Mencintaimu Dibawah Indahnya Langit
Lala melangkahkan kaki memasuki perusahaan dengan langkah cepat sebab ia datang dua jam setelah jam kantor dimulai. Ia mengutuk wekernya yang tak berbunyi meski sebenarnya benda itu telah menjerit dengan volume yang sudah diatur oleh Lala namun gadis itu tak bergeming sehingga saat terbangun dan melihat jam ia kelabakan sehingga menyambar apa yang bisa ia jangkau.
Satpam dan resepsionis bahkan karyawan yang kebetulan melintas menyapanya dengan ramah dan dibalas Lala tak kalah ramah meski setelah itu karyawan itu memandang bingung melihat penampilan Lala yang tak seperti biasa yang cantik, anggun dan berkelas dan sekarang ia mengenakan gaun hitam biasa kembang-kembang 3/4 hampir menyerupai daster dengan sepatu kets putih, membuatnya terlihat seperti ibu muda.
Ya, Mirela Tania atau biasa dipanggil Lala adalah seorang sekertaris di perusahaan PT. Samudera Api, dimana perusahaan ini bergerak di bidang pertambangan dan juga perusahaan ini masuk dalam sepuluh besar perusahaan terbaik di Indonesia. Gadis berusia 24 tahun itu baru satu setengah tahun bekerja sebagai sekertaris. Perjuangannya yang bisa diibaratkan mendaki gunung melewati lembah, laut disebrangi, bukit curam nan terjal tak luput ia panjat demi mendapatkan pekerjaan ini.
Evan Setyawan, CEO PT. Samudera Api berusia 27 tahun. Laki - laki tampan tapi sedikit cuek itu sudah menjabat sebagai posisi Direktur utama sejak 4 tahun lalu dan dalam kepemimpinannya dibantu orang-orang kepercayaannya membuat PT. Samudera Api menembus kancah internasional sehingga papanya menyerahkan sepenuhnya perusahaan padanya 2 tahun lalu.
Dan sekarang Lala dengan percaya diri setiap hari bekerja keras agar tak mengecewakan atasannya dan syukur Evan sang atasan bisa selalu memberikan pengarahan jika ada pekerjaan Lala yang tidak sesuai dengan keinginannya, tidak pernah mengeluh dan selalu belajar dan kerja kerasnya. Maka dari itu jika perusahaan mereka menang tender maka bonus dengan begitu lancarnya mengalir ke rekeningnya.
Juga dengan jabatan ini membuat karyawan lain ikut menghormatinya selayaknya sang Direktur meski sebenarnya kebanyakan karyawan menyukai Lala yang ramah dan baik.
"DORRRRRR !" Teriakan kencang seorang gadis yang entah muncul darimana kini melompat didepan Lala hingga ia yang tadinya ingin memasuki lift terjengkit kaget. Lala memegangi dadanya yang berdebar kencang sambil melotot ngeri pada Pratiwi yang biasa dipanggil Tiwi itu. Namun Tiwi terlihat masa bodo dipelototi Tiwi.
"Heh.. nenek gayung.. bisa gak pagi-pagi jangan bikin orang jantungan !" Bentaknya namun disambut dengan cebikkan bibir gadis didepannya.
"Apa ? Pagi ? Pagi dari Hongkong.. pantas aja kamu jomblo karena jodohmu dipatuk ayam.. hahaha !" Ucapnya ngaco membuat Lala ingin sekali mencekiknya dan menenggelamkannya dipancuran air depan kantor.
"Heh nenek gayung.. mending balik Sono ke habitat Lo ya, dicari kakek gayung tuh minta dibuatin kopi. Daripada disini kamu cuma bikin aku jantungan.. kalau aku jantungan trus langsung is dead (mati) gimana ?" Lala mencak-mencak dengan masih melotot ngeri.
"Ya dikuburlah emang mau apa lagi ? " Sahutnya enteng membuat mata Lala semakin melotot maksimal.
"Heh.. kalau aku mati, aku bakal jadi hantu gentayangan, aku bakal hantuin kamu setiap malam dan kalau kamu udah matiin lampu aku akan tidur disampingmu !" Lala menjelaskan sambil bergaya seperti hantu membuat Tiwi yang awalnya cuek kini bergidik juga membayangkan itu semua.
