Andre kembali ke rumah Ranti setelah bersih-bersih dan berganti pakaian. Ia tampak sangat gagah dengan seragam PDL yang ia gunakan, tak lupa topi bertengger di kepala, semakin membuat sempurna penampilan polisi 27 tahun itu.
"Assalamualaikum," ucapnya dari depan pintu. Meskipun sudah terbiasa bertandang ke rumah itu, tanpa ada izin dari pemilik rumah ia tak berani melangkah melewati batas pintu.
"Waalaikumsalam. Masuk, Nak Andre!" Terdengar teriakan Ranti dari dalam.
Baru saja Andre akan melangkah, tiba-tiba sebuah tepukan mengagetkan dirinya.
"Ngapain di depan pintu? Jadi palang pintu, Pak?" tanya Naura sambil melenggang pergi, tanpa menunggu jawaban orang yang ditanyanya.
"Sudah kubilang jangan panggil aku 'Pak'! Aku bukan bapakmu!" sarkas Andre, yang tak pernah terima dipanggil 'bapak' oleh Naura. Sementara itu, Naura hanya mengangkat satu tangan, melambai, tak peduli, sambil terus berjalan menemui kakak dan ibunya.
"Terima nasib saja, ketimbang dapat semprot ibu hamil yang ada tambah puyeng kepalamu!" Dimas juga menepuk bahu Andre cukup keras, membuat Andre merintih kesakitan.
"Gak usah pukul-pukul napa? Badanku sakit semua," rutuk Andre.
"Sakit semua?" Dimas memicingkan sebelah matanya, mengingat percakapan mereka semalam, membuatnya berpikir kalau Andre habis bermain-main.
Melihat tatapan mata penuh curiga dari sang sahabat, Andre langsung meninju lengan Dimas. "Heh! Aku anak soleh. Si Imin masih aman terkendali di tempatnya sampai dia nemuin rumah halal buat pulang. Kehamilan si Ara, kenapa membuatmu jadi orang rada kongslet?"
"Siapa tahu aja sekali-kali pengen merasakan dirazia."
"Emang Situ?" Andre mengingatkan kejadian beberapa bulan silam saat Dimas dan Naura terkena razia di jalan remang-remang. "Noh! Aku habis indehoy sama tangga," lanjut Andre, menunjuk tangga yang masih tergeletak di halaman.
Tawa Dimas pecah saat mendengar penuturan Andre yang membuta lelaki itu merasakan sakit di seluruh tubuh. Bahkan, tawa Dimas masih menggema sampai mereka masuk ke rumah.
Ranti dan Naura di ruang makan pun menoleh ke arah suara, menatap Dimas dan Andre, keheranan. Sementara Irma, ia tak tertarik dengan suara tawa mereka, tetapi ia terkesima oleh penampilan Andre yang menurutnya sangat-sangat sempurna. 'Tampan.' Dalam hati ia memuji lelaki yang tadi pagi baru saja dipatahkan semangatnya oleh dirinya.
Tingkah sang kakak yang terus memandangi lelaki jangkung yang berjalan ke arah mereka pun, tak luput dari perhatian adiknya. "Ehm! Awas ngences, Kak!" Naura menyenggol lengan kakaknya. "Itu, kepenuhan, Kak!" lanjutnya lagi, melihat air yang dituangkan Irma sudah melampaui kapasitas.
"Eh!" Irma tersentak dan langsung mengangkat poci yang dipegangnya.
"Ah, Kakak, jadi pada basah, 'kan? Makanya kalau suka bilang saja, jangan so jual mahal. Dia mabur baru tahu tempe," omel Naura sembari mengeringkan meja makan yang basah.
"Apa, sih, De? Kalau ngomong jangan ngaco," gumam Irma, pelan.
"Ada apa? Kenapa ribut mulu?" Dimas menghampiri sang istri, mengusap lembut pucuk kepala Naura.
Naura hanya mengedigkan bahu.
Mereka pun sarapan pagi bersama. Andre yang tadinya hanya ingin sekedar menepati janji untuk meminum susu jahe saja pun, terpaksa ikut sarapan karena permintaan keukeuh dari Ranti.
Sesekali Irma, mencuri pandang terhadap lelaki yang sibuk dengan makanan di piring. Terbersit rasa kagum yang begitu dalam di benaknya, tetapi lagi-lagi ia menepisnya jauh-jauh.
"Jangan berharap lebih, jika kau tak mau menyakitinya. Biarkan dia bahagia dengan orang lain," kata hati Irma, berbicara.
"Kenapa kau tak berusaha memulainya? Bukankah kalian memiliki rasa yang sama?" Hati yang lain juga ikut berbicara. Seolah-olah ada pergolakan batin di hati Irma.
'Sadar Alesha Irmania!' Irma menggeleng-geleng, menyadarkan pikirannya.
Andre sendiri tak banyak bicara, meskipun ia tahu wanita itu terus memperhatikannya. Ia lebih memilih bersenda gurau dengan Naura yang memang suka nyambung kalau berbicara ini dan itu, apalagi kalau masalah hiya-hiya—membuat Irma semakin merasa tak diangggap.
"Dim, kamu mau susu jahe juga? Masih ada di dapur, biar kakak ambilkan," ujar Irma, kemudian, saat Andre meneguk susu jahe buatannya.
"Enggak usah, Kak," jawab Dimas.
"Kasih lagi sama Pak Andre aja, Kak, seperti dia suka sekali susu jahe buatanmu! Lagian sekarang Papol gak suka minuman yang kayak gituan. Dia lebih suka menegaknya langsung dari sumbernya," ujar Naura, tanpa filter. Membuat wajah lelaki disampingnya memerah karena malu.
"Ra!" ujar Dimas dengan suara yang ditahan tanpa membuka mulut.
"Apa? Kamu juga suka asal jeplak kalau lagi sama Papah Bambang dan Mamah Ana," jawab Naura tak peduli.
"Iya, tapi peka dikit dong! Di sini ada jomlowan dan jomlowati."
"Wah, tega kamu ngatain mertua sendiri jomlowati!"
Dimas semakin pusing dengan jawaban Naura, serba salah. Ranti yang sudah mulai paham tabiat anak dan menantunya hanya bisa senyum-senyum sambil geleng-geleng.
"Terima kasih, Tante, sarapannya. Aku pergi duluan, ya, sepertinya ada yang ketinggalan di rumah." Tiba-tiba Andre menghentikan ocehan Naura dan Dimas.
"Sama-sama. Tante juga makasih, kamu sudah repot-repot benerin genteng sampai jatuh segala." Ranti masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Andre.
"Itu bukan apa-apa, Tan."
Lelaki itu pun pamit, tanpa mengucapkan apapun kepada Irma. Padahal biasanya, ia selalu memuji susu jahe buatan si janda itu atau membuat gombalan receh ala-ala Andre.
"Dia kenapa?" bisik Naura ditelinga sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Marsha Andini Sasmita
😂😂😂😂😂😂🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩
2022-11-25
0
Marsha Andini Sasmita
😆😆😆😆😆😆😆😆😆😆😆😆😆
2022-11-25
0
Hartin Marlin ahmad
bags andre lebih baik dak usah menggombal dulu,lanjut....
2021-10-16
0