Pertemuan bersama Edi di ruang rapat berjalan alot. Edi tetap ngotot akan meneruskan pembangunan di lokasi D.
Menurutnya disana posisinya sudah sangat strategis dan mudah dijangkau alat berat.
"Lalu bagaimana dengan persawahan penduduk sekitar ? Sawah mereka akan tercemar limbah pabrik kita ?" Tanya Evan gusar saat Edi terus menerus ngotot meneruskan pembangunan.
"Itu bukan masalah besar, serahkan pada saya !" Senyum misterius muncul dibibir Edi membuat Lala dan Rizky saling pandang.
Jika sudah berkata seperti itu maka Edi kemungkinan besar akan melakukan pengibulan yang disertai kekerasan juga ancaman. Tidak bisa dibayangkan berapa kepala keluarga kehilangan mata pencaharian karena ketamakan Edi.
Evan menatap Lala dan Rizky dan keduanya kompak menggeleng. Evan menghela nafas berat.
"Hentikan proyek di lokasi D, jangan merusak persawahan penduduk ?" Tegas Evan.
"Tapi pak... !" Belum selesai ucapan Edi sudah dipotong Evan.
"Proyek akan tetap berjalan tapi di lokasi lain, lokasi yang masih belum terjamah dan jauh dari jangkauan penduduk hingga limbah dalam bentuk apapun tidak mencemari perairan sekitar atau akan lebih baik jika limbah diolah terlebih dahulu sehingga aman saat dibuang !" Jelas Evan.
Edi terdiam, matanya memerah menatap nyalang pada Evan. Karena dia sangat yakin kalau lokasi yang dipilihnya sudah sangat tepat dan tentang para petani itu ia pun sangat yakin bisa dia bereskan dalam sekejap.
"Lebih baik kita teruskan di lokasi D. Anda tidak perlu peduli pada petani itu. Mereka hanya sampah tak berguna !" Ucap Edi enteng membuat semua yang berada di ruangan itu terkejut menatapnya tak percaya.
"Serahkan semua pada saya dan saya jamin anda akan puas dengan pembangunan nanti makanya cepatlah tanda tangan. Jadi kita tidak membuang waktu sia-sia !" Desaknya lagi.
BRAKKKKKKKKK
Evan menggebrak meja didepannya sangat keras membuat semua orang kaget. Ganti Evan menatap nyalang Edi.
"Bisakah kau sedikit saja mempunyai hati nurani, orang-orang yang kau sebut sampah tak berguna itu adalah orang yang membuatmu bisa menikmati yang namanya nasi !" Gigi Evan bergemeletuk saking emosinya.
"Aku tahu semua orang memuji kehebatanmu tapi bukan berarti kau bisa seenaknya seakan-akan keberadaanmu itu lebih berarti. Dengar Edi, jika ada yang pantas disebut sampah tak berguna itu adalah orang tamak sepertimu !" Teriak Evan menggeleggar sambil menunjuk wajah Edi.
BRAAAKKKK
kini Edi yang menggebrak meja.
"Kurang ajar, beraninya kau !" Edi balas teriak sambil menunjuk Evan.
"Edi Gunawan,.mulai detik ini saya mengeluarkanmu dari proyek apapun yang berhubungan dengan PT. Samudera Api. Anda dilarang keras terlibat didalamnya dalam bentuk apapun dan proyek pembangunan pabrik saya akan mencari orang lain yang lebih mampu mengerti keinginanku bukan pada orang tamak sepertimu !" Tegas Evan menatap tajam Edi didepannya yang dibalas tatapan sinis Edi.
"Jika kau sudah mengerti, silahkan itu pintu keluarnya !" Tunjuk Evan pada pintu keluar.
Merasa terhina, Edi membanting gelas air yang sejak awal disiapkan untuknya. Gelas itu hancur berkeping-keping menghantam lantai membuat Lala yang masih kaget mendengar teriakan Evan kini semakin kaget melihat kelakuan Edi.
"Kau akan menyesal !" Teriak Edi mengancam menatap penuh emosi pada Evan. Segera ia keluar dari ruangan itu dengan membanting keras pintunya bersamaan terdengar jeritan beberapa karyawan wanita yang kaget melihat kelakuan Edi.
Didalam Evan kembali duduk menetralkan emosi dalam dirinya. Tangannya pun nyut-nyut merasakan sakit akibat memukul meja sangat keras.
