"Setelah semua yang Tante lakuin untuk bantu kamu, jadi sekarang kamu mau mundur. Begitu, Dre?" Suara Ana melengking di telinga Andre dengan jeweran yang semakin kencang di telinga kanannya.
"Apa maksud Tante? Mundur apanya?" tanya Andre, kebingungan.
"Mundur apanya, mundur apanya? Jangan pura-pura tidak berdosa, atau kamu mau dapat jeweran di telinga satu lagi, hah?" hardik Ana dengan tangan satu lagi sudah siap menjewer telinga Andre sebelahnya yang langsung dihalangi oleh tangan Andre.
Lelaki yang sedang mendapatkan jackpot dari Ana pun, melirik Dimas yang malah menikmati biskuit dari toples. Bertanya dengan isyarat memainkan alis dan bola matanya. Sementara itu, Dimas hanya mengerutkan bahu sambil melampirkan senyum dengan mulut yang dipenuhi biskuit.
Andre membuang napasnya kasar, tak dapat jawaban apa-apa dari sang sahabat. "Tan, apa salahku? Kalau tentang mandi. Sumpah ganteng tujuh turunan, aku gak mandi di kamar Dimas!" Ia mengangkat dua jarinya, bersumpah.
Sama seperti Dimas, saat mendengar jawaban dari Andre, bukan hanya jeweran Ana yang diterima tetapi jitakkan juga mendarat di kening lelaki itu.
"Aku tak peduli kamu mau di kamar mandi mana pun. Mau di empang sekali pun aku tak peduli," ujar Ana, "Tapi aku tak akan tinggal diam kalau kamu berhenti memperjuangkan Irma. Enak saja, setelah kamu mohon-mohon sama Tante, kamu mau mundur setelah kita berjalan sangat jauh seperti ini, hah? Tante sampe minta Dimas untuk menjadikanmu pengawal mertua dan kakak iparnya, supaya kamu bisa lebih leluasa mendekati dia. Bahkan, Tante sampe ngompor-ngompori Dimas dan Naura, supaya kamu pindah ke samping rumah besanku. Sekarang kamu mau mundur, gitu?" Ana berbicara panjang lebar, menumpahkan kekesalannya kepada Andre. Tanpa memperhatikan Andre yang memberi kode untuk tidak mengatakan semua rencana yang pernah mereka susun.
Dimas yang sejak tadi senyum-senyum tak jelas karena berhasil menjadikan Andre sebagai bulan-bulanan mamahnya juga, tiba-tiba tersentak mendengar penuturan Ana. Bahkan, biskuit di mulut sampai berhamburan keluar saking terkejutnya.
"Ini gimana maksudnya?" tanya Dimas, menghentikan omelan Ana dan menyadarkan wanita itu.
"Ups!" Ana menutup mulutnya sendiri. Sadar dirinya telah keceplosan. Sementara itu, Andre menepuk jidatnya sendiri.
"Sepertinya ada konspirasi diantara kalian. Bisa kalian jelaskan?" Dimas menatap tajam sahabat dan sang ibu, satu persatu.
"Itu ... anu ... itu anu!" Andre menggaruk kepalanya yang gatal, bingung dari mana mulai menjelaskan.
Dimas tak menjawab, hanya tatapannya semakin tajam ke arah Andre dan Ana.
"Entar, aku napas dulu! Baru dijelaskan," ujar Andre, tersenyum kikuk. 'Ah, Tante, kenapa mesti keceplosan, sih?' rutuk Andre dalam hati.
Andre pun terpaksa menjelaskan semua yang telah mereka lakukan kepada Dimas. Bahkan, sampai sejauh mana Ana membantunya juga tak luput diceritakannya.
"Wah, g*la ternyata selama ini kau hanya menjadikan ku alat, untuk masuk ke keluarga mertuaku? Aku pernah merasa bersalah karena melibatkan kau dalam masalah keluargaku. Tahu-tahunya kau jadikan itu kesempatan emas." Dimas mengepalkan tangannya dan siap melayang ke tubuh sahabatnya.
Bukannya takut, Andre malah nyengir kuda. Ia tahu sahabatnya itu tak benar-benar akan memukulnya.
"Sudah-sudah! Itu sudah berlalu. Sekarang kita pikirkan ke depannya." Ana menengahi keduanya.
"Ke depannya apa? Dia sudah menyerah, Mah. Enggak perlu ada kata ke depannya," cibir Dimas.
"Enak saja nyerah! Kecuali, kalau dia mau mamah lempar ke kampung halamannya," ancam Ana.
"Kalau tak ada solusi, apa boleh buat. menyerah jalan satu-satunya," jawab Andre sambil memejamkan kedua matanya dan berhasil mendapat pukulan lagi dari Ana.
"Masih banyak jalan menuju Roma, begitu pun dengan jalan mendapatkan cengcemanmu itu. Anak muda, kok, semangatnya letoy banget!" Ana gemas sendiri melihat kefrustrasian sahabat anaknya itu. "Baru juga berjalan tiga bulan, masih seumur jagung," cibir Ana.
"Apa Tante ada solusi?" Lelaki itu memiringkan kepalanya, ke arah Ana duduk dengan mata yang sedikit memicing.
"Untung saja kau datang pada orang yang tepat." Ana menarik sudut-sudut bibirnya, membentuk lengkungan senyum. Wanita itu menjetikkan jemarinya, meminta kedua lelaki itu mendekat, lalu membisikkan sesuatu ditelinga mereka yang membuat keduanya mangut-mangut dengan senyum yang juga terlampir.
"Bagaimana?" Ana meminta pendapat mereka, tentang idenya.
Andre dan Dimas mengacungkan kedua jempol mereka tanda setuju.
"Makanya kalau punya isi kepala, brilian dikit. Negara kalian urus, giliran urusan wanita KO," cibir Ana yang merasa di atas angin, yang berhasil mendapat cebikan dari Andre dan Dimas.
"Setelah mendapat penindasan, tiba-tiba tenggorokanku terasa kering." Andre beranjak dari sofa, lalu pergi mengambil air minum.
Sementara itu, seseorang yang baru saja bangun langsung kegirangan saat melihat suaminya berada di lantai bawah. Ia langsung menuruni tangga lantas memeluk lelaki yang sedang membawa segelas es jeruk.
"Papol, aku merindukanmu!" gumam Naura sambil memeluk lelaki itu dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Marsha Andini Sasmita
,🤫🤫🤫🤫🤫🤫🤫🤗🤗🤗🤗🤗
2022-11-25
0
Marsha Andini Sasmita
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🤔🤔🤔🤔🤔
2022-11-25
0
Hartin Marlin ahmad
bisa gawat ni sepertinya naura salah peluk ni 😃😃😃 lanjut
2021-10-16
0