arjuna yang merasa perasaannya sangat tak enak, segera mengaktifkan ponselnya, banyak sekali panggilan tak terjawab dari orang tua dan juga Roni sang asisten.
Dia mengabaikan semuanya, pesan yang dia tuju adalah dari ibunya, dan seketika membuatnya panik saat sang ibu mengirim gambar ayahnya sedang berada di rumah sakit.
Arjuna segera menghampiri toilet wanita, sebab Bianca sedari tadi ada di sana.
Bianca sendiri panik saat sang asisten memberi tahu jika ayah Arjuna masuk rumah sakit, dan sekretaris Arjuna, Roni mendatangi sang manajer menanyakan keberadaan mereka.
Bianca menggusar, tak memikirkan jika dampak yang ia lakukan akan seperti ini, tapi apa boleh buat, semua sudah terjadi.
Dia menarik napas secara perlahan, dan memulai akting seolah dirinya tak tahu menahu, dan bersiap jika nanti ibunda Arjuna murka, maka dia akan mulai bersedih.
Dia berpikir harusnya dia bisa menjadi aktris film, sebab aktingnya selalu bagus dan berhasil, padahal itu hanya pikirannya saja, banyak orang yang tahu akal liciknya, hanya Arjuna saja yang bodoh karena mencintai wanita seperti dia.
Bianca keluar dari toilet, terlihat sang sahabat tengah gusar dengan ponsel di telinganya.
"Roni!! gue masih atasan lu inget itu!" bentaknya.
"Jun,” panggil Bianca dan mengusap lengan lelaki yang tengah di liputi amarah.
"Maaf Bi, aku harus segera ke rumah sakit! Ayah di rawat di rumah sakit!" jelasnya.
"Apa?!" ucap Bianca pura-pura terkejut, dengan air mata sudah berada di pelupuk matanya, dan tangan yang menutup mulutnya.
"Kamu pulang sendiri ya Bi, ayo!" ajak Arjuna keluar dari bandara dan hendak memesan taxi berbeda untuk mereka.
"Ngga Jun, aku harus ikut kamu ke rumah sakit, aku juga ngerasa bersalah," ucapnya menunduk, mencari simpati.
Arjuna bingung, ia yakin jika sang ibu pasti akan sangat marah kepada dirinya dan juga Bianca, dia tak tahu apa nanti. sang ibu juga akan memarahi sahabatnya juga.
"Bi ... ibu pasti marah banget sama aku, aku takut kamu juga kena marah."
"Makanya aku ikut Jun, bukannya kamu bisa belain aku, biar aku ngga kelihatan salah? biar ibu kamu ngga benci sama aku, ya Jun ... please."
Bianca tahu, Sarmila pasti akan memarahi dirinya juga, dengan bertameng pada Arjuna dia yakin kali ini pun dia bisa menang melawan ibunda Arjuna.
Dan itu juga cara agar Bianca tak di cap membawa pengaruh buruk, padahal Sarmila sudah dari dulu memberi cap dia begitu.
Dia juga tak ingin Sarmila mengatur sang sahabat agar menjauhinya, apa pun akan dia lakukan agar Arjuna tetap berada di sisinya.
Arjuna bingung, bagaimana nanti menghadapi sang ibu jika melihat ia pulang membawa Bianca juga.
Tapi karena permohonan gadis itu mau tak mau dia mengikuti lagi keinginan sang sahabat benalunya.
Arjuna tiba di rumah sakit besar di kota mereka, dia menuju meja resepsionis guna menanyakan ruangan sang ayah di rawat.
Setelah tahu ruangan sang ayah yang berada di lantai tiga rumah sakit di kelas VIP, Arjuna bergegas menuju sana dengan Bianca yang selalu mengekor.
Bianca sendiri, meninggalkan barang-barangnya di bandara, dan meminta sang manajer nanti yang mengambilnya.
