Aku memandangi wajah Yohan yang sedang melahap makanan yang aku sajikan.
"Ada apa?" tanyanya.
"Ah, tidak ada apa-apa."
Aku terkejut saat dia tiba-tiba bertanya, aku tak sadar karena asyik memandangi wajahnya sedari tadi, aku jadi malu.
"Kau sangat pandai memasak, dulu ibuku juga sering menyiapkan makanan untukku dan masakannya sungguh enak,"
"Be-benarkah?"
Yohan menganggukan kepalanya sambil mengelap bibirnya, kurasa dia sudah selesai makan. Aku pun mencoba membereskan piring-piring kotornya, tapi karena ceroboh aku tak sengaja tersandung sesuatu dan membuat piring yang kupegang jadi jatuh dan pecah semua. Oh tidak, aku membuat kesalahan sekarang, aku menolehkan wajahku pelan hanya untuk memastikan situasi, kulihat wajah Yohan hanya menatap piring itu tanpa ekspresi.
Aku mencoba membereskan piring yang pecah itu, dengan tangan gemetar aku mengambil pecahan-pecahan piring itu, saking takutnya aku, tanganku sampai tergores oleh serpihan piring itu. "Ah!" Aku memegangi jari telunjukku, darah keluar dari ujung nya, kulihat Yohan sudah berdiri dan dia akan datang mendekat, dia pasti kesal karena aku bertindak ceroboh. Aku menutup mataku karena takut ia menghajarku. Namun, yang kurasakan bukan rasa sakit akibat pukulannya, melainkan sentuhan hangat di jari telunjukku, jariku menjadi basah dan aku merasa darahku terhisap. Aku membuka mataku perlahan, dan aku terkejut melihat Yohan yang tengah berjongkok di hadapanku sambil menghisap luka di jari telunjukku.
"Hati-hati, biar aku saja yang membersihkannya."
Apa aku bermimpi? Aku masih diam mematung, tak percaya dengan sikap Yohan sekarang. Dia tidak memarahi dan menghajarku, malah yang kulihat sekarang Yohan tengah membersihkan pecahan piring yang aku jatuhkan.
"Kau duduk saja disana, nanti kau malah kena lagi."
Aku kembali tersadar, lalu menganggukan kepalaku. Aku beranjak dan duduk seperti yang ia suruh. Aku hanya duduk dan melihat ia membersihkan semua itu hingga selesai.
"Nah sudah selesai."
"..."
"Mau ikut aku?"
"Ikut? Kemana?"
"Bukan kah aku janji mau menunjukkan kebun kesayangan ibuku?"
Oh benar, aku baru ingat. Dia berjanji mau menunjukan aku kebun di belakang rumahnya. Tanpa banyak berpikir aku pun langsung mengangguk dan berdiri. Aku mengikutinya dari belakang, ternyata rumah ini ada semacam pintu samping, karena tak seperti pintu aku jadi tak menyadarinya. Yohan membuka pintu itu, lalu aku pun masuk sesudahnya. Dan benar saja, ini memang sebuah kebun. Sangat indah, disini tertanam berbagai macam bunga, kurasa dulu ibunya sangat menyukai bunga. Kebun ini juga sangat terawat, kupikir Yohanlah yang merawatnya.
"Kebun ini sangat indah," pujiku.
"Ya, aku juga berpikir seperti itu dulu."
"Dulu?"
Kenapa dulu? Sekarang juga masih indah, ini lebih seperti taman bunga bila dilihat. Aku pun berjalan berkeliling, melihat-lihat bunga apa saja yang di tanam disini. Ah dia juga menanam buah disini, sungguh indah. Mataku berbinar melihat isi dari kebun Yohan, sungguh tak disangka, orang dengan kepribadian seperti dia juga suka berkebun seperti ini. Di pojok sana terlihat sebuah pohon apel yang sangat rimbun, buahnya banyak namun belum memerah. Karena rindang, aku pun mencoba berdiri di bawah pohon itu. lalu, "Kyaaa!" Yohan mendorongku dari belakang hingga aku jatuh tersungkur, aku merasakan perih di telapak tanganku dan juga di sudut lututku. Aku pun mencoba berdiri dan membersihkan kedua tanganku, kulirik kearahnya. Apa yang salah? Ekspresinya sangat datar, tidak ada senyum atau apapun, itu membuatku sangat takut.
"Ah, maaf ya maafkan aku."
"Huh?"
Kini wajahnya kembali tersenyum. Dia tidak bisa aku prediksi, dia sangat pandai mengubah ekspresi wajahnya dengan sangat cepat, hingga aku tak tau suasana hatinya yang sebenarnya.
"Apa aku mendorongmu terlalu kuat?"
