"Biarpun anak bau kencur, dia sudah terjamin bibit unggul," sanggah Dimas saat Andre mengatai istrinya anak bau kencur.
Namun, tiba-tiba sebuah tangan menarik telinganya sangat kencang. "Bibit unggul sih, bibit unggul! Sini, mamah mau bicara!" ucap Ana, sambil terus menarik telinga si anak, membuat Dimas mengikuti arah tangan yang terus menyapitnya itu.
"Sakit, Mah! Kenapa malah dijewer, sih?" Dimas merutuki tindakan sang mamah yang menarik telinganya ke bawah sembari memutar bola mata dan menatap tajam ke suatu sudut—memaksa lelaki itu duduk di tempat yang sudah ditunjuk oleh Ana.
"Kau pantas dijewer!" jawab Ana, melepaskan jewerannya setelah Dimas duduk. Akan tetapi hadiah seorang ibu tak sampai di sana. Wanita itu malah menjitak beberapa kali kening Dimas.
"Apa salah dan dosaku ya Tuhan? Kenapa datang-datang malah dapat jackpot banyak benar. Nyesel, aku mampir kemari." Lelaki memakai baju couple-an itu mencoba menghalau jitakkan supaya tak mendarat di kening.
"Jadi kau menyesal mampir kemari, hah?" Ana malah semakin menjadi, bahkan cubitan sudah mendarat di pinggang Dimas.
"Siapa yang tak menyesal, kalau datang-datang malah dapat kekerasan kayak gini? Lama-lama aku lapor sama KPAI dan KomNasHam," ujar Dimas.
"KPAI dan KomNasHam?" Wanita paruh baya itu memiringkan kepala seraya memicing, saat mendengar jawaban Dimas. Ia menghentikan tangannya yang masih gatal ingin memberikan pelajaran kepada si anak.
"Iya, Komisi Perlindungan Anak. Perbuatan mamah itu sudah menyalahi aturan. Ini termasuk kekerasan," jawab Dimas.
"Eh, Dabl*g! Mamah memang bukan penegak hukum, tapi mamah juga tahu kalau KPAI itu buat perlindungan anak-anak. Hubungannya kamu dan KPAI apa?"
"Aku juga 'kan anak, anak mamah. Sama-sama anak, 'kan?" Dimas menyeringai lebar dan berhasil membuat sebuah bantal sofa melayang ke wajahnya.
"Tahu, ah!" Ana menjatuhkan bokongnya di sofa yang berseberangan dengan Dimas, tak ingin lagi memperpanjang gurauan anaknya itu.
Wanita itu menyilangkan kaki kiri di atas kaki kanannya, dengan tangan yang melipat di depan dada dan iris hitam yang menatap tajam orang di hadapannya. Saat melihat gelagat sang mamah, Dimas mulai merasakan sesuatu tidak beres, mungkin sesuatu telah terjadi ketika dirinya tidak ada di samping Naura.
"Ada apa? Apa ada masalah? Kalau Mamah main hajar tanpa memberi penjelasan dulu, bagaimana aku bisa paham?" tanya Dimas kepada Ana, yang mata elang wanita itu seakan-akan akan membunuhnya.
"Sampai kapan kamu akan membiarkan wanita itu menemui Naura terus?" tanya Ana, kemudian. "Mamah takut, itu akan mempengaruhi keadaan keluargamu ke depannya?"
"Apa dia menemui Ara lagi?" tanya balik Dimas yang sudah tahu wanita yang dimaksud Ana.
"Iya. Dia menyusul istrimu ke toko. Untung mamah ke sana dan mamah segera bawa istrimu pulang. Kamu tahu, jiwa bumil itu sensitif. Bagaimana kalau wanita itu ada maksud tertentu mendekati istrimu? Siapa tahu ia hanya pura-pura amnesia? Melihat kegigihannya mendekatimu lewat Naura, mamah jadi ragu kalau dia benar-benar amnesia." Ana panjang lebar menceramahi anaknya. Sebagai seorang ibu, ia takut anaknya akan terjebak pada masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya.
"Aku sudah berulang kali melarangnya menemuiku atau pun Ara. Kenapa dia masih nekad juga?" Dimas mengacak-acak rambutnya sendiri, ia sungguh tak habis pikir dengan wanita yang beberapa bulan lalu kembali dan sudah seperti jelangkung, datang tak dijemput dan pulang tak diantar, di kehidupan keluarga kecil Dimas.
Ana mengangkat kedua bahunya berpangku tangan. "Lebih tegas saja sama dia, daripada ke depannya keluargamu yang jadi ancamannya. Meskipun sejauh ini dia masih biasa-biasa saja, tapi waspada harus! Ingat kejahatan bukan karena ada niat dari pelaku tetapi juga karena ada kesempatan. Begitu pula dengan perselingkuhan," ujar Ana lagi.
"Sepertinya aku pernah dengar kata-kata itu."
"Mamah gurunya," jawab Ana, kemudian, melihat Dimas tampak berpikir.
Keduanya pun berbincang, mencoba mencari jalan keluar. Hingga, derap kaki terdengar menuruni tangga dan semakin mendekat ke arah mereka. Dimas menoleh ke arah suara, senyumnya pun tersungging. Tak ingin hanya dirinya yang mendapatkan jackpot, terlintas di pikiran Dimas untuk berbagi penderitaan dengan sang sahabat.
"Apa mamah tak ingin memberikan petuah juga pada orang yang satu itu?" Dimas mendekati Ana, seraya berbisik.
"Memang dia kenapa lagi?" tanya Ana, keheranan.
Dimas mendekatkan kepalanya ke telinga sang mamah, dengan tangan yang sengaja ia gunak untuk menutupi wajahnya dari pinggir, lelaki itu pun berbisik cukup lama. Membuat Ana menatap orang yang mendekat ke arah mereka dengan hidung yang sudah kembang kempis. Melihat ekspresi sang mamah, Dimas tersenyum miring, sudah dipastikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kau mandi di mana?" tanya Dimas saat Andre semakin dekat, sembari membenarkan posisi duduknya.
"Di kamarmu, di mana lagi," jawab Andre, sengaja menggoda Dimas.
"Kau cari gara-gara, ya? Gimana kalau Naura bangun? Dan langsung masuk kamar mandi karena menganggap aku yang ada di dalam kamar mandi."
"Yang penting enggak bangun, jadi aman," jawabnya, enteng.
"Kau, ya!" Dimas mengangkat tangannya yang sudah terkepal.
Namun, belum sempat melayang ke wajah pengejar jahe itu, tiba-tiba tubuh si pengejar jahe sudah tertarik oleh capitan di telinga yang menyakitkan.
"Ampun, Tan! Aku hanya bercanda. Aku mandi di kamar sebelah," jelas Andre yang mengira Ana menjewernya karena perbincangannya dengan Dimas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Marsha Andini Sasmita
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-11-25
0
Marsha Andini Sasmita
😀😀😀😆😀😀😆😆😀😀😀😀😀
2022-11-25
0
Resakrvv
kocak jga ne org bertiga kalau kmpul 😂 😂 😂
2021-11-30
0