"Huh.. ini laporan pemasaran bulan lalu yang diminta Evan, bilang sama dia ini udah komplit. Dari tadi aku bolak balik ke ruangannya tapi tu ketua geng beserta antek-anteknya blum datang. Enak banget jadi bos bisa datang dan pergi seenak udel dan ada apa dengan penampilanmu hari ini ?" Sambil mengomel Tiwi menyerahkan map yang sejak tadi ia pegang seraya menelisik Lala dari ujung kaki hingga ujung kepala. Belum Lala membalas perkataannya Tiwi sudah keburu memotongnya.
"Ya mau gimana lagi ? Kamu mau pake apa aja tetap aja jomblo.. jomblo ngenes jadi nggak penting kamu seperti apa ya gitu deh J.O.N.E.S !" Setelah mengatakan itu Tiwi sambil terkekeh melenggang pergi begitu saja mengabaikan Lala yang sudah berasap kepalanya.
"Heh.. nenek gayung.. dasar kurang ajar.. sini kamu ku gibeng.. DASAR NENEK SIHIR.. KUNTILANAKKKKK !" Lala mengamuk dengan kaki menghentak lantai. Nafasnya naik turun akibat emosi. Satpam dan resepsionis yang sejak awal melihat perdebatan itu menahan tawa melihat duo macan tarik urat.
Pratiwi Anandhita adalah sepupu dari Direktur, Evan Setyawan. Gadis seusia Lala itu mulai magang sejak awal kuliah, mempelajari banyak hal dengan tekun yang saat itu masih dipegang omnya yang juga ayah Evan yaitu tuan Robby Setyawan. Meski saat itu Evan pun masih dalam pengawasannya untuk menduduki kursi Direktur. Tak pelak tuan Robby tidak segan-segan keras terhadap anak dan keponakannya hingga kini keduanya dapat dipercayai memegang perusahaan seutuhnya, dengan ketekunan serta kerja kerasnya pun Tiwi kini menjabat sebagai Manager Pemasaran yang tak hanya nasional tapi juga internasional. Suatu kebanggaan baginya karena mampu membuat paman serta ayahnya bangga kepadanya.
Dan mengapa ia slalu tarik urat jika bertemu dengan Lala, gosipnya saat Lala telah sebulan resmi menjadi sekertaris Evan dan selama sebulan keduanya cukup akrab. Hingga seorang pria magang bernama Rio dengan senyum seindah langit biru itu sekejab merebut hati Lala dan Tiwi dalam pandangan pertama dan kemudian keduanya sering berebut jika ingin mengantar sesuatu ke ruangan Rio entah minuman atau dokumen dari Evan maka keduanya akan saling berebut. Sebelum dokumen itu robek dan rusak maka Evan sudah meneriaki keduanya. Membuat keduanya mingkem seketika namun dengan cepat Lala menyambar dokumen itu dan berlari keluar mengabaikan Tiwi yang kaget dan segera mengejarnya disertai pukulan.
Waktu berlalu dan magang Rio segera berakhir. Lala dan Tiwi dengan kompaknya membuat acara perpisahan untuk Rio membuat Evan mencebik sinis pada keduanya. Rio yang terharu mengucapkan terima kasih pada keduanya membuat Lala dan Tiwi terbang menuju langit.
"Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada pak Evan yang memberikan kesempatan pada saya untuk magang di perusahaan ini dan memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga untuk saya melangkah kedepannya !" Ucapnya tersenyum pada Evan yang dibalas senyum tipis dan anggukan kepala.
"Dan juga kepada Lala dan Tiwi yang selama ini dengan sabar membantu saya menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Saya benar-benar tidak tau bagaimana jadinya dan kalian berdua benar-benar seperti Dewi penolong !" Mendengar itu Duo macan merasa sayapnya semakin kencang untuk terbang. Sebenarnya bukan hanya duo macan yang naksir Rio mayoritas gadis-gadis disana juga menaksir pada pria yang seperti Primus Yustisio itu namun setelah mengetahui bahwa sekertaris dan juga sepupu CEO juga naksir padanya maka gadis-gadis itu mundur teratur membiarkan duo macan memperebutkan Rio.