"Saya rasa Edi tidak akan mengampuni kita !" Rizky buka suara. Melihat tatapan penuh ancaman pada mereka.
"Kau takut ?" Tanya Evan dengan nada remeh.
"Oh.. justru sebaliknya bos. Saya tidak sabar menunggu kejutan darinya !" Ucap Evan sambil membunyikan buku jari-jarinya disertai senyuman misterius.
Lala yang hanya menyaksikan interaksi keduanya pun walau sudah tau keganasan Rizky dalam melindungi Evan dan perusahaan namun tak dipungkiri jika ia bergidik juga jika Rizky berpose seperti itu.
-----
Masih dengan emosi tersisa Evan memutuskan makan siang diluar. Setelah itu ia mengajak Lala, Rizky dan Tiwi berjalan-jalan. Lala sudah ketar-ketir merasakan panas yang menyengat di jam seperti itu namun ternyata Evan hanya berjalan-jalan melewati trotoar yang banyak ditumbuhi pohon sehingga Lala bisa bernafas lega.
Meski panas menyengat suasana siang itu lumayan adem karena banyaknya pohon-pohon berdiri di pinggir jalan dan taman yang berada disudut jalan begitu adem dengan banyaknya pohon - pohon besar tumbuh disekitarnya sehingga dijadikan ajang berdagang para pedagang kaki lima.
Lokasi itu tak jauh dari kampus swasta, restoran dan juga bangunan perkantoran serta pusat perbelanjaan sehingga disiang hari yang terik tempat itu bisa menjadi favorit para pembeli berbagai generasi dari anak sekolahan hingga emak-emak.
"Ayo duduk dulu yuk, pemandangan disini bagus !" Ucap Evan sambil menduduki sebuah bangku kosong yang berada disana tapi matanya menatap segerombolan mahasiswi cantik yang sedang mengerubuti pedagang somay.
Rizky mengikuti duduk dan ikut memandangi cewek-cewek cantik itu. Lala memesan empat jus alpukat.
"Eh, aku ke toilet dulu !" Ucap Tiwi bergegas ke toilet umum. Setelah pesanan jadi Lala membawanya menghampiri Evan dan Rizky yang tak berkedip memandangi cewek-cewek itu.
Sadar diperhatikan, beberapa dari cewek itu menoleh kearah Evan dan Rizky yang langsung dihadiahi kedipan oleh Rizky membuat cewek-cewek itu salah tingkah. Bisik-bisik antar sesama pun terjadi membuat cewek berjumlah tujuh orang itu menoleh berjamaah ke arah Evan dan Rizky.
Dua pria tampan dengan setelan jas amat memukau yang menyambut tatapan mereka dengan senyum manis, menatap keduanya sama dengan menatap masa depan yang cerah. Para gadis itu pun berbisik-bisik heboh kemudian berlomba-lomba menunjukkan pesonanya. Ketujuhnya kemudian duduk di bangku panjang tidak jauh dari bangku dua pria tampan itu dengan posisi berhadapan.
"Eh.. kak ganteng namanya siapa ?" Salah seorang gadis cantik memakai kemeja coklat polos dengan rambut terurai mulai bertanya. Yang lain menyorakinya
"Hai, aku Evan !" Evan menyebut namanya dengan lembut, tanpa kentara melirik Lala yang acuh seraya menikmati jusnya.
"Aku Rizky !" Rizky menyugar rambutnya ke belakang membuat ia terlihat keren sekali hingga cewek-cewek itu memekik kesenangan.
"Kalian cantik ya !" Evan mulai menggoda, gadis-gadis itu heboh seketika membuat semua mata menatap mereka bingung, karena kehebohan mereka seolah melihat idol K-Pop.
Evan dan Rizky saling pandang dengan senyum jahil dibibir masing-masing. Lala hanya bisa terdiam menahan kesal pada dua pria ganjen ini dan cewek-cewek berisik itu.
"Kalian udah semester berapa ?" Tanya Evan lagi.
"Semester lima kak !" Jawab gadis paling mungil diantara mereka dengan sopan.
"Kakak-kakak udah punya pacar belum ?" Gadis kemeja pink dengan rambut bob bertanya.
