Suasana dermaga pagi itu sangat ramai karena bukan hanya dipenuhi oleh pekerja disana atau awak kapal yang datang melakukan bongkar muatan.
Ada anggota bazarnas yang dihubungi polisi untuk mencari 2 orang yang tercebur disana, para anggota bazarnas menatap lekat kedalaman air laut memikirkan kemungkinan posisi dimana tubuh Bryan dan Jerry berada setelah semalaman tenggelam.
Ditambah dengan peliput berita yang tidak ingin melewatkan berita tersebut. Hipotesis bermunculan bermacam-macam. Berlomba-lomba menciptakan berita akurat, tajam dan terpercaya.
"Dua pria memperebutkan seorang wanita hingga terjadi duel diantara mereka hingga keduanya tercebur ke laut !"
"Dua pria yang memutuskan bunuh diri karena cintanya ditolak !"
"Dua pria yang bangkrut dan depresi hingga memutuskan terjun ke laut !"
Dibiarkan saja semua argumen itu, pihak terkait sungguh malas berurusan dengan media apalagi menjelaskan yang sebenarnya, membiarkan saja semua pemikiran itu datang dan pergi.
Beberapa wartawan bertanya pada polisi terkait kamera pengawas yang berada di lokasi. Ajaib, tidak ada satupun kamera pengawas yang menangkap kejadian malam itu. Semuanya gelap.
Beberapa penyelam sudah mulai menyelam untuk mencari atau mengevakuasi tubuh kakak beradik itu sedangkan yang masih berada di daratan menelisik dengan ketat sekitar, berpikir tubuh keduanya mungkin tersangkut.
Beberapa penyelam yang diturunkan dan mengitari lautan hingga jarak cukup jauh namun nihil, tubuh Bryan dan Jerry tidak ditemukan, dugaan bahwa tubuh keduanya terseret arus ombak hingga lautan terdalam.
"Pagi ini anggota bazarnas diturunkan untuk mencari 2 orang yang menurut kabar tidak sengaja tercebur ke dalam laut. Beberapa penyelam sudah berenang kedalam air mencoba mencari jasad 2 orang itu. Penyelaman sudah dilakukan sejak pagi tadi namun hingga kini belum menemukan apapun, dugaan sementara bahwa tubuh keduanya terseret arus ombak hingga jauh di lokasi dan tenggelam didasar yang dalam. Saya Novita, demikian sekilas berita !" Kata presenter yang bertugas meliput di lokasi kejadian.
Dikediaman orang tua Cleo, tepatnya di kamar cleo. Evan menatap datar siaran berita itu. Mertuanya meminta agar beberapa hari Evan dan Cleo menginap dirumahnya karena beranggapan kondisi emosional Cleo masih kacau akibat penculikan itu.
Pikirannya Evan jauh melayang entah kemana. Seharusnya ia lega saat kesalahpahaman keluarganya teratasi namun masih saja sesuatu terasa mengganjal hatinya.
Menoleh kearah Cleo yang masih terlelap disampingnya, istrinya terlihat lebih kurus dan wajahnya masih pucat. Evan menghela nafas dan meraih HP-nya dan menuju balkon kamar. Menutup pintu kaca dan menatap jauh pada hamparan hijau yang memanjakan mata, Evan menghubungi seseorang.
"Halo, kamu sedang apa ?" Sapanya
"Ya hari libur pastinya rebahan, makan dan malas-malasan !" Lala terkekeh.
Evan terdiam, tersenyum senang mendengar tawa Lala.
"Bagaimana keadaan Cleo ?" Tanya Lala, dia mendapat informasi dari Rizky kalau Cleo sudah ditemukan.
"Dia baik-baik aja !" Jawab Evan. Keduanya terdiam sejenak.
"Kangen !" Ucap Evan.
"Sama !" Balas Lala.
"Ayo ketemu seperti kemarin !" Ajak Evan.
"Eh, tapi...!" Lala ingat saat Evan melarangnya terlalu dekat.
"Sekarang sudah aman !". Yakin Evan.
"Aman bagaimana ?"
"Ng.. maksudnya kita bisa ketemu seperti kemarin !"
"Baiklah !" Lala setuju.
Setelah mengakhiri telepon, Evan bertahan diposisinya menatap pemandangan didepannya dengan pikiran kalut. Kembali menoleh kearah tempat tidur dimana Cleo masih terlelap.