" Terima kasih banyak untuk semuanya !" Lanjut Rio seraya membuka resleting tasnya mengambil sesuatu yang terlihat seperti undangan. "Bulan depan saya menikah, saya harap kalian semua bisa datang !" Suasana sekitar sunyi senyap seketika. Duo macan yang tadinya terbang kini dipertengahan jalan harus jatuh akibat tembakan kata-kata rudal Rio. Keduanya murung seketika. Para pria menahan tawa melihat reaksi para wanita yang menjadi patung.
Duo macan kini terduduk bersisian di sofa ruangan Evan, mata keduanya menatap keluar jendela dengan tatatapan kosong. Evan hanya menatap keduanya dengan iba juga geli. Ingin sekali ia tertawa keras seraya mengejek keduanya namun ia harus tetap menjaga wibawa meski didepan sepupu dan sekertarisnya.
Semenjak itu keduanya sering meributkan apa saja. Cinta tak terbalas keduanya membuat keduanya seperti Tom & Jerry jika bertemu walau keributan keduanya tak serius namun cukup membuat kepala Evan dan karyawan lainnya ingin meledak.
------
Lala segera memasuki lift menuju ruangannya, segera memasuki ruangan Evan membereskan sedikit mejanya, menyiapkan cappucino kesukaan Evan dan menaruh di meja. Lala segera kembali ke mejanya membuat jadwal kegiatan Evan hari ini. Namun hingga mendekati jam pulang tiba batang hidung Evan tidak muncul. ditelepon ke ponselnya malah tidak aktif. Lala bertanya ada apa gerangan. Saat menelepon Tiwi.
"Ke Jepang kali ngebantu ultramen kalahin belalang raksasa.. hahaha !" Tiwi tergelak membuat Lala mengeram jengkel.
"Eh.. kunyuk.. aku serius hari ini ada pertemuan penting !" Sewot Lala.
"Ya gak tau, telpon ke rumahnya aja sama rumahnya di Bandung, rumah di Semarang, rumah di Jogja, rumah di Banten, rumah di Makassar sama rumah di Amerika juga telpon aja !" Tiwi segera mematikan telepon sebelum mendengar Lala menyemprotnya.
Dengan perasaan dongkol Lala memenuhi saran Tiwi diteleponnya rumah Evan dan menurut si pembantu yang mengangkat telepon Evan keluar sejak siang dan belum kembali. Setelah mengucapkan terima kasih Lala menutup telepon.
Saat asik membaca lembaran dokumen didepannya saat seseorang keluar dari lift dan menuju meja Lala. Merasa diabaikan, dokumen yang tadinya selalu dipegangnya dibanting dengan keras didepan Lala hingga membuat gadis itu terjengkit kaget dan refleks berdiri.
"Eh, monyettttt !" Pekik Lala kaget. Matanya memelototi orang didepannya.
Dia adalah Edi Gunawan, orang bertanggung jawab dalam pembangunan pabrik khusus untuk menyimpan bahan baku. Sekejap orang didepannya menaikkan satu alisnya melihat respon Lala namun ia berusaha tak peduli.
"Evan mana ?" Tanyanya to the point.
"Bos belum datang !" Lala berusaha menormalkan suaranya meski ingin sekali memaki-maki pria didepannya.
"Kemana dia ?" Dengan tampang super menyebalkan.
Lala terdiam sejenak "masih diperjalanan pak, menuju kemari !" Lala masih berbicara normal meski tangannya ingin sekali menjambak pria didepannya.
"Kenapa sekertaris perusahaan besar memiliki selera fashion buruk !" Edi mengamati Lala dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Aduh, kamu membuatku sakit mata dengan penampilan seperti itu. Harusnya kamu tu cantik dan anggun. Tunjukkin ke orang-orang kalau sekertaris perusahaan besar tu nggak katrok dan norak plus buta fashion !" Edi masih meremehkan membuat Lala menganga. Emosi terlihat diwajahnya. Dadanya naik turun menahan emosi.
"Sudahlah, katakan pada Evan, kalau lokasi D sudah siap untuk dilakukan pembangunan pabriknya jadi ini berkas detail keseluruhan bahan bakunya dan minta Evan untuk segera tanda tangan jadi bisa segera terlaksana. Oke Juminten !" Sambil menunjuk berkas yang tadi dibantingnya, Edi menatap wajah Lala.
Lala terperangah amat sangat mendengar ucapan Edi. Arogan sekali pria itu. Karena merasa pintar dan sering diandalkan membuat tingkat kesombongannya semakin tinggi dan menjadi hingga sering memandang remeh orang lain.
Masih mematung ditempat, membuat Lala tak sadar Edi sudah hilang memasuki lift. Tersadar saat ia kembali sendiri.
"MONYETTTTTTTTT !" Teriaknya sekuat tenaga seraya melemparkan berkas-berkas yang tadi diserahkan Edi.
"Aaaaaaaaarrrrrrrrggggjjjjhhhh !" Lala berteriak meluapkan emosinya. Andai bisa ingin sekali ia meraih keyboardnya dan memukulkan ke wajah menyebalkan Edi tadi.
Berkas itu berceceran dilantai, Lala masih menetralkan rasa marahnya, menarik nafas berulang kali. Barulah saat perasaannya kembali normal, dipungutnya berkas-berkas itu dan dibacanya meski rasa dongkol belum pergi.
Larut dalam lamunan, Lala tidak menyadari seseorang berdiri didepannya menatap aneh pada pakaiannya.
"Eh, monyettttt !" Pekik Lala kaget menatap horor pada pria didepannya. Refleks berdiri mengira itu Edi kembali.
"Apa kamu bilang !" Teriak Evan tidak terima.
"Maaf bos.. maaf.. maaf sekali. Saya gak sengaja !" Lala menunduk menyesal.
Evan mendengus, Lala mengintip wajah bosnya. Tatapan garang itu masih terpampang disana.
"Saya lapar, pesankan makanan !" Ucap Evan sembari memasuki ruangannya.
Lala melirik jam ditangannya, sudah jam 3 sore dan pria itu belum makan siang.
Akhirnya ia memesan makanan lewat jasa online. Saat makanan datang, Lala segera menyiapkan di piring dan membawa ke ruangan Evan.
Evan terlihat melamun menatap kosong langit-langit ruangan namun Evan segera beralih ke sofa saat makanan pesanannya datang, dengan tergesa menikmati makanan itu sambil menatap heran pada Lala.
Melihat itu, Lala urung menyampaikan pesan dari Tiwi dan Edi. Lala memutuskan untuk menyampaikan besok saja karena bosnya terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Kau ngapain ke kantor pake daster ?" Tanya Evan, Lala terkejut.
"I.. i.. ini bukan daster pak. Ini sudah masuk kategori gaun !" Jelas Lala tersenyum. Evan mengunyah masih menelisik pakaian Lala.
"Bener deh, itu seperti dipake pembantu dirumah !" Tambah Evan membuat Lala mati kutu.
"Maaf pak, tadi pagi saya bangun terlambat jadinya saya pake apa yang saya pegang. Jadinya seperti ini !" Jawab Lala. Evan menaikkan satu alisnya membuat Lala waspada.
"Kalau begitu saya permisi pak !" Ucap Lala saat Evan akan membuka mulut. Cepat-cepat gadis itu lari keluar. Menarik nafas lega. Biasanya jika Evan menghukum ia akan menyuruh Lala lari keliling parkiran 10x membuat Lala sangat hati-hati untuk membuat Evan tidak senang.
Dan kabur adalah jalan terbaik sebelum kata-kata hukuman itu keluar dari mulut Evan.
'yang bener aja lari keliling parkiran jam 3 sore. Mau ditaruh dimana muka cantikku ini'! Pikir Lala.
"Aku mencintaimu !" Gumam Evan pelan.
"Apa bos ? Tadi bos bilang apa ?" Lala menghentikan langkahnya, berbalik karena tidak jelas mendengar ucapan Evan.
"Oh tidak.. tidak apa-apa !" Evan gelagapan hampir tersedak. Segera diraihnya gelas dan meminum airnya.
Lala menggangguk dan segera keluar diiringi tatapan lembut dan senyum hangat Evan namun senyum itu langsung luntur saat melihat cincin kawin yang bertengker manis dijarinya. Menarik nafas Evan menghabiskan makanannya dan memutuskan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Erni Fitriana
nyimak
2022-10-25
1
Fafa
Terima kasih, semoga suka🥰
2022-04-07
0
♡momk€∆π♡
mampir..kynya ceritanya menarik💕
2022-04-07
2