Dimas menyandarkan kepalanya di atas p*ha sang istri yang sedang selonjoran di kasur. Tak ada ritual apa pun, seperti tawar menawar mereka sebelumnya. Lelaki itu hanya menghujani wajah sang istri dengan ciuman, lalu bermanja-manja ria di pangkuan Naura. Meskipun kata dokter aman, bukan berarti dirinya harus memintanya setiap saat kepada sang istri. Ia paham walaupun aman jika berlebihan pasti tidaklah baik.
"Apa kabar, Junior? Apa kamu hari ini membuat Mamamu susah lagi?" Dimas memiringkan kepalanya, mencium perut yang mulai membuncit itu sembari mengusapnya lembut.
"Kabar baik, Papa. Junior anak baik. Junior tidak menyusahkan Mama," jawab Naura, mengatasnamakan sang junior, sembari memainkan rambut orang yang masih enggan beranjak dari pangkuannya.
"Bagus! Anak Papa memang pinter," jawab Dimas. "Apa sudah tak mual-mual lagi?" tanyanya kepada Naura yang beberapa hari ini selalu merasakan mual.
Naura menggeleng. "Seperti yang anakmu bilang, sekarang dia anak baik. Aku tak sudah tak mual-mual lagi. Yang ada aku pengen makan mulu, makanan di toko aja tak satu pun yang tidak aku cicipi. Semua masuk ke sini!" jawabnya, sembari menunjuk perutnya dengan senyum yang mengembang.
"Itu malah semakin bagus buat gantiin makanan yang kamu keluarkan kemarin-kemarin. Biar si junior tumbuh sehat di dalam sini." Dimas mengusap lembut perut Naura dengan satu tangan mencubit hidung wanita tersebut.
"Tapi, kalau makan seperti tadi siang terus, bisa-bisa aku kayak karung goni berisi beras. Enggak ada bentuk, aku gak bakalan cantik lagi. Bisa-bisa di pintu juga gak muat. Nanti kamu gak sayang lagi sama aku? Karena aku jelek." Raut wajah ibu hamil itu seketika berubah muram mengingat bagaimana gilanya hari ini ia makan. Apalagi, ucapan seseorang kembali terlintas di pikirannya.
"Meskipun hamil seorang istri harus bisa menjaga tubuhnya untuk tetap cantik, kalau gak mau suaminya melirik wanita lain yang jauh lebih cantik dan seksi." Ucapan itu terus terngiang di telinga Naura, bahkan wanita itu sampai memberikan contoh beberapa kasus istri yang ditinggalkan suaminya saat hamil, membuat Naura semakin muram dan bergidig.
Melihat ada gelagat yang tidak beres dari raut wajah sang istri, Dimas langsung bangun dan duduk di samping Naura. Lantas lelaki itu menarik sang istri ke dalam dekapannya.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa pikiranmu pendek sekali, sampai-sampai hal seperti itu terlintas di kepala yang biasanya sangat cerdas ini?" tanya Dimas, tangannya sedikit menjitak kening si istri. Lelaki itu sungguh tak habis pikir dengan pemikiran wanita yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu.
Seketika Naura mengangkat wajah, melihat sang suami yang masih merangkulnya. "Orang hamil itu pasti menjadi gendut, bahkan sangat gendut. Perut buncit, tubuh bengkak. Tapi, para lelaki pasti sukanya yang ramping-ramping, apalagi yang kayak gitar spanyol. Hari ini aku masih mending, ke depannya aku pasti gak jauh beda sama karung goni berisi beras. Aku takut kamu seperti mereka yang mencampakkan istrinya karena gendut, enggak berbentuk."
Tak terasa air mata meleleh dari iris yang masih menatap suaminya itu. Entah, mengapa semenjak hamil selain selain kondisi fisik yang sering terganggu, fsikis Naura juga sangat sensitif. Membuat wanita itu sering menangis atas hal yang tak jelas, bahkan belum tentu terjadi.
"Hei, kenapa malah menangis?" Dimas mengurai pelukannya, jemarinya mengusap cairan bening yang mulai membasahi sang istri. Kemudian, ia menangkup kedua pipi Naura. Senyum pun terukir di bibir Dimas saat mata mereka saling bertemu. "Aku mencintaimu karena semua yang ada pada dirimu. Biar pun suatu saat kamu gendut seperti apa pun, aku tak peduli. Aku akan tetap mencintaimu, bahkan sampai kamu keriput dan beruban pun akan kupastikan hanya kamu yang selalu di hati ini." Satu tangannya meraih tangan sang istri dan menuntun tangan kecil itu tuk menyentuh dadanya yang selalu berdegub kencang saat mereka terlampu sangat dekat. "Dalam setiap detak jantungku, desir darahku dan embusan napasku hanya ada satu nama yang selalu terukir yaitu kamu, Nona Naura Aurelia. Jadi, tak perlu menghiraukan omongan orang, selamanya aku hanya milikmu dan kamu hanya milikku. Cintaku tak akan berubah, kecuali semakin besar dan semakin besar lagi."
"Benarkah?" Lengkungan senyum terukir di wajah yang masih dibasahi air mata itu. Dimas selalu saja membuat Naura meleleh oleh setiap kata cinta yang diucapkannya.
"Tentu saja benar," jawab Dimas, lalu mendaratkan sebuah kecupan di bibir sang istri dan kembali memeluknya. "Jangan nangis lagi! Aku tak suka air itu keluar dari matamu, kecuali air mata kebahagian."
"Aku hanya lagi baper," sarkas Naura, sembari mengeratkan pelukannya.
"Hanya lelaki bodoh yang berani menyia-nyiakan wanita yang telah mengandung dan memberikan calon keturunan bagi mereka. Apalagi hanya dengan alasan, karena wanita mereka tak cantik lagi, padahal mereka juga yang telah merusak kecantikan wanita mereka." Dimas mencium pucuk kepala sang istri.
'Sepertinya, wanita itu mulai meracuni pikiran Naura yang tidak-tidak. Benar kata Mamah, aku harus lebih tegas lagi kepadanya,' gumam Dimas dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Marsha Andini Sasmita
♥️♥️♥️♥️🌹🌹🌹🌹♥️♥️♥️♥️♥️♥️
2022-11-25
0
Marsha Andini Sasmita
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2022-11-25
0
Hartin Marlin ahmad
ya dimas beri ketegasan sama tu mantan,semoga dimas Dan naura tetap bersama sampai ajal menjemput,lanjut....
2021-10-16
0