Cleo sebenarnya sudah terbangun sejak tadi, hanya saja ia belum berani membuka mata saat merasakan Evan disampingnya. Hatinya masih kacau dan tak enak pada Evan.
Jujur, perasaannya masih berat untuk Bryan namun kebenaran yang terungkap semalam membuka matanya jika ia sudah tidak bisa mengharapkan laki-laki itu, laki-laki yang tidak mencintainya meski berulang kali mengatakan cinta.
Namun tak bisa Cleo pungkiri saat melihat pria itu tercebur, jantung Cleo seakan berhenti berdetak, menatap tak percaya pada riak air yang menelan tubuh Bryan.
Dan berita yang juga didengarnya membuat hatinya semakin kacau. Bertanya-tanya dalam hati.
'Apakah Bryan mati tenggelam ?'
'Apakah dia berhasil menyelamatkan diri ?'
'Bagaimana keadaannya sekarang ?'
'Dimana dia sekarang ?'
Pertanyaan itu memenuhi hatinya. Berusaha mengusir pikiran itu dan berpikir jernih, meski malu tapi Cleo harus bangkit dan memperbaiki semua. Melupakan Bryan dan mempertahankan rumah tangganya sebelum semuanya terlambat.
-----
Malam harinya, Evan telah bersiap untuk bertemu Lala, mengancingkan kemejanya saat dua tangan memeluknya dari belakang. Evan membeku saat merasakan tubuh Cleo memeluknya erat.
"Yank, aku minta maaf !" Ucapnya lirih. Mengeratkan pelukannya seraya menghirup aroma tubuh Evan.
Evan memejamkan mata, hatinya mulai bertentangan.
"Maaf karna kemarin aku yang bodoh, yang gak berpikir panjang. Maaf yank, aku menyesal !" Suara Cleo bergetar.
"Cle......!"
"Bisa kita perbaiki semua ? Bisa kamu kasih aku kesempatan ? Bisa kita mulai dari awal ?" Cleo melepas pelukannya dan menggenggam tangan Evan, menatapnya dengan sejuta penyesalan. Keduanya bertatapan dalam.
"Aku janji akan jadi istri yang baik, aku akan jadi istri yang setia. Aku janji gak akan ulangi kesalahan ini lagi !" Cleo memeluk Evan, menangis dibahu suaminya.
Kepala Evan serasa berputar, hatinya masih bertentangan.
"Bisa kita bicarakan nanti. Aku ada pertemuan penting !" Ucap Evan membuat Cleo melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.
"Oke, aku harap kamu bisa pikirkan baik-baik yank !" Cleo mencoba tersenyum.
Evan menyentuh pipi Cleo, tersenyum pelan. Cleo cepat berjinjit dan mengecup bibir Evan membuat Evan membeku.
"Kalau begitu aku pergi dulu !" Evan tersadar dan bergegas pergi.
Cleo melepas kepergian Evan dengan senyum manis dan ia sendiri meraih tasnya dan berencana keluar bertemu teman-temannya.
Telah sampai di mall tempat janjian. Evan meraih topi dan masker di dashboard dan memakainya. Dari parkiran hingga memasuki area mall, kepala Evan ingin pecah memikirkan antara Cleo dan Lala.
Namun pandangan Evan langsung tertuju pada pujaan hatinya yang sudah menunggunya ditempat kemarin dia menunggu. Perasaan Evan membaik, memberi kode lewat mata dan jari, Lala mengikuti langkah Evan dengan jarak aman.
Keduanya kembali duduk direstoran pizza dengan tempat yang sama, terlindungi tanaman hias. Keduanya duduk berhadapan tersenyum pada satu sama lain.
"La, aku mencintaimu !" Ucap Evan tiba-tiba. Tangannya terulur meraih tangan Lala. Gadis itu menatap intens pria didepannya.
"Iya, aku tahu kok !" Sahut Lala enteng membuat Evan cemberut.
"Lalu ?"
"Lalu apa ?"
Evan memelototi Lala membuat cewek itu tertawa pelan.
"Cintaku padamu sebesar gunung dan bukit !" Ucap Lala yakin.
"Gunung itu kecil gak besar. Berarti cintamu kecil !"
"Ih, gunung itu besar !"
"Oh gitu ya !" Tatapan Evan hinggap didada Lala.
"Jangan mikir macam-macam deh !" Lala melotot dan memukul lengan Evan membuat pria itu terbahak.
