Lala melangkahkan kaki memasuki perusahaan dengan langkah cepat sebab ia datang dua jam setelah jam kantor dimulai. Ia mengutuk wekernya yang tak berbunyi meski sebenarnya benda itu telah menjerit dengan volume yang sudah diatur oleh Lala namun gadis itu tak bergeming sehingga saat terbangun dan melihat jam ia kelabakan sehingga menyambar apa yang bisa ia jangkau.
Satpam dan resepsionis bahkan karyawan yang kebetulan melintas menyapanya dengan ramah dan dibalas Lala tak kalah ramah meski setelah itu karyawan itu memandang bingung melihat penampilan Lala yang tak seperti biasa yang cantik, anggun dan berkelas dan sekarang ia mengenakan gaun hitam biasa kembang-kembang 3/4 hampir menyerupai daster dengan sepatu kets putih, membuatnya terlihat seperti ibu muda.
Ya, Mirela Tania atau biasa dipanggil Lala adalah seorang sekertaris di perusahaan PT. Samudera Api, dimana perusahaan ini bergerak di bidang pertambangan dan juga perusahaan ini masuk dalam sepuluh besar perusahaan terbaik di Indonesia. Gadis berusia 24 tahun itu baru satu setengah tahun bekerja sebagai sekertaris. Perjuangannya yang bisa diibaratkan mendaki gunung melewati lembah, laut disebrangi, bukit curam nan terjal tak luput ia panjat demi mendapatkan pekerjaan ini.
Evan Setyawan, CEO PT. Samudera Api berusia 27 tahun. Laki - laki tampan tapi sedikit cuek itu sudah menjabat sebagai posisi Direktur utama sejak 4 tahun lalu dan dalam kepemimpinannya dibantu orang-orang kepercayaannya membuat PT. Samudera Api menembus kancah internasional sehingga papanya menyerahkan sepenuhnya perusahaan padanya 2 tahun lalu.
Dan sekarang Lala dengan percaya diri setiap hari bekerja keras agar tak mengecewakan atasannya dan syukur Evan sang atasan bisa selalu memberikan pengarahan jika ada pekerjaan Lala yang tidak sesuai dengan keinginannya, tidak pernah mengeluh dan selalu belajar dan kerja kerasnya. Maka dari itu jika perusahaan mereka menang tender maka bonus dengan begitu lancarnya mengalir ke rekeningnya.
Juga dengan jabatan ini membuat karyawan lain ikut menghormatinya selayaknya sang Direktur meski sebenarnya kebanyakan karyawan menyukai Lala yang ramah dan baik.
"DORRRRRR !" Teriakan kencang seorang gadis yang entah muncul darimana kini melompat didepan Lala hingga ia yang tadinya ingin memasuki lift terjengkit kaget. Lala memegangi dadanya yang berdebar kencang sambil melotot ngeri pada Pratiwi yang biasa dipanggil Tiwi itu. Namun Tiwi terlihat masa bodo dipelototi Tiwi.
"Heh.. nenek gayung.. bisa gak pagi-pagi jangan bikin orang jantungan !" Bentaknya namun disambut dengan cebikkan bibir gadis didepannya.
"Apa ? Pagi ? Pagi dari Hongkong.. pantas aja kamu jomblo karena jodohmu dipatuk ayam.. hahaha !" Ucapnya ngaco membuat Lala ingin sekali mencekiknya dan menenggelamkannya dipancuran air depan kantor.
"Heh nenek gayung.. mending balik Sono ke habitat Lo ya, dicari kakek gayung tuh minta dibuatin kopi. Daripada disini kamu cuma bikin aku jantungan.. kalau aku jantungan trus langsung is dead (mati) gimana ?" Lala mencak-mencak dengan masih melotot ngeri.
"Ya dikuburlah emang mau apa lagi ? " Sahutnya enteng membuat mata Lala semakin melotot maksimal.
"Heh.. kalau aku mati, aku bakal jadi hantu gentayangan, aku bakal hantuin kamu setiap malam dan kalau kamu udah matiin lampu aku akan tidur disampingmu !" Lala menjelaskan sambil bergaya seperti hantu membuat Tiwi yang awalnya cuek kini bergidik juga membayangkan itu semua.
"Huh.. ini laporan pemasaran bulan lalu yang diminta Evan, bilang sama dia ini udah komplit. Dari tadi aku bolak balik ke ruangannya tapi tu ketua geng beserta antek-anteknya blum datang. Enak banget jadi bos bisa datang dan pergi seenak udel dan ada apa dengan penampilanmu hari ini ?" Sambil mengomel Tiwi menyerahkan map yang sejak tadi ia pegang seraya menelisik Lala dari ujung kaki hingga ujung kepala. Belum Lala membalas perkataannya Tiwi sudah keburu memotongnya.
"Ya mau gimana lagi ? Kamu mau pake apa aja tetap aja jomblo.. jomblo ngenes jadi nggak penting kamu seperti apa ya gitu deh J.O.N.E.S !" Setelah mengatakan itu Tiwi sambil terkekeh melenggang pergi begitu saja mengabaikan Lala yang sudah berasap kepalanya.
"Heh.. nenek gayung.. dasar kurang ajar.. sini kamu ku gibeng.. DASAR NENEK SIHIR.. KUNTILANAKKKKK !" Lala mengamuk dengan kaki menghentak lantai. Nafasnya naik turun akibat emosi. Satpam dan resepsionis yang sejak awal melihat perdebatan itu menahan tawa melihat duo macan tarik urat.
Pratiwi Anandhita adalah sepupu dari Direktur, Evan Setyawan. Gadis seusia Lala itu mulai magang sejak awal kuliah, mempelajari banyak hal dengan tekun yang saat itu masih dipegang omnya yang juga ayah Evan yaitu tuan Robby Setyawan. Meski saat itu Evan pun masih dalam pengawasannya untuk menduduki kursi Direktur. Tak pelak tuan Robby tidak segan-segan keras terhadap anak dan keponakannya hingga kini keduanya dapat dipercayai memegang perusahaan seutuhnya, dengan ketekunan serta kerja kerasnya pun Tiwi kini menjabat sebagai Manager Pemasaran yang tak hanya nasional tapi juga internasional. Suatu kebanggaan baginya karena mampu membuat paman serta ayahnya bangga kepadanya.
Dan mengapa ia slalu tarik urat jika bertemu dengan Lala, gosipnya saat Lala telah sebulan resmi menjadi sekertaris Evan dan selama sebulan keduanya cukup akrab. Hingga seorang pria magang bernama Rio dengan senyum seindah langit biru itu sekejab merebut hati Lala dan Tiwi dalam pandangan pertama dan kemudian keduanya sering berebut jika ingin mengantar sesuatu ke ruangan Rio entah minuman atau dokumen dari Evan maka keduanya akan saling berebut. Sebelum dokumen itu robek dan rusak maka Evan sudah meneriaki keduanya. Membuat keduanya mingkem seketika namun dengan cepat Lala menyambar dokumen itu dan berlari keluar mengabaikan Tiwi yang kaget dan segera mengejarnya disertai pukulan.
Waktu berlalu dan magang Rio segera berakhir. Lala dan Tiwi dengan kompaknya membuat acara perpisahan untuk Rio membuat Evan mencebik sinis pada keduanya. Rio yang terharu mengucapkan terima kasih pada keduanya membuat Lala dan Tiwi terbang menuju langit.
"Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada pak Evan yang memberikan kesempatan pada saya untuk magang di perusahaan ini dan memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga untuk saya melangkah kedepannya !" Ucapnya tersenyum pada Evan yang dibalas senyum tipis dan anggukan kepala.
"Dan juga kepada Lala dan Tiwi yang selama ini dengan sabar membantu saya menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Saya benar-benar tidak tau bagaimana jadinya dan kalian berdua benar-benar seperti Dewi penolong !" Mendengar itu Duo macan merasa sayapnya semakin kencang untuk terbang. Sebenarnya bukan hanya duo macan yang naksir Rio mayoritas gadis-gadis disana juga menaksir pada pria yang seperti Primus Yustisio itu namun setelah mengetahui bahwa sekertaris dan juga sepupu CEO juga naksir padanya maka gadis-gadis itu mundur teratur membiarkan duo macan memperebutkan Rio.
" Terima kasih banyak untuk semuanya !" Lanjut Rio seraya membuka resleting tasnya mengambil sesuatu yang terlihat seperti undangan. "Bulan depan saya menikah, saya harap kalian semua bisa datang !" Suasana sekitar sunyi senyap seketika. Duo macan yang tadinya terbang kini dipertengahan jalan harus jatuh akibat tembakan kata-kata rudal Rio. Keduanya murung seketika. Para pria menahan tawa melihat reaksi para wanita yang menjadi patung.
Duo macan kini terduduk bersisian di sofa ruangan Evan, mata keduanya menatap keluar jendela dengan tatatapan kosong. Evan hanya menatap keduanya dengan iba juga geli. Ingin sekali ia tertawa keras seraya mengejek keduanya namun ia harus tetap menjaga wibawa meski didepan sepupu dan sekertarisnya.
Semenjak itu keduanya sering meributkan apa saja. Cinta tak terbalas keduanya membuat keduanya seperti Tom & Jerry jika bertemu walau keributan keduanya tak serius namun cukup membuat kepala Evan dan karyawan lainnya ingin meledak.
------
Lala segera memasuki lift menuju ruangannya, segera memasuki ruangan Evan membereskan sedikit mejanya, menyiapkan cappucino kesukaan Evan dan menaruh di meja. Lala segera kembali ke mejanya membuat jadwal kegiatan Evan hari ini. Namun hingga mendekati jam pulang tiba batang hidung Evan tidak muncul. ditelepon ke ponselnya malah tidak aktif. Lala bertanya ada apa gerangan. Saat menelepon Tiwi.
"Ke Jepang kali ngebantu ultramen kalahin belalang raksasa.. hahaha !" Tiwi tergelak membuat Lala mengeram jengkel.
"Eh.. kunyuk.. aku serius hari ini ada pertemuan penting !" Sewot Lala.
"Ya gak tau, telpon ke rumahnya aja sama rumahnya di Bandung, rumah di Semarang, rumah di Jogja, rumah di Banten, rumah di Makassar sama rumah di Amerika juga telpon aja !" Tiwi segera mematikan telepon sebelum mendengar Lala menyemprotnya.
Dengan perasaan dongkol Lala memenuhi saran Tiwi diteleponnya rumah Evan dan menurut si pembantu yang mengangkat telepon Evan keluar sejak siang dan belum kembali. Setelah mengucapkan terima kasih Lala menutup telepon.
Saat asik membaca lembaran dokumen didepannya saat seseorang keluar dari lift dan menuju meja Lala. Merasa diabaikan, dokumen yang tadinya selalu dipegangnya dibanting dengan keras didepan Lala hingga membuat gadis itu terjengkit kaget dan refleks berdiri.
"Eh, monyettttt !" Pekik Lala kaget. Matanya memelototi orang didepannya.
Dia adalah Edi Gunawan, orang bertanggung jawab dalam pembangunan pabrik khusus untuk menyimpan bahan baku. Sekejap orang didepannya menaikkan satu alisnya melihat respon Lala namun ia berusaha tak peduli.
"Evan mana ?" Tanyanya to the point.
"Bos belum datang !" Lala berusaha menormalkan suaranya meski ingin sekali memaki-maki pria didepannya.
"Kemana dia ?" Dengan tampang super menyebalkan.
Lala terdiam sejenak "masih diperjalanan pak, menuju kemari !" Lala masih berbicara normal meski tangannya ingin sekali menjambak pria didepannya.
"Kenapa sekertaris perusahaan besar memiliki selera fashion buruk !" Edi mengamati Lala dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Aduh, kamu membuatku sakit mata dengan penampilan seperti itu. Harusnya kamu tu cantik dan anggun. Tunjukkin ke orang-orang kalau sekertaris perusahaan besar tu nggak katrok dan norak plus buta fashion !" Edi masih meremehkan membuat Lala menganga. Emosi terlihat diwajahnya. Dadanya naik turun menahan emosi.
"Sudahlah, katakan pada Evan, kalau lokasi D sudah siap untuk dilakukan pembangunan pabriknya jadi ini berkas detail keseluruhan bahan bakunya dan minta Evan untuk segera tanda tangan jadi bisa segera terlaksana. Oke Juminten !" Sambil menunjuk berkas yang tadi dibantingnya, Edi menatap wajah Lala.
Lala terperangah amat sangat mendengar ucapan Edi. Arogan sekali pria itu. Karena merasa pintar dan sering diandalkan membuat tingkat kesombongannya semakin tinggi dan menjadi hingga sering memandang remeh orang lain.
Masih mematung ditempat, membuat Lala tak sadar Edi sudah hilang memasuki lift. Tersadar saat ia kembali sendiri.
"MONYETTTTTTTTT !" Teriaknya sekuat tenaga seraya melemparkan berkas-berkas yang tadi diserahkan Edi.
"Aaaaaaaaarrrrrrrrggggjjjjhhhh !" Lala berteriak meluapkan emosinya. Andai bisa ingin sekali ia meraih keyboardnya dan memukulkan ke wajah menyebalkan Edi tadi.
Berkas itu berceceran dilantai, Lala masih menetralkan rasa marahnya, menarik nafas berulang kali. Barulah saat perasaannya kembali normal, dipungutnya berkas-berkas itu dan dibacanya meski rasa dongkol belum pergi.
Larut dalam lamunan, Lala tidak menyadari seseorang berdiri didepannya menatap aneh pada pakaiannya.
"Eh, monyettttt !" Pekik Lala kaget menatap horor pada pria didepannya. Refleks berdiri mengira itu Edi kembali.
"Apa kamu bilang !" Teriak Evan tidak terima.
"Maaf bos.. maaf.. maaf sekali. Saya gak sengaja !" Lala menunduk menyesal.
Evan mendengus, Lala mengintip wajah bosnya. Tatapan garang itu masih terpampang disana.
"Saya lapar, pesankan makanan !" Ucap Evan sembari memasuki ruangannya.
Lala melirik jam ditangannya, sudah jam 3 sore dan pria itu belum makan siang.
Akhirnya ia memesan makanan lewat jasa online. Saat makanan datang, Lala segera menyiapkan di piring dan membawa ke ruangan Evan.