Bersamaan dengan itu Tiwi muncul tentu saja ikut mendengar pertanyaan itu, segera saja ia menghampiri Evan dan secepat kilat meraih tangan sebelah tangan Evan yang sejak tadi berada dalam kantung celananya. Diperlihatkannya jari-jari Evan dimana sebuah cincin kawin bertengker manis.
"Hey, guys !" Tiwi tersenyum penuh kemenangan.
Gadis-gadis itu terdiam seketika, saling pandang. Wajah mereka mendung seketika saat melihat yang paling tampan ternyata sudah menikah.
Evan melotot ngeri pada Tiwi yang hanya dikekehi Tiwi. Lala pun tak bisa menahan tawanya melihat kejadian itu. Tiwi mengulurkan tangannya mengajak Lala tos yang disambut antusias oleh Lala lalu duduk disampingnya ikut menikmati jus alpukat. Lala tertawa geli melihat wajah bete Evan.
"Hey guys... !" Rizky bersuara memperlihatkan kesepuluh jarinya yang tak mengenakan cincin apapun. Kembali ia mengedipkan matanya dan tersenyum genit membuat gadis-gadis itu tertegun dan cerah kembali.
'Tidak ada rotan temannya rotan pun jadi'.
"Kalian sendiri udah punya pacar belum ?" Buaya Air mulai bertingkah.
"Belum kak, kami semua masih jomblo !" jawaban itu membuat mereka bertujuh mengangguk berjamaah.
"Wow, masa cewek-cewek secantik kalian masih jomblo !" Buaya Air mengedipkan mata.
"Ya kalau sama kakak mau deh !" Si kemeja coklat memancing. teman-temannya yang lain menyoraki. Rizky tertawa.
"Aku sih bersedia jadi istri kedua !" Gadis memakai kaus putih dengan rambut terurai sepunggung menatap Evan.
Lala dan Tiwi melongo, tidak percaya mendengar ucapan itu. Sedangkan teman-temannya yang lain tertawa keras. Sedangkan Evan hanya tersenyum tipis. Ia kembali melirik Lala, menatap dalam.
"Jangan dek, masa mau jadi istri kedua. Istri dia itu berbahaya seganas singa. Kamu hanya akan dibully setiap hari !" Tiwi menjelaskan dengan ekspresi aneh seraya menunjuk Evan. Evan cuek saja berbeda dengan gadis tadi yang langsung mengkerut.
"Trus kalau yang ini, jangan mau deh sama dia. dia ini Buaya, korbannya banyak banget. Kalau dikumpulkan bisa membentuk dua tim sepakbola plus cadangan plus wasit !" Lala menunjuk Rizky yang dibalas tatapan mengiris cowok itu.
"Aku mau jadi komentatornya kalau mantan-mantannya jadi tim sepakbola. ya, yang mulai menendang bola adalah cewek yang di-php-in selama dua Minggu dan yang mengoper bola adalah mantan yang hanya dipacari selama tiga bulan dan yang menjaga gawang adalah gebetan korban janji palsu !" Tiwi berakting seolah-olah sedang mengomentari jalannya pertandingan sepakbola. Lala tertawa geli.
"Jangan didengar, mereka berdua ini jomblo ngenes dan jomblo akut !" Balas Rizky menunjuk dua gadis disampingnya yang langsung dibalas pukulan dari dua gadis itu.
Keempatnya masih duduk santai menemani Rizky yang tebar pesona saat seorang ibu-ibu seusia Lala dengan pakaian lecek membawa dua bocah laki-laki sambil menenteng bungkusan besar.
"Kak, keripiknya cuma 5000 aja !" Tawarnya sambil memegang keripik singkong dengan bungkus cukup besar.
"Tolong beli ya kak, saya tidak bermaksud memaksa tapi saya butuh uang buat beli obat anak saya karna daritadi belum laku !" Dengan wajah memelas ibu itu menunjuk pada balita yang digendong menggunakan kain kucel didada ibu itu. Sedangkan anak kecil berusia sekitar tiga tahun hanya menempel di rok ibunya.
Keempatnya saling pandang, memandang kantung merah besar yang berada ditangan ibu itu. Dilihat memang masih sangat banyak keripik memenuhi kantongan merah itu.
"Ya sudah biar saya beli semua itu !" Ucap Evan membuat ibu itu senang seketika.
"Segini cukup !" Evan mengulurkan uang 500 ribu yang diterima dengan gemetar oleh ibu itu.