Arjuna sudah berdiri tepat di depan ruangan sang ayah, dengan Bianca berdiri di sisinya.
Arjuna menggenggam hendel pintu rumah sakit, dengan jantung yang bergemuruh.
"Jun ..." Bianca kembali mengusap lengannya berusaha memberi ketenangan pada sang sahabat.
Belum Arjuna sempat membuka pintu ruang inap sang ayah, hendel pintu itu sudah berputar menandakan seseorang akan keluar.
Arjuna diam memaku, dengan Bianca yang mengapit lengannya dan menunduk.
"Mau apa lu kesini? mau mastiin ayah lu belum mati ha!" dengus Roni.
Arjuna menengadahkan kepalanya menatap murka sang sahabat sekaligus asisten pribadinya itu.
"Maksud lu apa! Minggir gue mau liat ayah!"
Roni menghalangi pintu masuk, Sarmila lantas bangkit dari sofa di kamar inap itu saat mendengar suara sang putra.
Dia membuka lebar pintu rawat inap suaminya, terlihatlah dua orang yang sudah melukai hatinya saat ini sedang bersitegang dengan Roni asisten putranya.
Sedangkan Arjuna saat pintu terbuka lebar, dia melihat pemandangan memilukan sang ayah yang terbaring lemah, dengan alat bantu pernapasan di hidungnya.
"Ayah ..." lirihnya.
Arjuna menepis lengan Roni yang memalang pintu, dan segera menghampiri ayahnya di pembaringan.
Dia duduk dan menggenggam tangan sang ayah, dan menciumi punggung tangannya, dia menangis tersedu-sedu.
Arjuna sangat menyesal akan kelakuannya yang menjadi penyebab ayahnya terkena serangan jantung, dia tak ingin kehilangan sang ayah, sungguh dia merasa sangat sedih dan bersalah.
"Puas kamu ha! begini cara kamu membunuh ayah kamu!" ucap Sarmila dengan geraman tertahan.
Dia tak ingin mengganggu sang suami yang sedang terbaring lemah itu dengan suara bentakan yang ingin sekali ia keluarkan untuk mencaci anak dan sahabatnya yang tak tau diri.
Arjuna bangkit dan bersimpuh di kaki ibunya, meminta maaf atas kelakuannya.
Sarmila bergeming, bahkan dengan tangan terkepal, dia meminta Arjuna dan Bianca untuk meninggalkan rumah sakit ini.
"Tante—" ucapan Bianca langsung di potong oleh Sarmila yang menunjuk wajahnya.
"Diam kamu, dasar benalu! kamu ingin Arjuna kan, silakan ambil dan pergi dari sini! ngga sudi saya terima dia!"
Bianca tercengang dengan ucapan Sarmila, tak berpikir bahwa ibu sahabatnya itu akan berkata demikian.
"Tante, ayo kita bicara di luar, jangan di sini, kasihan om," pinta Roni.
"Bangun, ayo kita selesaikan masalah kita Juna!" ucap Sarmila dingin.
"Aku mau temenin ayah Bu."
"Ngga perlu, ngga guna juga, bangkit atau kamu akan di seret keluar!!"
Arjuna bangkit berdiri, mereka lantas menuju atap rumah sakit untuk berbincang.
Roni sudah meminta salah satu perawat untuk sesekali menengok ayah Arjuna, sebab mereka meninggalkan ayah Arjuna sendirian.
Di dalam Lift, Roni memeluk Sarmila dari samping, dia tahu saat ini perasaan wanita paruh baya itu pasti tengah terluka.
Luka akibat sang suami yang jatuh sakit, perusahaan yang sedikit goyah, semua di sebabkan anak yang tak tahu diri, yang menjadi penyebab semuanya.
.
.
.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Tita Dewahasta
nih racun buat bianca☠️☠️☠️
2021-11-06
0
Nn. Warman
kebangetan si Bianca emang
2021-08-19
0