Evan terlihat melamun menatap kosong langit-langit ruangan namun Evan segera beralih ke sofa saat makanan pesanannya datang, dengan tergesa menikmati makanan itu sambil menatap heran pada Lala.
Melihat itu, Lala urung menyampaikan pesan dari Tiwi dan Edi. Lala memutuskan untuk menyampaikan besok saja karena bosnya terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Kau ngapain ke kantor pake daster ?" Tanya Evan, Lala terkejut.
"I.. i.. ini bukan daster pak. Ini sudah masuk kategori gaun !" Jelas Lala tersenyum. Evan mengunyah masih menelisik pakaian Lala.
"Bener deh, itu seperti dipake pembantu dirumah !" Tambah Evan membuat Lala mati kutu.
"Maaf pak, tadi pagi saya bangun terlambat jadinya saya pake apa yang saya pegang. Jadinya seperti ini !" Jawab Lala. Evan menaikkan satu alisnya membuat Lala waspada.
"Kalau begitu saya permisi pak !" Ucap Lala saat Evan akan membuka mulut. Cepat-cepat gadis itu lari keluar. Menarik nafas lega. Biasanya jika Evan menghukum ia akan menyuruh Lala lari keliling parkiran 10x membuat Lala sangat hati-hati untuk membuat Evan tidak senang.
Dan kabur adalah jalan terbaik sebelum kata-kata hukuman itu keluar dari mulut Evan.
'yang bener aja lari keliling parkiran jam 3 sore. Mau ditaruh dimana muka cantikku ini'! Pikir Lala.
"Aku mencintaimu !" Gumam Evan pelan.
"Apa bos ? Tadi bos bilang apa ?" Lala menghentikan langkahnya, berbalik karena tidak jelas mendengar ucapan Evan.
"Oh tidak.. tidak apa-apa !" Evan gelagapan hampir tersedak. Segera diraihnya gelas dan meminum airnya.
Lala menggangguk dan segera keluar diiringi tatapan lembut dan senyum hangat Evan namun senyum itu langsung luntur saat melihat cincin kawin yang bertengker manis dijarinya. Menarik nafas Evan menghabiskan makanannya dan memutuskan pulang.
Keesokan harinya, Lala telah menyelesaikan jadwal Evan hari ini, saat sang Direktur utama melewati mejanya dan masuk ke ruangannya dengan rahang mengatup keras membuat Lala waspada untuk tidak salah bicara agar Evan tidak menyemprotnya. Baru saja ia ingin menyusul Evan saat seseorang berjalan melewatinya.
"Rizky !" Pekiknya kaget saat tangan kanan sang Direktur yang beberapa bulan lalu ditugaskan menangani kerjasama di Amerika kini berada didepannya. Dijabatnya tangan partner kerjanya itu, menelisik dari ujung kaki hingga ujung rambut, cowok itu semakin tampan dan tubuhnya semakin kekar serta kulitnya coklat eksotis menambah kesan seksi pada pria itu.
"Kapan datang ? Oleh-olehnya mana ?" Todongnya membuat Rizky tertawa kecil. Merogoh kantong dan memberikan sebutir permen susu dengan tulisan Inggris pada bungkusnya. Lala menerimanya dengan bingung.
"Masa cuma permen ? Sebiji dong lagi !" Sungutnya sambil merobek pembungkus permen dan memakannya. Rizky memasuki ruangan Evan.
"Pelit dasar pelit !" Lala masih merutuknya sambil mengulum permen dimulutnya namun Rizky hanya mengedikan bahunya.
Rizky Adrian adalah orang kepercayaan Evan. Pria 26 tahun itu sudah bersama sejak Evan menduduki kursi direktur bersamaan dengan Rizky yang langsung diangkat menjadi tangan kanan Evan oleh tuan Robby Setyawan.
Rizky adalah anak dari supir pribadi tuan Robby dahulu, saat sebuah perampokan menyergap mereka. Pak Dahlan nama supir itu tewas saat melindungi tuan Robby. Sejak saat itu hidup Rizky berserta ibunya ditanggung tuan Robby, menyekolahkan, mendaftarkan ilmu beladiri dan juga mendidik keras Rizky untuk dijadikan orang kepercayaan Evan kelak.
Evan menatap dua orang yang memasuki ruangannya.
"Bagaimana permasalahan di Amerika ?" Tanya Evan to the point.
"Ada kecurangan data yang berbeda disana, angkanya sangat berbeda dengan data yang masuk diperusaahaan kita. Mereka berusaha mendapatkan bahan baku dengan harga super murah dengan kualitas tinggi, jika saja kita tidak teliti mungkin kita akan segera bangkrut !" Evan terdiam mendengar penjelasan itu, emosi memuncak di hatinya saat sebuah perusahaan asing menawarkan kerjasama padanya namun berusaha menusuknya dari belakang.
"Cepat batalkankan kerjasama ini, blacklist mereka didaftar kita dan juga segera tuntut semua yang terlibat dalam rencana ini !" Dengan gigi meletuk Evan memerintah Rizky dan jangan lupa tatapan matanya yang seperti mampu menembakkan sinar laser.
"Semua sudah saya lakukan bos dan masalah hukum kita bisa mengajukan tuntutan setelah mereka keluar dari rumah sakit 3 bulan lagi !" Rizky menyeringai seraya mengepalkan tangannya dan membunyikannya membuat Evan tersenyum sinis sambil menatap bangga pada asistennya itu sedangkan Lala bergidik ngeri membayangkan betapa beringasnya Rizky pada musuhnya saat mendengar kata 3 bulan.
" Lala !" Panggil Evan melihat sekertaris ya itu bergidik.
"Iy.. iya bos. Ini ada laporan dari Tiwi ?" Lala menyerahkan map yang dititipkan Tiwi kemarin. Evan menerimanya dan menelitinya.
"Untuk hari ini, anda akan meninjau lokasi tempat pembangunan pabrik batubara yang berada di lokasi D. Karena pihak sana membutuhkan jawaban secepat mungkin dalam pembangunan yang akan segera dilakukan dan ini berkas detail keseluruhan dari pak Edi !" Lala kembali menyerahkan berkas-berkas dari Edi.
Evan terdiam, membaca seksama berkas-berkas itu dan menatap dua orang didepannya.
"Baik.. kita akan berangkat sebelum makan siang !" Ucap Evan tegas membuat Lala melotot.
'Mak.. itu kan pasti panas banget!' Lala menyahut dalam hati mengingat akan berjalan dan berdiri dalam waktu lama dibawah panas matahari.
"Baiklah pak, saya permisi !" Lala meninggalkan 2 pria yang melanjutkan pembicaraan tentang kerjasama di Amerika tadi dan bagaimana caranya Rizky membabat habis para pelaku curang itu Lala tak peduli. Ia bergegas keluar meraih handphone-nya memesan sesuatu di aplikasi pelayanan online.
Satu jam berlalu dengan Lala yang bersantai-santai dikursinya saat telepon di mejanya berdering.
"La, ada ojek online katanya bawa pesananmu !" Jelas Mirna resepsionis.
"Oh iya.. iya.. otw turun !" Lala bergegas menuju lift dan turun kebawah. Sesampainya dibawah.
"Dengan ongkir totalnya 460 ribu neng !" Ucap kakek itu sopan seraya menyerahkan paper bag beserta struknya pada Lala. Sesaat terpaku memerhatikan pria tua ringkih didepannya, Lala segera mengeluarkan duit 600 ribu dan diberikan kepada bapak itu.
"Ini kelebihan neng !" Bapak itu mengembalikan seratus ribu kepada Lala namun ditolak oleh Lala.
"Udah bapak ambil aja ya, saya ikhlas. Terima kasih kepada bapak yang bersedia pergi jauh demi belikan pesanan saya !" Lala menjabat tangan pria itu dan bergegas masuk sebelum berbelok Lala berbalik tersenyum melambaikan tangan pada pria tua yang mengucapkan terima kasih dengan menahan air mata.
Sampai lift terbuka nampak Rizky masih berada di ruangan direktur. Lala segera memasuki toilet dan membuka plastik paper bag itu dan langsung memakainya, seketika keningnya berkerut saat yang dipakainya lebih besar dari ukuran yang dipesannya.
"Aduh.. kakeknya gimana sih bisa salah ukuran gini !" Sungut Lala saat huruf L tertera di kerah baju padahal saat mengorder ia sudah menulis huruf M. Tapi apalah daya syukur saja celananya sesuai ukurannya.
Lala keluar toilet menuju mejanya dan mulai merangkai hal-hal apa saja yang nanti dilakukannya di lapangan nanti setelah mengganti high heelsnya dengan sepatu kets putih yang slalu stand by dibawah mejanya.
Setengah jam berlalu, Evan dan Rizky berjalan menghampiri Lala yang fokus mendengarkan musik di komputernya.
"La, ayo kita makan siang lalu berang.... !" Ucapan Evan terhenti melihat penampilan terbaru Lala. Mendengar suara Evan buru-buru mematikan hpnya dan berdiri tak lupa menyambar sesuatu dibawah mejanya membuat Evan dan Rizky semakin melongo.
Bagaimana tidak kemeja Hawaii longgar warna kuning dipadukan dengan celana panjang putih dan yang lebih mencolok topi bundar warna cream dikepalanya selebar bahunya. Penampilan yang tadinya anggun dengan kemeja tanpa lengan dengan rok selutut dipadukan high heels 4 cm kini berubah menjadi gadis ABG yang ingin rekreasi.
"Lala, kenapa pakaianmu sperti itu ?" Tanya Evan.
"Bos, nanti disana itu panas jadi saya berpakaian begini supaya gak kepanasan !" Ucap Lala bangga membuat Evan dan Rizky tercengang.
"Ayo berangkat !" Putus Evan membiarkan Lala seperti itu, meraih tasnya Lala mengikuti Evan dan Rizky. Sejenak ia melepaskan topinya sebab sering menoel pipi Evan dan Rizky. Saat menuju keluar mereka berpapasan dengan Tiwi.
" Ya ampun, kamu mirip Britney Spears kelindes truk.. hahaha !" Tiwi terbahak-bahak menelisik penampilan Lala, siapapun yang mendengarnya menahan tawa kecuali Evan. Ekspresi wajahnya amat datar.
"Minta dibantai ini nenek gayung !" saat akan mengayunkan tasnya ke tubuh Tiwi, gadis terburu-buru masuk dan menutup lift dengan cepat dan menutup lift dengan cepat juga sehingga Lala tidak sempat meraihnya.
"Silahkan pak !" Ucap Rizky membuka pintu mobil dan mempersilahkan Evan masuk yang disusul Lala duduk disamping kemudi setelah ketiganya makan siang disebuah restoran seafood.
Tepat dugaan Lala, panas menyengat menyambut mereka kala turun dari mobil. Disambut juga oleh penanggung jawab serta arsitek yang bertanggung jawab dalam desain bangunan dan jangan si menyebalkan Edi Gunawan yang menyambut Evan dengan senyumn serakahnya. Hanya menunggu persetujuan direktur maka pembangunan bisa segera direalisasikan.
Saat Evan dan Rizky nampak terlibat obrolan serius dengan arsitek tentang pembangunan, Lala mengedarkan pandangan di sekitar. Lala mengamati sekitar memperhatikan tanah sempit yang katanya akan dibangun pabrik. Tanah yang tak terlalu luas itu terlihat polos karena baru-baru ditimbun tanah, tanah yang dikelilingi persawahan itu bisa ditebak adalah mantan sawah yang ditimbun.
Dengan sungai kecil memanjang yang juga dipastikan adalah sumber utama air yang digunakan petani untuk dialiri ke sawah. Tanpa sadar Lala berjalan mengitari sekitar menuju sawah. Disamping kanan ada pohon masih berdiri kokoh dengan rawa dan mungkin sebentar lagi pohon itu pun akan tumbang menjadi tanah kosong yang akan ikut menjadi proyek nanti. Terus berjalan menyusuri persawahan yang baru saja melakukan panen dan siap ditanami lagi, Lala melihat para petani yang sedang beristirahat berteduh sambil menikmati cemilan dan mengobrol hingga tertawa, pandangan Lala mengitari sekeliling, pikirannya bekerja dan diputuskannya menghampiri para petani itu. Tersenyum ramah.
"Permisi pak ! Ucapnya ramah.
"Iya neng !" Saut mereka yang berjumlah lima orang itu.
"Persawahan disini bagus ya.. saya tertarik !" Ucap Lala membuat para petani itu bingung.
"Maksud Eneng !" Tanya mereka
"Saya bermaksud membeli sawah bapak-bapak !" Pancing Lala membuat kelima pria itu saling pandang.
"Maaf neng, tidak dijual !" Saut bapak yang terlihat paling tua diantara mereka.
"Saya akan bayar berapapun yang bapak-bapak mau, saya akan bayar mahal sekali yang penting bapak-bapak mau menjualnya !" Lala masih memancing, kelima pria itu saling pandang.
"Maaf neng, sawah kami masing-masing sangat berharga. Selain untuk mencari makan dan uang sekolah anak ini juga harta keluarga yang nantinya kami wariskan untuk anak-anak kami. Uang yang neng tawarkan nanti akan cepat habis tapi sawah kami akan selalu menghasilkan jika kami pun rajin. Jadi maaf saya tidak bisa menjualnya dengan harga berapapun !" Ucap bapak tadi sambil disetujui yang lain. Membuat Lala terenyuh.
"Baik pak, kalau begitu saya permisi. Semoga bapak-bapak sekalian sehat selalu !" Ucap Lala tulus.
"AMINNN !" mereka berlima kompak. Lala kemudian meninggalkan mereka kembali ke lokasi, saat melewati pohon tadi Lala melihat sesuatu yang bergerak didahan. Saat mendekat untuk melihat jelas mata Lala melotot, refleks langkahnya mundur hingga ia jatuh di tanah basah disertai teriakan menggelegar. Semua menoleh ke arahnya, semua bergegas ke arahnya. Evan sampai lebih dulu dan menarik tangan Lala tak lama para petani sudah ikut berkerumun.
"Ada apa La !" Tanya Evan cemas melihat wajah Lala yang menegang.
"I..i..itu.. !" Tunjuknya pada dahan pohon. Semua mata melirik ke arah telunjuk Lala. Seekor ular sawah berwarna hijau dengan kepala lancip sedang mejeng ganteng di dahan pohon. Para petani pun menangkap ular itu membuat Lala terpekik dan refleks sembunyi dibelakang Evan serta memeluknya erat. Mata Lala mengintip melihat para petani itu.