"Ini kelebihan kak !" Ucapnya dengan gemetar. Matanya sudah berembun
Ambil aja buat kakaknya !" Evan tersenyum pada bocah laki-laki yang membuat bocah itu malu dan menyembunyikan wajahnya di rok ibunya.
Terima kasih kak.. terima kasih !" Ibu itu menangis seraya menjabat tangan Evan.
"Sama-sama Bu. Semoga anaknya cepat sembuh yah !" Doa tulus Evan.
"Terima kasih !" Ibu itu menyerahkan plastik besar itu pada Evan, memasukkan uang pada dompet lusuhnya dan menggandeng anaknya pergi dengan hati bahagia.
Tak sengaja pandangan Evan berpandangan dengan Lala. Gadis itu tersenyum hangat padanya membuat hati Evan bergelenyar gimana gitu.
"Dua cewek itu siapanya kakak ?" Salah satu gadis itu bertanya seraya melirik Lala dan Tiwi.
"Pembantu !" Jawab Rizky cepat, Evan memalingkan wajah menahan tawa. Lala dan Tiwi menoleh kompak kearah Rizky, tanduk dan taring tak kasat mata pun tumbuh pada keduanya.
Baru saja keduanya bangkit dari duduk hendak menjambak rambut Rizky saat sebuah suara teriakan terdengar. Semua orang menoleh ke asal suara. Ibu penjual keripik tadi jatuh terduduk sambil mengadahkan tangannya pada seorang pria yang berlari kencang setelah menjambret dompetnya.
Rizky langsung memasang kuda-kuda saat melihat pria itu dengan kencang berlari menuju kearahnya.
BUAKKKK
Tendangan ganteng Rizky melesak sempurna diperut penjambret itu membuat penjambret itu termehek-mehek serta jatuh membungkuk ke tanah. Melihat itu gadis-gadis tadi memekik bersamaan.
Dengan gerakan ala-ala Jacky-chan atau adegan seperti di film-film laga Rizky menghajar penjambret itu dengan wajah tengil, dipelintirnya hingga tak berkutik penjambret itu. Menonjok sekali wajahnya dengan keras hingga pingsan.
Gadis-gadis tadi seketika menganga kemudian terpukau menyaksikan betapa kerennya pemandangan itu dan tak lama kemudian bertepuk tangan tak peduli pada jambret itu yang sudah tak berdaya.
"Ih.. kakak keren !"
"Cakep !"
"Mau dong dilindungi !"
"Aku jatuh cinta !"
"Pahlawan ganteng !"
Masih banyak lagi cuitan lain yang membuat kepala Rizky semakin gede membuat tiga orang lain geleng-geleng kepala. Bahkan bukan hanya cewek-cewek itu yang terpukau, barisan para emak pun tak luput menyerukan kekagumannya pada Rizky.
Lala dan Tiwi yang awalnya kaget melihat gerakan cepat Rizky cukup bangga namun tak lama kemudian menatap jengah pada buaya air ini, ingin sekali mengangkatnya dan melemparnya ke selokan. Berlebihan sekali dalam tebar pesona.
"Terima kasih tuan. Alhamdulillah !" Ibu itu berlari kearah Rizky dan meraih dompet lusuhnya dari Rizky. Air matanya tak berhenti mengalir, tadinya ia pikir uangnya akan lenyap namun ternyata yang maha kuasa masih mempertahankan rejekinya.
"Sama-sama, lain kali hati-hati. Jaga baik-baik dompetnya !" Ucap Rizky tersenyum.
"Iya, sekali lagi terima kasih !" Ibu itu pergi dengan cepat membawa anaknya seraya memperhatikan sekitar.
Setelah menelepon polisi dan penjambret itu dibawa pergi. Keempatnya memutuskan untuk kembali kekantor. Rizky yang masih sempat-sempatnya memberikan kiss jauh dan kedipan mata pada para gadis itu membuat ketujuhnya histeris seketika.
"Ya ampun belum minta nomor hp mereka !" Rizky memekik saat memasuki kantor. Lala dan Tiwi melirik sambil melengos pada Rizky. Evan diam saja.
"Pasti seru tuh kalau kupacari tujuh-tujuhnya !" Ucapan Rizky membuat Lala dan Tiwi melotot seketika dan dengan cepat memukuli tubuh Rizky. Evan hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.
"Dasar Buaya Air !" umpat Lala
"Keong racun !" teriak Tiwi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments