Keesokan harinya, Lala telah menyelesaikan jadwal Evan hari ini, saat sang Direktur utama melewati mejanya dan masuk ke ruangannya dengan rahang mengatup keras membuat Lala waspada untuk tidak salah bicara agar Evan tidak menyemprotnya. Baru saja ia ingin menyusul Evan saat seseorang berjalan melewatinya.
"Rizky !" Pekiknya kaget saat tangan kanan sang Direktur yang beberapa bulan lalu ditugaskan menangani kerjasama di Amerika kini berada didepannya. Dijabatnya tangan partner kerjanya itu, menelisik dari ujung kaki hingga ujung rambut, cowok itu semakin tampan dan tubuhnya semakin kekar serta kulitnya coklat eksotis menambah kesan seksi pada pria itu.
"Kapan datang ? Oleh-olehnya mana ?" Todongnya membuat Rizky tertawa kecil. Merogoh kantong dan memberikan sebutir permen susu dengan tulisan Inggris pada bungkusnya. Lala menerimanya dengan bingung.
"Masa cuma permen ? Sebiji dong lagi !" Sungutnya sambil merobek pembungkus permen dan memakannya. Rizky memasuki ruangan Evan.
"Pelit dasar pelit !" Lala masih merutuknya sambil mengulum permen dimulutnya namun Rizky hanya mengedikan bahunya.
Rizky Adrian adalah orang kepercayaan Evan. Pria 26 tahun itu sudah bersama sejak Evan menduduki kursi direktur bersamaan dengan Rizky yang langsung diangkat menjadi tangan kanan Evan oleh tuan Robby Setyawan.
Rizky adalah anak dari supir pribadi tuan Robby dahulu, saat sebuah perampokan menyergap mereka. Pak Dahlan nama supir itu tewas saat melindungi tuan Robby. Sejak saat itu hidup Rizky berserta ibunya ditanggung tuan Robby, menyekolahkan, mendaftarkan ilmu beladiri dan juga mendidik keras Rizky untuk dijadikan orang kepercayaan Evan kelak.
Evan menatap dua orang yang memasuki ruangannya.
"Bagaimana permasalahan di Amerika ?" Tanya Evan to the point.
"Ada kecurangan data yang berbeda disana, angkanya sangat berbeda dengan data yang masuk diperusaahaan kita. Mereka berusaha mendapatkan bahan baku dengan harga super murah dengan kualitas tinggi, jika saja kita tidak teliti mungkin kita akan segera bangkrut !" Evan terdiam mendengar penjelasan itu, emosi memuncak di hatinya saat sebuah perusahaan asing menawarkan kerjasama padanya namun berusaha menusuknya dari belakang.
"Cepat batalkankan kerjasama ini, blacklist mereka didaftar kita dan juga segera tuntut semua yang terlibat dalam rencana ini !" Dengan gigi meletuk Evan memerintah Rizky dan jangan lupa tatapan matanya yang seperti mampu menembakkan sinar laser.
"Semua sudah saya lakukan bos dan masalah hukum kita bisa mengajukan tuntutan setelah mereka keluar dari rumah sakit 3 bulan lagi !" Rizky menyeringai seraya mengepalkan tangannya dan membunyikannya membuat Evan tersenyum sinis sambil menatap bangga pada asistennya itu sedangkan Lala bergidik ngeri membayangkan betapa beringasnya Rizky pada musuhnya saat mendengar kata 3 bulan.
" Lala !" Panggil Evan melihat sekertaris ya itu bergidik.
"Iy.. iya bos. Ini ada laporan dari Tiwi ?" Lala menyerahkan map yang dititipkan Tiwi kemarin. Evan menerimanya dan menelitinya.
"Untuk hari ini, anda akan meninjau lokasi tempat pembangunan pabrik batubara yang berada di lokasi D. Karena pihak sana membutuhkan jawaban secepat mungkin dalam pembangunan yang akan segera dilakukan dan ini berkas detail keseluruhan dari pak Edi !" Lala kembali menyerahkan berkas-berkas dari Edi.
Evan terdiam, membaca seksama berkas-berkas itu dan menatap dua orang didepannya.
"Baik.. kita akan berangkat sebelum makan siang !" Ucap Evan tegas membuat Lala melotot.
'Mak.. itu kan pasti panas banget!' Lala menyahut dalam hati mengingat akan berjalan dan berdiri dalam waktu lama dibawah panas matahari.
"Baiklah pak, saya permisi !" Lala meninggalkan 2 pria yang melanjutkan pembicaraan tentang kerjasama di Amerika tadi dan bagaimana caranya Rizky membabat habis para pelaku curang itu Lala tak peduli. Ia bergegas keluar meraih handphone-nya memesan sesuatu di aplikasi pelayanan online.