"Cari kiasan lain dong, masa gunung. Membuatku Travelling !" Senyum jahil Evan muncul. Lala melotot ganas.
"Cintaku padamu seperti garam, dimana jika tak ada garam maka semuanya terasa hambar maka dari itu jika cintaku seperti garam, kamu bisa merasakannya !" Ucap Lala centil.
Kalimat yang diconteknya dari buku pelajaran SMP itu sukses membuat Evan tersenyum.
"Kalau kamu ?" Lala balik tanya.
"Cintaku padamu seluas dan seindah langit !" Ucap Evan lebay sambil memegangi dadanya.
"Ah, so sweet !" Lala ikutan lebay.
Evan kembali menggenggam tangan Lala, menatap dalam manik mata gadis didepannya.
"Tolong ingat itu, cintaku padamu seluas dan seindah langit dan apapun yang terjadi tetaplah bersama !" Tegas Evan, Lala hanya mengangguk.
Tempat itu kembali berlimpahan ❤️ yang berjatuhan dari kedua insan yang sedang dimabuk cinta.
Pesanan mereka datang dan menikmati dengan hati yang berbunga-bunga.
Setelah itu keduanya kembali mengunjungi toko aksesoris, berkeliling memandangi aksesoris-aksesoris lucu itu. Keduanya berpencar menghampiri barang satu ke barang lainnya.
Hingga mata Evan tertuju pada sebuah cincin couple hitam dengan garis biru dan emas serta bergambar bulan dan matahari pada masing-masing cincin.
Melirik pada Lala yang sedang memperhatikan dompet lucu, Evan memutuskan membeli cincin couple itu seraya membawanya ke kasir.
"Ada yang mau dibeli ?" Tanya Evan menghampiri Lala, terlihat gadis itu sedang mengagumi dompet cantik nan lucu ditangannya.
"Nggak ada, ayo keluar !" Lala mengembalikan dompet itu ketempatnya namun Evan langsung mengambilnya dan membawanya ke kasir membuat Lala tersentak.
"Nih !" Evan menyodorkan plastik kecil itu pada Lala.
"Ini kalau aku mau, aku bisa beli sendiri lho !" Lala menerima plastik berisi dompet itu dengan perasaan tidak enak.
"Itu murah kok jadi gak masalah. Bahkan kalaupun kamu minta mahal juga lebih gak masalah lagi !" Evan tertawa sombong membuat Lala mencibir kearahnya.
"Terima kasih !" Ucap Lala malu-malu.
"Sama-sama sayang !" Evan tergelak membuat Lala memukulnya pelan. Wajahnya bersemu merah mendengar kata-kata Evan.
Tanpa mereka sadari, seseorang menatap interaksi mereka dengan wajah terkejut. Cleo yang sedang berjalan bersama teman-temannya berhenti saat melihat Evan bersama orang lain.
Meski memakai topi dan masker, tapi postur tubuh itu sudah sangat Cleo hapal dan yang lebih utama adalah pakaian yang dikenakan sama persis itu membuatnya yakin kalau itu adalah suaminya.
Dan gadis yang bersamanya, meski dengan masker yang menutupi setengah wajahnya tapi Cleo sangat yakin itu adalah sekertaris suaminya.
Evan dan Lala mulai berjalan membuat Cleo ingin mengikuti keduanya namun panggilan dari teman-temannya mengurungkan niatnya.
Evan dan Lala kembali nonton bioskop, memilih film action yang sedang naik daun, suasana dalam gedung teater yang hampir dipenuhi lautan manusia.
Ditengah kegelapan dan riuh rendah penonton, Lala menyandarkan kepalanya dibahu Evan. Menggenggam erat tangan pria itu, menyalurkan rasa cinta sekaligus rasa gelisah dan takut secara bersamaan.
Suasana syahdu yang berlangsung dua setengah jam itu mau tidak mau harus berakhir. Keduanya bergandengan tangan keluar gedung teater dan melepaskan genggaman serta menjaga jarak saat berada diluar.
Bosan dengan suasana mall yang amat ramai, Evan memutuskan untuk pergi, ia mengajak Lala ke pantai.
Duduk sambil menikmati kelapa muda, menatap gelapnya lautan.
Evan meraih tangan kanan Lala dan memasangkan salah satu cincin couple itu.
Lala mengerutkan kening menatap itu.
"Nih pasangkan juga !" Disodorkannya cincin satunya pada Lala seraya mengulurkan tangan kanannya sendiri.
Dengan sedikit gemetar, Lala meraih cincin itu dan memasangkannya dijari Evan.
"Ini seperti tunangan !" Ucap Lala menatap lekat cincinnya.
"Anggap aja seperti itu !" Jawab Evan.
"Maaf ini barang murah !" Setelah Evan mengucapkan itu, Lala memukul lengannya.
"Ini bagus banget, aku suka !" Wajah Lala berbinar bahagia. Evan ikut tersenyum. Andai bukan ditempat terbuka ingin sekali dia memeluk Lala.
"Sebenarnya siapa yang menculik Cleo ?" Tanya Lala penasaran. Ia hanya tau Cleo diculik dan mengancam keselamatan orang terdekat Evan tapi tidak tahu siapa pelakunya.
Evan menatap Lala, bingung bagaimana mulai menceritakan darimana.
"Seseorang yang salah paham, hampir aja salah sasaran. Ternyata bukan keluargaku tapi orang lain. Untung aja Cleo gak apa-apa dan orang itu tidak macam-macam dengan Cleo !" Evan berusaha menjelaskan dengan bahasa sederhana dan memilih tidak mengatakan bahwa pelakunya adalah kekasih Cleo.
"Sudah, jangan dibicarain. Intinya Cleo baik-baik aja dan keluargaku juga baik-baik aja !" Evan menggenggam tangan Lala. Cukup lama keduanya terdiam memandang lautan malam yang indah disertai suara desiran ombak.
"Sudah malam, ayo pulang !" Ajak Evan saat melirik jam tangannya. Bangkit dari duduknya yang diikuti Lala menuju mobilnya. Membuka pintu mobilnya mempersilahkan Lala masuk.
Perjalanan yang tidak terlalu lama dengan tangan keduanya tertaut rapat serta saling lirik dengan senyum bahagia. Mobil Evan sudah berhenti didepan kost Lala.
"Terima kasih !" Ucap Lala kemudian meraih handel pintu, belum juga ia sempat meraih handel pintu saat Evan menarik tubuhnya dan memeluknya erat.
Keduanya terdiam, Evan memejamkan matanya rapat memeluk Lala bukan hanya secara fisik namun juga jiwanya.
"Ingat, aku mencintaimu dan akan bertahan dalam keadaan apapun !" Ucap Evan.
"Iya, aku juga merasakan yang sama !" Lala membalas pelukan Evan.
Evan melepaskan pelukannya dan mencium kening Lala membuat gadis itu mematung.
"Sudah, bye-bye !" Ucap Lala segera turun dari mobil Evan.
Evan terkekeh melihat tingkah Lala dan melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Sepertinya keputusan Evan sudah bulat untuk memilih Lala dan melepas Cleo.
Ya, Evan yakin itu. Dia akan mencari cara dan waktu yang tepat untuk berbicara pada Cleo. Evan sudah tak ingin sembunyi-sembunyi lagi. Sudah saatnya dia menunjukkan pada dunia siapa yang sebenarnya dia cintai.
-----
Saat Evan memasuki kamar, terlihat Cleo telah terlelap. Evan memasuki kamar mandi dan membersihkan diri.
Setelah berganti pakaian, Evan menuju tempat tidur. Duduk sejenak menatap Cleo yang terlelap.
Tangan Evan terulur membelai rambut Cleo, sepertinya dia benar-benar yakin untuk berpisah, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
Evan membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Saat suara nafas Evan terdengar teratur Cleo membuka matanya. Menatap wajah Evan dari samping.
Pelan-pelan Cleo bangkit dan duduk, memerhatikan wajah polos Evan. Pria itu amat tampan dengan garis wajah yang tajam. Tangan Cleo terulur membelai rahang Evan, tersenyum penuh arti.
Evan bergerak ditidurnya membuat Cleo terperanjat, Evan menutup setengah wajahnya dengan lengan kanannya. Saat itulah, Cleo bisa melihat dengan jelas cincin hitam bergambar matahari.
'Tumben pake aksesoris !' Cleo membatin. Namun menurutnya cincin itu terlihat bagus dijari Evan.
Perlahan Cleo berbaring seraya memeluk Evan. Menatap lagi wajah polos itu.
"Aku janji akan mencintaimu sepenuh hati. Maafin aku yank !" Ucap Cleo sebelum memejamkan mata dan terlelap dengan memeluk Evan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments