Semua orang menatap kepergian Andre yang tidak seperti biasanya. Tak ayal pun dengan Irma, matanya tak berkedip menatap kepergian lelaki itu. Terbersit rasa kecewa, saat Andre tak sedikit pun menyapanya, bahkan untuk sekedar berterima kasih atas susu jahe yang telah dibuatnya pun tidak.
"Ini ada apa, sih? Tak mungkin 'kan otak lelaki itu tergeser saat ketiban tangga?" Naura melihat ke arah kakaknya yang masih melihat lurus ke pintu dengan sendu.
Sadar, Naura memperhatikan dirinya, Irma lantas memutar bola mata dan kembali fokus pada makanan yang ada di atas piring. Masih seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Irma sembari memasukkan sesendok nasi, malas. "Habiskanlah makananmu! Tak baik menyisakan makanan di piring, nanti di makan setan," lanjutnya.
Naura tak menjawab. Ia malah semakin menatap tajam wanita yang berpredikat sebagai kakak kandungnya itu. Sementara itu, Dimas yang sudah menghabiskan makanan di piring memilih untuk pergi menyusul Andre.
"Sudah, siang. Sebaiknya aku juga menyusul Andre," ujarnya, memecah kesunyian yang mencekam di sana. "Titip Ara, ya, Mah! Kalau nakal jewer saja," lanjutnya, yang langsung mendapat pelototan sang istri.
"Jangan khawatir, Ara pasti baik-baik saja di sini." Ranti menimpali.
Naura yang sudah mengundurkan diri dari pabrik, lebih sering menghabiskan siangnya di rumah Ranti atau di rumah Ana. Karena menurutnya, di rumahnya terlalu sepi kalau tak ada Dimas. Ditambah lagi selalu ada tamu tak diundang yang selalu bersinggah ke rumahnya, yang hanya membuat mood ibu hamil itu menjadi anjlok.
"Aku berangkat kerja dulu. Jangan marah-marah! Kasian dedenya dengerin mamanya ngomel mulu." Dimas mengusap pucuk kepala sang istri dengan seulas senyum yang terlampir.
"Emang kapan aku marah-marah?" tanya Naura dengan polosnya.
Masih tanya kapan dirinya marah-marah? Sementara telinga Dimas sudah pengang mendengar ocehan Naura. Kadang, apapun yang dilakukan Dimas selalu saja salah di mata ibu hamil itu. Belum lagi kecemburuannya yang di atas normal, selalu memercikkan api amarah di dalam tubuh Naura.
"Tidak pernah." Senyum Dimas masih merekah.
"Kamu ledek aku, ya? Udah tahu aku sering marahin kamu, pun." Wanita itu mengerucutkan bibirnya. "Aku marah-marah, karena aku sayang sama kamu."
'Aku bilang tidak, dia malah ngaku sendiri. Giliran aku bilang iya, dia juga gak bakal terima.'
Dimas garuk-garuk tak gatal, menanggapi mood Naura yang semenjak hamil memang sering berubah-ubah. "Aku tahu. Dan, aku pun akan selalu sayang sama kamu. Udah, ya, aku berangkat dulu!" Lelaki itu mendaratkan sebuah kecupan di kening sang istri, lalu pamit kepada semua yang ada di sana.
Baru beberapa meter Dimas melenggangkan kaki, tiba-tiba suara sang istri menghentikan langkahnya kembali. "Ada apa?" tanyanya ketika Naura memintanya untuk berhenti, lalu berjalan mendekati dan mengikutinya sampai di ambang pintu.
"Dedenya minta di sun dulu," ujar Naura sebelum Dimas meninggalkan rumah, seraya mengusap perut yang sudah sedikit mengganjal.
Dimas pun langsung berjongkok dan dengan senang hati mencium perut Naura, sambil membisikkan sesuatu yang Naura sendiri tidak bisa mendengarnya. Hanya hembusan napas dan gerakan bibir yang terasa komat-kamit membuat perut geli yang bisa dirasakan Naura.
"Bisikin apa?" tanya Naura penasaran, setelah Dimas berdiri lagi.
"Rahasia," ucap Dimas seraya berbisik, lalu mendaratkan sebuah kecupan di bibir sang istri—setelah tengok sana-sani dan dirasakannya aman. "Aku berangkat!"
Senyum terukir di bibir keduanya. Dimas paham dengan gelagat sang istri, selain bayi yang dibuat alasan ingin dicium, sebenarnya satu kecupan terlewat saat pamit di ruang makan—dan itu memang sengaja dilewatkan Dimas karena malu oleh ibu mertua dan kakak iparnya.
"Hidup kalian lebay sekali!" cibir seseorang yang sudah ada di dalam mobil Dimas dan memperhatikan kelakuan sepasang suami istri itu.
"Hati-hati!" Naura melambaikan tangan, lalu menempelkan telapak tangan ke bibir, memberikan kiss jauh untuk Dimas.
Dimas pun mengangguk sembari membalasnya. Kemudian, masuk ke mobil di mana Andre sudah berada di dalam. Membuat lelaki itu, menatap Andre keheranan, yang katanya ingin pulang karena ada yang tertinggal dan ini malah sudah bersantai di dalam mobil. "Sepertinya kau sedang gugana oleh si Jahe impian," tebak Dimas.
"Jalan saja! Enggak usah banyak komen." Andre menyandarkan kepalanya di kepala jok dengan mata yang terpejam, merasakan sakit di seluruh tubuh dan sakit tak bertepi atas ketidak pastian.
Dimas hanya geleng-geleng. Tanpa ada niat menyela lagi, lelaki itu pun lebih memilih menghidupkan mobil dan melajukan mobil meninggalkan rumah ibu mertuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Marsha Andini Sasmita
🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩🥰🥰🥰
2022-11-25
0
Marsha Andini Sasmita
😘😘😘😘😍😍😍😍😘😘😘😘😘
2022-11-25
0
🍀ʀaʀa
next thor
2021-08-11
1