Satu jam berlalu dengan Lala yang bersantai-santai dikursinya saat telepon di mejanya berdering.
"La, ada ojek online katanya bawa pesananmu !" Jelas Mirna resepsionis.
"Oh iya.. iya.. otw turun !" Lala bergegas menuju lift dan turun kebawah. Sesampainya dibawah.
"Dengan ongkir totalnya 460 ribu neng !" Ucap kakek itu sopan seraya menyerahkan paper bag beserta struknya pada Lala. Sesaat terpaku memerhatikan pria tua ringkih didepannya, Lala segera mengeluarkan duit 600 ribu dan diberikan kepada bapak itu.
"Ini kelebihan neng !" Bapak itu mengembalikan seratus ribu kepada Lala namun ditolak oleh Lala.
"Udah bapak ambil aja ya, saya ikhlas. Terima kasih kepada bapak yang bersedia pergi jauh demi belikan pesanan saya !" Lala menjabat tangan pria itu dan bergegas masuk sebelum berbelok Lala berbalik tersenyum melambaikan tangan pada pria tua yang mengucapkan terima kasih dengan menahan air mata.
Sampai lift terbuka nampak Rizky masih berada di ruangan direktur. Lala segera memasuki toilet dan membuka plastik paper bag itu dan langsung memakainya, seketika keningnya berkerut saat yang dipakainya lebih besar dari ukuran yang dipesannya.
"Aduh.. kakeknya gimana sih bisa salah ukuran gini !" Sungut Lala saat huruf L tertera di kerah baju padahal saat mengorder ia sudah menulis huruf M. Tapi apalah daya syukur saja celananya sesuai ukurannya.
Lala keluar toilet menuju mejanya dan mulai merangkai hal-hal apa saja yang nanti dilakukannya di lapangan nanti setelah mengganti high heelsnya dengan sepatu kets putih yang slalu stand by dibawah mejanya.
Setengah jam berlalu, Evan dan Rizky berjalan menghampiri Lala yang fokus mendengarkan musik di komputernya.
"La, ayo kita makan siang lalu berang.... !" Ucapan Evan terhenti melihat penampilan terbaru Lala. Mendengar suara Evan buru-buru mematikan hpnya dan berdiri tak lupa menyambar sesuatu dibawah mejanya membuat Evan dan Rizky semakin melongo.
Bagaimana tidak kemeja Hawaii longgar warna kuning dipadukan dengan celana panjang putih dan yang lebih mencolok topi bundar warna cream dikepalanya selebar bahunya. Penampilan yang tadinya anggun dengan kemeja tanpa lengan dengan rok selutut dipadukan high heels 4 cm kini berubah menjadi gadis ABG yang ingin rekreasi.
"Lala, kenapa pakaianmu sperti itu ?" Tanya Evan.
"Bos, nanti disana itu panas jadi saya berpakaian begini supaya gak kepanasan !" Ucap Lala bangga membuat Evan dan Rizky tercengang.
"Ayo berangkat !" Putus Evan membiarkan Lala seperti itu, meraih tasnya Lala mengikuti Evan dan Rizky. Sejenak ia melepaskan topinya sebab sering menoel pipi Evan dan Rizky. Saat menuju keluar mereka berpapasan dengan Tiwi.
" Ya ampun, kamu mirip Britney Spears kelindes truk.. hahaha !" Tiwi terbahak-bahak menelisik penampilan Lala, siapapun yang mendengarnya menahan tawa kecuali Evan. Ekspresi wajahnya amat datar.
"Minta dibantai ini nenek gayung !" saat akan mengayunkan tasnya ke tubuh Tiwi, gadis terburu-buru masuk dan menutup lift dengan cepat dan menutup lift dengan cepat juga sehingga Lala tidak sempat meraihnya.
"Silahkan pak !" Ucap Rizky membuka pintu mobil dan mempersilahkan Evan masuk yang disusul Lala duduk disamping kemudi setelah ketiganya makan siang disebuah restoran seafood.
Tepat dugaan Lala, panas menyengat menyambut mereka kala turun dari mobil. Disambut juga oleh penanggung jawab serta arsitek yang bertanggung jawab dalam desain bangunan dan jangan si menyebalkan Edi Gunawan yang menyambut Evan dengan senyumn serakahnya. Hanya menunggu persetujuan direktur maka pembangunan bisa segera direalisasikan.
Saat Evan dan Rizky nampak terlibat obrolan serius dengan arsitek tentang pembangunan, Lala mengedarkan pandangan di sekitar. Lala mengamati sekitar memperhatikan tanah sempit yang katanya akan dibangun pabrik. Tanah yang tak terlalu luas itu terlihat polos karena baru-baru ditimbun tanah, tanah yang dikelilingi persawahan itu bisa ditebak adalah mantan sawah yang ditimbun.