"Nggak apa-apa neng, ular ini tidak berbahaya !" Ucap petani yang paling tinggi diantara mereka seraya memperlihatkan ular itu membuat Lala memekik dan menyembunyikan wajahnya dipunggung Evan dengan pelukannya semakin erat membuat para petani itu terkekeh. Sedangkan Evan terdiam merasakan hangat di punggungnya.
"Kalau begitu permisi !" Ucap petani itu dan pergi membawa ular itu bersama teman-temannya.
"Terima kasih pak !" Ucap Lala dan Rizky bersamaan. Menatap para petani yang semakin menjauh.
Ehemmm !" Rizky berdehem membuat Lala menoleh padanya. Melihat Rizky memberi kode dengan lengannya. Lala pun tersadar bahwa dia sedang memeluk erat Evan.
"Kyaaaaaaaa !" Lala berteriak lagi seraya melepaskan tubuh Evan.
"Maaf bos. Gak sengaja !" Lala menunduk malu tak berani menatap Evan. Namun Evan hanya diam dengan wajah datarnya menatap Lala yang tertunduk namun berbeda dengan hatinya.
Setelah makan siang, keduanya kembali memeriksa seksama keadaan sekitar. Pembangunan akan segera dimulai jika Evan menandatangani semua dokumennya. Cukup lama ketiganya berkeliling hingga memutuskan kembali. Lala duduk disamping Evan di kursi belakang karena ada sesuatu yang disampaikan tentang pesan sebuah perusahaan yang ingin mengadakan pertemuan dengannya.
"Tidak !" Singkat, padat dan jelas.
"Saya sudah menyampaikan penolakan anda pada mereka pak, tapi mereka tetap bersikeras untuk bertemu !" Ucap Lala pelan membuat Evan melirik kearahnya disaat yang bersamaan mobil menginjak batu hingga mobil tak seimbang.
CUP !" Bibir Evan mendarat di pipi kanan Lala, membuat keduanya melotot kaget. Cepat-cepat Evan melepaskan diri.
"Maaf !" Ucapnya malu
"I.. i.. iya pak !" Lala tak berani mengangkat wajahnya. Rizky yang melihat semuanya hanya bisa mengatupkan bibirnya.
Cukup Lala mobil berjalan dengan Lala yang masih memberitahukan pesan-pesan yang masuk saat mobil kembali menginjak batu dan kali ini Lala terhuyung dan mencium pipi kiri Evan. Rizky kembali melihatnya dan cepat-cepat menolehkan matanya dari spion.
"Kamu tu sengaja kan !" Sebuah jambakan dari jari Lala mendarat di kepala Rizky membuat cowok itu mendongak seketika.
"Hei.. hei.. hei.. aku lagi nyetir. Lepasss !" Rizky panik saat pandangan terbatas. Lala melepaskan tangan setelah memukul bahu Rizky.
"Sengaja dari Hongkong, liat tuh jalanan ini banyak batunya !" Rizky membela diri.
"Udah tau banyak batu ya pelan-pelan dong. Dasar kakek gayung !" Omel Lala
"Apa kau bilang Mak lampir ?" Rizky tak terima
"Kakek gayung !"
"Mak lampir !"
"Cukup !" Evan menghentikan perdebatan itu membuat mobil hening seketika. Perjalanan kembali ke kantor dengan tenang namun disertai tatapan permusuhan antara Lala dan Rizky.
Lala menghempaskan bokongnya di kursi kerjanya melepas topi dan memejamkan mata merasakan sejuknya AC yang menembus pori-porinya. Rasanya sangat enak, ia hampir saja tertidur saat perutnya berbunyi minta diisi. Makan siang tadi nampak tak bertahan lama diperutnya.
Memasuki pantry yang tak jauh dari meja kerjanya, pantry ini hanya Lala seorang yang menggunakannya sebab OB maupun cleaning service menggunakan pantry di lantai lain. Menghindari adanya penyusup atau penghianat yang akan mencuri data penting perusahaan juga agar keramaian akan mudah memecah konsentrasi.
Lala membuka kulkas dan mengeluarkan mie instan, telur, dan sayur sawi. Memasaknya menjadi satu setelah menuang ke mangkok dan bercampur dengan bumbu, Lala memberikan irisan cabe rawit dan perasan jeruk purut membuat aromanya semakin lezat.
Saat menuju mejanya nampak Evan berdiri disana, menatap mangkok ditangan Lala. Seketika melupakan hal yang ingin disampaikan pada sekertarisnya itu.
"Buatku ya, kamu buat yang lain !" Evan meraih nampan ditangan Lala dan bergegas memasuki ruangannya. Lala tersenyum kecut sambil berbalik kearah pantry. Saat mie sudah siap dalam mangkok, Lala berbalik meraih gelas dan mengambil air putih saat kembali berbalik ia melotot mendapat mangkok mienya lenyap tak berbekas. Ia bergegas keluar dan mengitari seluruh ruangan termasuk ruangan Evan dan hanya didapatinya Evan yang masih menikmati mienya. Dengan menghentakkan kakinya Lala kembali ke pantry untuk membuat satu porsi lagi. Saat diintipnya Lala kembali ke pantry, Rizky keluar dari balik meja Lala dan menikmati mie di meja Lala sambil melirik takut Lala muncul dari pantry.
Saat Lala menuju mejanya, didapatinya mangkok mienya yang hilang tadi sudah kosong. Lala mendesis jengkel.
"Kakek gayung, ku kutuk kau.. jadilah kau tutup minyak telon !" Lala jengkel sekali. Karna hanya Rizky yang sering meninggalkan jejak di meja Lala saat merampas atau mencuri makanannya.
Pintu ruangan Evan yang terbuka membuat Evan dan Rizky yang ngumpet dibalik meja Evan bisa mendengar umpatan Lala, membuat Evan geleng-geleng kepala dan Rizky yang menahan tawa dengan tangannya.
Pagi itu, perusahaan kedatangan tamu dari Sansgrouop, perusahaan yang bergerak dibidang alat berat untuk mengajukan kerjasama pada PT. Samudera Api. Evan, Rizky, Lala & Tiwi menyambut tamu datang.
Kini utusan yang berjumlah 4 orang itu terdiri dari CEO Michael Akbar Collin dan sepupunya Manajer pemasaran yaitu Jerry Farez Collin keduanya sangat tampan blasteran Inggris - Indonesia bersama staff yang bernama Iwan dan Dika untuk membantu mempresentasikan kualitas alat mereka yang telah terbukti dan bersertifikat.
Saat memberi salam, memperkenalkan diri dan memberi sedikit keterangan tentang alat berat yang mereka miliki tatapan sang CEO Michael lebih sering menatap Lala. Siapapun yang berada diruangan itu menyadari hal itu terutama si target Lala.
Selesai memperkenalkan diri, Michael kemudian tersenyum pada Lala membuat dada Evan bergejolak serta tangannya terkepal kuat. Rizky yang duduk disampingnya menyadari api cemburu tersulut pun merasakan panas.