"..." Aku hanya diam karena bingung harus menjawab apa.
"Aku hanya kaget karena kau berdiri tepat disana."
Aku menolehkan pandanganku kearah pohon itu. Aku sedikit kaget dan bingung, memang kenapa kalau aku berdiri disana? Apa itu suatu area terlarang atau semacamnya. Setidaknya kalau memang benar itu area yang terlarang, dia bisa berbicara baik-baik. Hah, aku mau kesal, tapi itu adalah Yohan.
"Ada apa dengan ekspresimu? Wajar saja bukan? Seseorang pasti marah kalau orang lain menginjak-injak Ayah mereka,"
Ayah? Apa yang ia bicarakan, aku sungguh tak paham. Yohan mengatakan hal gila itu sambil terkekeh, aku lalu melirik kembali pohon itu, suasananya membuatku bergidik ngeri. Entah itu hanya candaannya ataupun memang faktanya, tapi itu benar membuatku merinding. Aku pun melihat keseluruhan kebun itu, semuanya memang nampak indah, tapi kalau di perhatikan disini ada yang janggal. Diantara bunga-bunga yang bermekaran indah itu, tanahnya tidak menyatu, seperti seseorang menggali lalu menimbunnya lagi.
"El, ada apa? Kenapa kau melamun? Aku daritadi berbicara kepadamu."
Yohan memecahkan lamunanku. "Ah, ya ada apa?"
"Aku bertanya apakah kau menyukai bunga?"
"Bunga? Oh y-ya, aku menyukainya."
"Benarkah?"
Aku menganggukan kepalaku.
"Ibuku juga sangat menyukai bunga, aku menjaga dan merawat kebun ini untuk mengenangnya."
"..."
"Dulu hanya aku dan ibuku yang datang kesini. Sekarang kau juga datang kesini, bahkan Ayah dan yang lainnya juga datang, menyenangkan sekali. Benar kan?"
Dia tertawa, raut wajahnya seakan ia merasa bahagia. Walau aku tak mengerti apa maksud ucapannya itu, namun aku tetap mencoba tersenyum dan mengiyakan perkataannya. Dan daripada itu, aku sudah tak tahan berada disini, aku ingin masuk kedalam rumah, tapi Yohan belum mau mengajak masuk. Angin yang bertiup kencang, membuat rambutku beterbangan ke segala arah, dan kulihat Yohan tersenyum ke arahku. Aku menundukan pandanganku karena malu.
Ah dia mendekat. Aku tetap menundukan pandanganku karena tak berani menatap wajah nya.
"El, apa kau benar mencintaiku?"
"Huh?" Aku mendongakkan wajahku lalu mata kami bertemu. Dia membuatku kaget hanya dengan sebuah pertanyaan yang tiba-tiba, dan tentu saja jawabannya adalah benar. Jarinya menyusuri rambutku yang berantakan karena angin, pandangannya sayu, dan tatapan matanya tak bisa kuartikan dengan kata-kata.
"Itu benar," jawabku.
Kulihat dia tersenyum. "Maka kau jangan meninggalkan aku!"
"Tidak akan."
"Ya, itu bagus."
Apa itu membuat nya senang? Sejujurnya aku sangat senang ketika dia selembut ini, tapi apakah tidak apa-apa kalau aku juga mempertanyakan perasaannya padaku? Aku juga ingin tau bagaimana perasaannya terhadapku, akan sangat menyakitkan kalau hanya aku saja yang mencintainya bukan.
"Yohan, a-apa kau juga mencintaiku?"
"..."
Ah responnya kenapa seperti itu? Dia terlihat terkejut lalu terdiam. Apa aku kelewatan mempertanyakan hal ini pada nya?
"Pft, hahahahaha."
Kenapa dia tertawa, aku jadi merasa dipermalukan, aku kembali menundukan pandanganku selagi ia tertawa keras.
"Jawabanku itu tidak penting, jadi kau tak perlu lagi mempertanyakan hal itu, oke El."
"Tapikan, aku ingin-"
"El.. Kubilang untuk tak usah lagi mempertanyakannya. Kau cukup pintar untuk mengerti itu bukan?"
"..."
Apa ini? Hatiku rasanya sangat sakit, dari semua perlakuannya terhadap ku, bahkan inilah yang paling menyakitkan. Aku ingin menangis tapi aku menahannya, karena aku tau orang ini akan sangat kesal kalau aku menangis disini sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Lisa Z
tobat El,jangan jatuh cinta Sm psycho
2022-02-28
1
Janah Husna Ugy
sampai bab ini masih mengerihkan,,
2021-12-30
1
🌸💫Dhaniatree🔥🌻
wah.. kebunnya subur gr2 pupuk alami noh
2021-12-04
1