Dengan sungai kecil memanjang yang juga dipastikan adalah sumber utama air yang digunakan petani untuk dialiri ke sawah. Tanpa sadar Lala berjalan mengitari sekitar menuju sawah. Disamping kanan ada pohon masih berdiri kokoh dengan rawa dan mungkin sebentar lagi pohon itu pun akan tumbang menjadi tanah kosong yang akan ikut menjadi proyek nanti. Terus berjalan menyusuri persawahan yang baru saja melakukan panen dan siap ditanami lagi, Lala melihat para petani yang sedang beristirahat berteduh sambil menikmati cemilan dan mengobrol hingga tertawa, pandangan Lala mengitari sekeliling, pikirannya bekerja dan diputuskannya menghampiri para petani itu. Tersenyum ramah.
"Permisi pak ! Ucapnya ramah.
"Iya neng !" Saut mereka yang berjumlah lima orang itu.
"Persawahan disini bagus ya.. saya tertarik !" Ucap Lala membuat para petani itu bingung.
"Maksud Eneng !" Tanya mereka
"Saya bermaksud membeli sawah bapak-bapak !" Pancing Lala membuat kelima pria itu saling pandang.
"Maaf neng, tidak dijual !" Saut bapak yang terlihat paling tua diantara mereka.
"Saya akan bayar berapapun yang bapak-bapak mau, saya akan bayar mahal sekali yang penting bapak-bapak mau menjualnya !" Lala masih memancing, kelima pria itu saling pandang.
"Maaf neng, sawah kami masing-masing sangat berharga. Selain untuk mencari makan dan uang sekolah anak ini juga harta keluarga yang nantinya kami wariskan untuk anak-anak kami. Uang yang neng tawarkan nanti akan cepat habis tapi sawah kami akan selalu menghasilkan jika kami pun rajin. Jadi maaf saya tidak bisa menjualnya dengan harga berapapun !" Ucap bapak tadi sambil disetujui yang lain. Membuat Lala terenyuh.
"Baik pak, kalau begitu saya permisi. Semoga bapak-bapak sekalian sehat selalu !" Ucap Lala tulus.
"AMINNN !" mereka berlima kompak. Lala kemudian meninggalkan mereka kembali ke lokasi, saat melewati pohon tadi Lala melihat sesuatu yang bergerak didahan. Saat mendekat untuk melihat jelas mata Lala melotot, refleks langkahnya mundur hingga ia jatuh di tanah basah disertai teriakan menggelegar. Semua menoleh ke arahnya, semua bergegas ke arahnya. Evan sampai lebih dulu dan menarik tangan Lala tak lama para petani sudah ikut berkerumun.
"Ada apa La !" Tanya Evan cemas melihat wajah Lala yang menegang.
"I..i..itu.. !" Tunjuknya pada dahan pohon. Semua mata melirik ke arah telunjuk Lala. Seekor ular sawah berwarna hijau dengan kepala lancip sedang mejeng ganteng di dahan pohon. Para petani pun menangkap ular itu membuat Lala terpekik dan refleks sembunyi dibelakang Evan serta memeluknya erat. Mata Lala mengintip melihat para petani itu.
"Nggak apa-apa neng, ular ini tidak berbahaya !" Ucap petani yang paling tinggi diantara mereka seraya memperlihatkan ular itu membuat Lala memekik dan menyembunyikan wajahnya dipunggung Evan dengan pelukannya semakin erat membuat para petani itu terkekeh. Sedangkan Evan terdiam merasakan hangat di punggungnya.
"Kalau begitu permisi !" Ucap petani itu dan pergi membawa ular itu bersama teman-temannya.
"Terima kasih pak !" Ucap Lala dan Rizky bersamaan. Menatap para petani yang semakin menjauh.
Ehemmm !" Rizky berdehem membuat Lala menoleh padanya. Melihat Rizky memberi kode dengan lengannya. Lala pun tersadar bahwa dia sedang memeluk erat Evan.
"Kyaaaaaaaa !" Lala berteriak lagi seraya melepaskan tubuh Evan.
"Maaf bos. Gak sengaja !" Lala menunduk malu tak berani menatap Evan. Namun Evan hanya diam dengan wajah datarnya menatap Lala yang tertunduk namun berbeda dengan hatinya.
Setelah makan siang, keduanya kembali memeriksa seksama keadaan sekitar. Pembangunan akan segera dimulai jika Evan menandatangani semua dokumennya. Cukup lama ketiganya berkeliling hingga memutuskan kembali. Lala duduk disamping Evan di kursi belakang karena ada sesuatu yang disampaikan tentang pesan sebuah perusahaan yang ingin mengadakan pertemuan dengannya.
"Tidak !" Singkat, padat dan jelas.
"Saya sudah menyampaikan penolakan anda pada mereka pak, tapi mereka tetap bersikeras untuk bertemu !" Ucap Lala pelan membuat Evan melirik kearahnya disaat yang bersamaan mobil menginjak batu hingga mobil tak seimbang.
CUP !" Bibir Evan mendarat di pipi kanan Lala, membuat keduanya melotot kaget. Cepat-cepat Evan melepaskan diri.
"Maaf !" Ucapnya malu
"I.. i.. iya pak !" Lala tak berani mengangkat wajahnya. Rizky yang melihat semuanya hanya bisa mengatupkan bibirnya.
Cukup Lala mobil berjalan dengan Lala yang masih memberitahukan pesan-pesan yang masuk saat mobil kembali menginjak batu dan kali ini Lala terhuyung dan mencium pipi kiri Evan. Rizky kembali melihatnya dan cepat-cepat menolehkan matanya dari spion.
"Kamu tu sengaja kan !" Sebuah jambakan dari jari Lala mendarat di kepala Rizky membuat cowok itu mendongak seketika.
"Hei.. hei.. hei.. aku lagi nyetir. Lepasss !" Rizky panik saat pandangan terbatas. Lala melepaskan tangan setelah memukul bahu Rizky.
"Sengaja dari Hongkong, liat tuh jalanan ini banyak batunya !" Rizky membela diri.
"Udah tau banyak batu ya pelan-pelan dong. Dasar kakek gayung !" Omel Lala
"Apa kau bilang Mak lampir ?" Rizky tak terima
"Kakek gayung !"
"Mak lampir !"
"Cukup !" Evan menghentikan perdebatan itu membuat mobil hening seketika. Perjalanan kembali ke kantor dengan tenang namun disertai tatapan permusuhan antara Lala dan Rizky.
Lala menghempaskan bokongnya di kursi kerjanya melepas topi dan memejamkan mata merasakan sejuknya AC yang menembus pori-porinya. Rasanya sangat enak, ia hampir saja tertidur saat perutnya berbunyi minta diisi. Makan siang tadi nampak tak bertahan lama diperutnya.
Memasuki pantry yang tak jauh dari meja kerjanya, pantry ini hanya Lala seorang yang menggunakannya sebab OB maupun cleaning service menggunakan pantry di lantai lain. Menghindari adanya penyusup atau penghianat yang akan mencuri data penting perusahaan juga agar keramaian akan mudah memecah konsentrasi.
Lala membuka kulkas dan mengeluarkan mie instan, telur, dan sayur sawi. Memasaknya menjadi satu setelah menuang ke mangkok dan bercampur dengan bumbu, Lala memberikan irisan cabe rawit dan perasan jeruk purut membuat aromanya semakin lezat.
Saat menuju mejanya nampak Evan berdiri disana, menatap mangkok ditangan Lala. Seketika melupakan hal yang ingin disampaikan pada sekertarisnya itu.
"Buatku ya, kamu buat yang lain !" Evan meraih nampan ditangan Lala dan bergegas memasuki ruangannya. Lala tersenyum kecut sambil berbalik kearah pantry. Saat mie sudah siap dalam mangkok, Lala berbalik meraih gelas dan mengambil air putih saat kembali berbalik ia melotot mendapat mangkok mienya lenyap tak berbekas. Ia bergegas keluar dan mengitari seluruh ruangan termasuk ruangan Evan dan hanya didapatinya Evan yang masih menikmati mienya. Dengan menghentakkan kakinya Lala kembali ke pantry untuk membuat satu porsi lagi. Saat diintipnya Lala kembali ke pantry, Rizky keluar dari balik meja Lala dan menikmati mie di meja Lala sambil melirik takut Lala muncul dari pantry.
Saat Lala menuju mejanya, didapatinya mangkok mienya yang hilang tadi sudah kosong. Lala mendesis jengkel.
"Kakek gayung, ku kutuk kau.. jadilah kau tutup minyak telon !" Lala jengkel sekali. Karna hanya Rizky yang sering meninggalkan jejak di meja Lala saat merampas atau mencuri makanannya.
Pintu ruangan Evan yang terbuka membuat Evan dan Rizky yang ngumpet dibalik meja Evan bisa mendengar umpatan Lala, membuat Evan geleng-geleng kepala dan Rizky yang menahan tawa dengan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ita Putri
ngakak sumpah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-10-08
0
Ita Putri
gokil si lala
2024-10-08
0