Kini giliran Jerry menjelaskan sedikit kualitas beserta pengakuan internasional hingga sertifikatnya. Melihat Jerry, Tiwi senyum-senyum sedangkan Lala sulit fokus karna salah tingkah, Michael masih memperhatikannya dengan senyumnya. Evan pun tidak fokus sebab dadanya masih bergejolak menahan cemburu. Sedangkan Rizky berusaha keras memerhatikan penjelasan yang didengarnya karna dia tahu hanya dia yang fokus.
Setelah kedua staff lainnya memberikan gambaran serta cara pengoperasian. Hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta cara perawatan dijelaskan dengan cermat dan teliti sebisa mungkin membuat sang konsumen puas dengan penjelasannya.
Mewakili Evan yang memang tak mudeng sejak awal, pikirannya fokus ingin menendang Michael hingga menembus angkasa, Rizky berbicara kepada lawan
"Sepertinya kami cukup tertarik pada alat berat itu !" Ucap Rizky pada 2 staff itu.
"Kalau begitu, kami menunggu kabar baik dari anda. Jika anda benar membeli maka akan kami beri garansi perbaikan selama 3 tahun !" Ucap pria bernama Dika itu.
"Tentu, selama alat sesuai dengan apa yang kalian tadi jelaskan, maka perusahaan kami dengan senang hati membelinya dan jika tidak sesuai maka siap-siaplah kalian... !" Rizky tersenyum sedangkan Iwan dan Dika terdiam saling pandang mendengar ucapan Rizky yang mengandung unsur ancaman.
Saat Rizky masih terlibat pembicaraan serius. Maka Michael sudah berada disamping Lala disertai tatapan horor Evan.
"Perkenalkan, Michael panggil aja Mike !" Michael mengulurkan tangannya pada Lala sambil tersenyum mengabaikan tatapan membunuh Evan.
"Mirela, anda bisa memanggil saya Lala !" Lala menyambut uluran tangan Michael. Lala merasakan aura neraka dibelakangnya apalagi Michael belum ingin melepas tautan tangan mereka.
"EHEEEMMM !" Keras sekali deheman Evan membuat suasana sunyi seketika, semua orang menoleh padanya, taring dan tanduk tak kasat mata itu muncul padanya. Nafasnya berhembus bagai banteng yang siap menyeruduk lawannya.
Rizky yang menyadari itu berusaha mencairkan suasana.
"Eum, ini sudah waktunya makan siang. Bagaimana kalau kita semua makan siang bersama ?" Rizky memecah kesunyian.
"Oh iya, saya sudah memesan tempat di restoran A, mari kita bersama kesana !" Ajak Lala.
Sedangkan, Evan dan Michael tidak bergeming. Keduanya saling menatap tajam dan sama-sama menembakkan sinar laser tak kasat mata pada satu sama lain.
"Cincin anda bagus !" Ucap Micahel tiba-tiba. Pandangan semua orang kearah jari Evan, satu-satunya cincin kawin yang menghiasi jarinya.
"Terima kasih !" Ucap Evan datar dengan tatapan mata tajam terhunus pada Michael. Pria ini sengaja membuat Evan sadar akan statusnya, agar tidak menghalangi ia berbicara pada Lala.
"Mari semuanya kita menuju restoran !" Ucap Lala. Gadis itu melangkah menuju pintu keluar.
Rizky yang berdiri tak jauh darinya memajukan satu kakinya saat Lala berjalan semakin dekat kearahnya, saat hampir mencapai pintu Lala tersandung kaki Rizky membuat ia seketika hilang keseimbangan, tubuhnya terhuyung kedepan. Mata Lala terpejam saat tubuhnya meluncur kedepan namun sebuah tangan meraih lengannya dengan cepat dan menariknya dengan keras.
Didepan semua mata, Evan dengan tarikan kencang pada lengan Lala yang hampir mencium lantai membuat tubuh Lala pun dengan keras memeluk tubuh Evan dan yang membuat semua menahan nafas saat bibir Lala berada diujung bibir Evan. Seketika Lala dan Evan mematung.
"Ehemm !" Michael berdehem. Ia ikut terkejut melihat adegan itu. Sedangkan yang lain menganga.
"Maaf bos saya tidak sengaja !" Ucap Lala menunuduk, ia sangat malu menatap Evan.
"Kamu tu sengaja kan !" Evan yang ikut malu dan salah tingkah secepat kilat memiting leher Rizky.
"Eh.. eh.. Gak sengaja bos. sumpah gak sengaja !" Rizky yang gelagapan menaikkan jari telunjunjuk dan tengah.
"Udah eh.. malu dilihat tamu !" Tiwi yang sejak tadi diam pun segera memukul lengan Evan dan Rizky kesal melihat dua orang itu tak bisa jaga imej.
"Ayo semua, mari kita segera makan siang !" Tiwi kembali mengulang seraya mengandeng Lala keluar diikuti semua.
Direstoran seafood, saat makanan telah tersedia dan semua orang yang duduk lesehan pada private room mulai menikmati hidangan.
"La, kamu sudah punya pacar ?" Tanya Micahel. Semua mata melirik Lala.
"Saya belum punya pacar !" Jawab Lala.
Jawaban itu membuat Micahel tersenyum senang. Melihat itu, Evan keki abis. Aura neraka kembali menyelimuti Evan, Rizky hanya bisa menawarkan jus jeruk pada Evan yang langsung diteguk hingga tandas oleh Evan berharap pria itu mereda emosinya. Sedangkan Tiwi mulai menyadari ada yang salah pada Evan.
'Ini bos geng cemburu ?' begitu pikiran Tiwi melihat tatapan tidak suka Evan pada Michael yang mencoba pendekatan pada Lala.
Michael menatap Lala, ia sudah terpikat saat pertama kali gadis itu menyambutnya beserta anak buahnya. Saat tersenyum semakin terlihat manis membuat jantung Michael seketika bergetar. Ia ingin terus menatap gadis itu dan berharap bisa mengenalnya lebih dalam. Namun ia harus melewati si direktur utama yang posesif terhadap bawahannya.
"Nanti kamu pulang jam berapa ?" Pertanyaan Michael membuat semua mata melirik kearah Lala menunggu jawaban gadis itu.
"Dia tidak pulang. Dia tinggal dikantor, tidurnya di sofa !" Evan yang menjawab membuat Tiwi dan Rizky tersedak menahan tawa.
Michael memicingkan mata, sepertinya dugaan pada Evan yang hanya posesif sebagai atasan kini berubah. 'Apakah mereka memiliki hubungan dimana Evan telah menikah ? Apakah mereka pacaran ? Apakah Lala menyukai Evan ?' pikiran-pikiran itu kini memenuhi kepala Michael.
"Maaf, saya pulang jam 5 sore !" Jawaban Lala menyadarkan Michael dari lamunannya serta Evan yang menatap ngeri padanya.
Michael kembali tersenyum yang juga dibalas senyum ramah Lala. Yang lain hanya melirik satu sama lain, apalagi wajah Evan lecek abis.
Makan siang dengan suasana tegang sedap akhirnya berakhir. Pihak Michael memutuskan pamit.
"Terima kasih jamuannya !" Michael mengulurkan tangannya pada Lala.
"Sama-sama, semoga kedepannya kita bisa menjadi partner kerja yang baik !" Evan menyambar tangan Michael yang baru akan disambut Lala.
Michael terkejut, menatap Lala dan Evan bergantian.
"Baiklah, senang berkenalan dengan anda pak Evan !" Ucap Michael tersenyum dan membalas jabatan keras Evan. Keduanya tersenyum dengan tangan bertaut erat.
Tiwi menepuk lengan Evan, membuat jabatan tangan Itu terlepas. Michael masih tersenyum manis pada Lala sebelum memasuki mobilnya.
Didalam mobil Evan, Tiwi yang duduk disamping kemudi melirik spion memerhatikan Evan dan Lala yang duduk dibelakang. Menerka-nerka apakah ada sesuatu diantara sang direktur dengan sekertarisnya. Tapi melihat wajah Lala yang biasa membuat Tiwi yakin tidak yakin.
La, malam Minggu nanti jalan yuk. Aku mau kenalin kamu ke temenku. Dia cakep, trus pemilik hotel. Mau gak ?" Tanya Tiwi sembari menoleh ke belakang. Netranya menangkap Evan mendongak dari gadgetnya dan menatap tidak suka padanya. Sedangkan Lala hanya bengong dengan ucapan tiba-tiba Tiwi.
"Atau kamu udah naksir si Mike tadi kah ? Tapi dia emang cakep sih, CEO juga pasti kalau nikah sama dia enak banget !" Tiwi menerawang pada kemewahan apa yang akan didapat Lala jika bersama Michael.
"Iya La, iyain aja si Mike daripada kamu jones melulu !" Rizky ikut mengompori, melirik Evan lewat spion dan terlihat jelas wajah Evan sudah tidak enak dipandang.
"Eum.. aku belum kepikiran kesana. Mungkin nanti aja. Nggak sekarang !" Jawab Lala ambigu.
"Ya jangan nanti.. nanti.. ntar si Mike disambar cewek lain. Tinggallah dirimu mewek nyesal !" Tiwi berdrama.
"Balik depan sana. Jangan ribut !" Semprot Evan, jengah mendengar kata-kata Tiwi.
"Kak, harusnya kakak dukung aku buat cariin Lala pacar. Sayangkan Segede ini masih jomblo !" Tiwi berkilah. Ekspresi wajah Evan mengeras.
"Balik depan gak ? Masih bicara lagi kupotong gajimu !" Ancam Evan. Tiwi langsung mingkem tak bersuara lagi melihat mata melotot Evan.
Suasana mobil kembali sunyi hingga kembali ke kantor.
----
Lala langsung menghempaskan dirinya ke sofa ruang tunggu. Matanya terpejam menikmati sejuknya AC kantor saat teleponnya berbunyi.
"Halo, Lala. Saya butuh segera tanda tangan Evan di dokumen yang kemarin saya serahkan. Saya ada permintaan pembangunan dari perusahaan lain. Jadi Evan harus kasih keputusan secepatnya, saya nggak mau waktu saya terbuang percuma karna saya masih banyak perusahaan lain yang membutuhkan jasaku. Jadi jangan membuatku menunggu lama. Harus cepat ya. Bagaimana pun caranya secepatnya serahkan dokumen yang sudah ditanda tangani Evan. Oke !" Tut. Edi langsung menutup telepon.
Lala tercengang dengan telepon masih melengket ditelinganya. Dengan pelan diletakkannya telepon kembali. Menahan emosi akibat Edi. Ingin sekali Lala memaki-maki pria itu, karna sering digunakan jasanya Edi menjadi sombong dan egois.
"Ky, itu si kampret minta dokumennya segera ditanda tangani bos !" Ucap Lala pada Rizky yang melintas didepan mejanya.
Rizky yang tadinya ingin masuk ke ruangan Evan pun berhenti.
"Si kampret ? Siapa dimaksud ?" Tanya Rizky.
"Itu Edi Gunawan kampret. Seenaknya aja perintah-perintah. Dia pikir dia siapa ?" Dada Lala naik turun gara-gara emosi.
Rizky bergeming. "Ya udah, ayo sampaikan ke bos !" Ajak Rizky, Lala pun mengikuti Rizky.
Saat telah berada didepan Evan, Lala menyampaikan persis yang dikatakan Edi. Mendengar itu, Evan mengatupkan rahangnya.
"Silahkan duduk !" Horor sekali cara Evan mempersilahkan bawahannya duduk membuat Rizky dan Lala merinding. Ketiganya duduk di sofa dengan Evan didepan mereka berdua.
"Pembangunan pabrik Batu bara di daerah D itu, bagaimana menurut kalian berdua !" Mata elang Evang menatap tajam dua orang didepannya membuat Rizky dan Lala kembali merinding.
"Me..me..menurut saya pak tempat itu tidak cocok dalam pembangunan pabrik. Pabrik lebih baik dibangun ditempat yang sangat luas dan jauh dari jangkauan penduduk!" Ucap Rizky.
"Benar pak, jika pembangunan tetap dilaksanakan disana maka kita harus membeli seluruh persawahan disekitar !" Tambah Lala
"Mengapa begitu ?" Tanya Evan meminta penjelasan
"Limbah pabrik !" Ucap Lala singkat
"Itu benar.. limbah pabrik pada dasarnya akan dibuang di sungai dan sungai disana adalah hal utama penduduk untuk sawah mereka dan jika air sungai yang sudah tercemar limbah pabrik memasuki persawahan kemungkinan akan membuat panen busuk dan kerugian pada kita jika para petani menuntut kita pak !" Jelas Rizky disambut anggukan kepala Lala.
"Dan mereka tidak bersedia menjual sawah mereka pada kita karna bagi mereka sawah itu adalah hidup mereka pak !" Tambah Lala.
Evan terdiam mencerna ucapan keduanya.
"Kita harus pintar mengolah limbah menjadi aman agar tidak mempengaruhi persawahan atau kita harus mencari alternatif lain untuk membuang limbah tanpa menyentuh sungai sekitar !" Setelah mengucapkan itu Rizky berpandangan dengan Lala menunggu jawaban dari Evan.
"Tolong jangan lupa, pak Edi lah yang mengatur segalanya diproyek ini. Sebelum kita memulai kita harus membereskan laki-laki itu pertama kali !" Semua mata menatap Rizky.
Edi Gunawan adalah seorang pembangun yang handal. Tidak hanya dalam mendesain ia juga mumpuni dalam mencari peluang dan menjadikan kesempatan dalam bisnis yang menguntungkan, pekerjaannya dalam pembangunan didesain sangat teliti dann penuh perhitungan sehingga ia sangat bisa diandalkan dan pekerjaannya selalu memuaskan. Satu kekurangannya yang juga ikut menonjol, Edi orang yang tamak. Tidak peduli proyeknya merugikan orang kecil selama menghasilkan uang sangat banyak maka ia akan tetap melanjutkan dan hanya fokus pada keuntungan semata.
Baru saja Evan membuka mulut saat pintu ruangan terbuka memperlihatkan seorang wanita cantik.
"Sayaaaangggg !" Ucapnya lembut nan manja. Cleo langsung duduk dipangkuan Evan disambut tatapan terkejut Evan membuat Rizky dan Lala saling pandang. Tanpa menghiraukan keberadaan Rizky dan Lala, Cleo mencium lembut bibir Evan namun Evan hanya diam tak membalas, netranya menatap Lala yang menolehkan wajahnya kearah lain.
"Yank, kartu kredit dong. Aku mau shopping !" Pinta Cleo manja, disandarkan kepalanya di bahu Evan.
"Shopping lagi ?" Tanya Evan, sebab hampir setiap hari Cleo slalu berbelanja membuat Evan tak bisa memberikan kartu kredit pada Cleo untuk dipergunakan sesuka hati.
"Iya yank, aku butuh baju baru, sepatu baru dan tas baru buat ke pesta ulang tahun temanku. Boleh ya !" Cleo merengek menatap manja suaminya.
Evan menghela nafas, mengangkat sedikit tubuhnya mengambil dompetnya. Saat itu Cleo merasa diperhatikan hingga ia melirik kearah lain. Saat itulah Evan menatap padanya ingin menyerahkan kartunya saat netranya menangkap sesuatu di leher Cleo. Sebuah kissmark, kecil dan tersembunyi, sangat mudah ditutupi rambut.
Perasaan Evan langsung kacau balau, mendapati tanda itu di leher istrinya namun ia sadar masih dimana untuk tidak meneriaki Cleo.
Memberikan ruang kepada Evan dan istrianya, Rizky dan Lala keluar ruangan.
"Thank you yank !" Cleo menyambar kartu ditangan Evan, mengecupnya sekilas dan bergegas keluar.
Evan menatap kepergian Cleo dengan hati tak menentu.
Lala yang baru akan duduk di kursinya bersamaan dengan Cleo keluar dari ruangan Evan. Wanita itu teramat fokus pada dompetnya hingga tak memperhatikan jalan sampai ia tersandung meja Lala dengan keras. Wanita itu terhuyung jatuh kesamping namun sebuah tangan dengan cepat meraih pinggangnya dan mendekap erat tubuh Cleo.
Lala yang tadinya terpekik kaget melihat Cleo yang tersandung dan hampir jatuh kini hanya bisa menelan Saliva melihat pemandangan didepannya. Detik-detik saat Cleo berada di pelukan Rizky, kepala Cleo yang menempel dileher Rizky membuat Rizky dengan mudah menikmati wangi rambut lalu pelipis Cleo.
Cleo yang shock menatap Rizky yang mendekap erat pinggangnya, pandangan cowok itu lembut namun sulit diartikan. Jantung Cleo berdebar-debar. Segera ia mendorong Rizky.
"Terima kasih !" Ucapnya tanpa memandang Rizky dan segera menuju lift.
"Besok, undang Edi untuk datang kita bicarakan tentang proyek itu. Saya tidak akan menyetujui pembangunan di lokasi !" Ucap Evan yang membuat Lala yang tadinya terpaku menatap perlakuan Rizky seketika terjengkit kaget. Evan sudah berdiri diambang pintu.
"Baik bos !" Ucap Lala dan Rizky bersamaan. Keduanya kemudian berpandangan berharap Evan tidak melihat kejadian tadi.
-----
Jam pulang telah tiba, Lala masih berdiri menunggu angkutan umum lewat. Rutinitas setiap hari pulang pergi kerja dengan jasa angkutan umum.
Masih melirik kesana kemari mencari angkot yang tak kunjung datang saat sebuah mobil mewah berhenti didepannya dan sesosok tampan menggunakan kacamata hitam keluar dari dalam mobil.
"Mike !" Ucap Lala tak percaya melihat sosok tampan itu.
"Hai La !" Sapa Michael membuka kacamatanya, senyumnya selalu menghiasi bibir.
"Sedang apa disini ?" Tanya Lala.
"Saya mau jemput kamu !" Michael masih tersenyum.
"Eh ?" Lala kaget.
"Silahkan !" Michael memutari mobil dan membuka pintu berpose layaknya pangeran. Lala mematung tak tau harus apa, Ingin sekali menolak tawaran Mike tapi tak tau harus bilang apa.
Melihat Lala tak bergerak, Michael meraih tangan Lala, berbisik "saya mau mengenalmu lebih dalam !" membuat Lala menatap Michael tak percaya.
"Bolehkah ?" Tanya Michael menatap intens wajah Lala.
"Boleh !" Sebuah suara ikut nimbrung, Michael dan Lala menoleh ke asal suara.
"Boleh banget, kebetulan Lala ini jomblo. Dan jomblonya itu sudah masuk ke tingkat mengkhawatirkan !" Tiwi sudah berdiri disamping Lala mengoceh tanpa titik koma. Lala melotot horor padanya dan Michael tersenyum senang.
"Kalau begitu ayo La !" Michael kembali mempersilahkan Lala masuk ke mobilnya. Lala menoleh kearah Tiwi yang diangguki oleh Tiwi.
Akhirnya Lala memutuskan ikut dengan Michael, tapi sedetik sebelum tubuhnya masuk kedalam mobil saat sebuah tangan menariknya dan menyeretnya menjauh.
Lala amat kaget saat Evan menarik tangannya kasar dan mendorongnya memasuki mobil Evan.
"Jalan pak !" Perintah Evan pada pak Karyo. Rizky yang duduk disamping kemudi hanya bisa terdiam.
Michael melongo melihat kejadian ini, Tiwi dengan ekspresi aneh. Keduanya berpandangan, Tiwi mengangkat bahu melihat tatapan bingung Michael.
"Maaf kak, Evan berencana menjodohkan Lala dengan Rizky karena mereka sudah kenal lama makanya Evan tau kalau Rizky yang terbaik untuk Lala. Jadi maaf, anda tidak beruntung !" Ucap Tiwi berbohong. Kemudian meninggalkan Micahel yang masih kebingungan.
Tadinya Tiwi pun tak sengaja melihat interaksi antara Lala dan Michael namun saat mobil Evan terlihat dan Evan keluar menatap sinis pada keduanya membuat Tiwi berinisiatif untuk mengetes Evan.
Dan sekarang Tiwi semakin yakin bahwa Evan memiliki perasaan yang tidak seharusnya untuk sekertarisnya itu.
Di mobil Evan, sunyi senyap. Aura menyeramkan dari Evan mendomisili keadaan.
"Jangan pernah menerima Michael !" Ucap Evan tiba-tiba.
"Maksud anda pak ?" Hati-hati sekali Lala bertanya pada ucapan tidak jelas Evan.
Evan hanya menoleh horor padanya
"Baik, saya mengerti !" Ucap Lala menghindari tatapan mematikan Evan.
"Terima kasih pak tumpangannya !" Ucap Lala saat mobil sudah berhenti didepan kostnya.
"Hmmm !" Balas Evan. Mobil kemudian kembali berjalan meninggalkan Lala yang setia menatap mobil itu hingga hilang dari pandangan.
Mobil berjalan membelah sore saat Evan tiba-tiba Evan kembali meminta mobil berhenti. Pandangan Evan tertuju pada pasangan yang baru saja turun dari mobil dan memasuki sebuah hotel bintang 5.
Wanita yang dirangkul itu adalah Cleo istrinya. Evan yakin itu meski wanita itu memakai masker menutupi wajahnya karna pakaiannya masih sama saat wanita itu datang ke kantornya dan pria yang sedang merangkulnya adalah Jerry.
Tangan Evan mengepal, tanpa ia sadari pria yang duduk disamping kemudi juga ikut mengepalkan tangan menahan amarah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!