Yohan meletakkanku di atas ranjang yang empuk, entah sudah berapa lama aku tak berbaring senyaman ini. Nampaknya ini kamar nya, ruangan ini tak terlalu besar namun rapi, semua nya tertata. Meja belajar yang berada disudut dengan sebuah komputer di atasnya, lemari pakaian dan tangga kecil di ujung, mungkin untuk naik keloteng diatas itu.
Aku masih merasa lemas dan pusing, hingga rasanya aku tak punya tenaga walau hanya untuk bicara. Kulihat Yohan kini tengah sibuk memeras sebuah handuk kecil lalu ditempel kan nya di dahiku, dia juga menyuruhku minum obat yang telah ia siapkan.
Terkadang aku merasa aneh, sedikit-sedikit ia bisa baik padaku, tapi ia juga terkadang tak segan-segan menyakitiku, apa yang ada di pikiran nya itu, sejujur nya aku ingin sekali terbebas dari rumah ini dan melanjutkan kehidupanku, walaupun kuakui hidupku tak menyenangkan, tapi setidaknya itu 10, tidak 100 kali lebih baik daripada di sekap disini. Aku tertidur sebentar karena efek dari obat yang di berikan Yohan membuatku mengantuk, dan setelah bangun, tubuhku rasa nya sedikit membaik, kepalaku juga lebih ringan.
"Akhir nya kau bangun El,"
Yohan berdiri di depanku dengan kedua tangan terlipat dan tatapannya yang selalu membuatku merinding. Apa dia mengawasi ku seperti ini sedari tadi?
"Cepat habiskan makanan mu!"
Ah, aku melihat semangkuk bubur hangat ada di meja yang tepat berada di sampingku.
"Tenang saja, kau bebas makan dengan kedua tangan mu,"
Memang benar kata nya, sekarang aku bisa makan dengan normal menggunakan tanganku, itu pun karena ikatan ditanganku di lepaskan saat ini. Yohan merogoh sesuatu dari kantong celana nya dan mengeluarkan sebuah ponsel yang tak asing bagiku. Tentu saja, itu adalab ponselku.
"Ponsel ini berisik sekali, tapi seperti nya kau ini tidak punya banyak teman ya. Karena yang menghubungimu hanya ada satu,"
Aku yakin itu adalah kak Rui, tidak mungkin itu Leo atau pun orang tuanya, karena aku sudah lama mengganti nomorku.
"Aku terpaksa membaca pesan-pesanmu, maaf ya." ujarnya sambil terkekeh.
"B-bisakah aku melihat ponselku?" Aku memberanikan diriku untuk meminta ponselku kepada Yohan walaupun fakta nya aku takut setengah mati.
"Oh, kau mau ponselmu?"
Yohan memasang ekpresi berpikir dan seakan kebingungan, lalu ia menatapku dan tertawa.
"Hahahaha, kau mau membalas pesan dari temanmu ya?"
Aku menggelengkan kepala ku. "Tidak tidak, aku hanya ingin melihat pesannya saja,"
"Apa kau pikir aku ini bodoh?" ujarnya dengan tatapan yang mengerikan.
Dia sangat mengerikan, aku takut menatap mata nya.
"Baiklah baiklah, karena kau ingin tau isi pesannya, aku akan memberitahu nya. Temanmu si Rui ini bertanya apa yang terjadi padamu, kamu dimana dan bla bla bla, lalu ia juga bilang bahwa minggu depan adalah harinya di lantik menjadi polisi," jelas Yohan sambil mondar mandir.
Ah, akhirnya kak Rui berhasil menjadi seorang polisi sekarang. Alangkah baiknya kalau aku bisa menemukan cara untuk menghubunginya dan meminta pertolongannya, bukan?
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Pertanyaan Yohan membuatku tersadar dari pikiranku. Ekspresi datarnya menatap wajahku dengan tatapan yang dingin.
"Kau tidak berpikir untuk mencari cara kabur dari sini dan menemui temanmu yang polisi itu kan?"
"..."
"Rui... Rui, oh aku ingat anak itu. Anak sok keren dan sok polos itu, dari dulu aku sangat ingin memukul wajahnya,"
"Kak Rui bukan lah orang yang seperti itu,"
Aku jadi tak sadar mengatakan hal itu, karena walau bagaimana pun kak Rui tetap orang yang berharga untukku. Dan berkat kebodohanku itu kini mata Yohan sedang menatapku dengan tajam.
"Apa itu pacarmu El?"
Apa? Tentu saja bukan. Belum sempat aku menjawab, tangannya yang besar kini telah mencengkram rahang pipiku dengan sangat kuat.
"Kupikir kau hanya mencintaiku, tapi ternyata kau ada laki-laki lain, ya?"
Tidak, itu tidak mungkin. Aku hanya menyukai Yohan dan kak Rui itu, dia hanya kuanggap sebagai kakakku saja. Tapi aku tak bisa menjelaskan kepada Yohan karena cengkraman nya di pipiku, jangankan berbicara, bergerak pun aku tak bisa.
"Dengarkan aku Eleeya, aku sangat tak suka di beri harapan palsu,"
Aku tak bisa menjelaskan bagaimana raut wajah Yohan pada saat itu, sangat menakutkan. Dia mengambil semangkuk bubur yang dihidangkannya untuk aku makan tadi dan menumpahkannya dimulut dan mukaku, aku gelagapan karena mukaku seluruh nya penuh dengan bubur itu, beruntungnya suhu bubur itu tak sehangat tadi. Bubur nya sampai masuk ke hidungku, air mataku keluar dengan sendiri nya. Aku hanya bisa diam, karena aku tau kalau melawan sama dengan mati. Setelah melakukan itu, dia menatapku dan hal mengejutkan kembali terjadi. Yohan mendongakkan daguku lalu ******* bibirku.
Dia menciumku? Bahkan dengan keadaanku yang begini? Apa yang dipikirkan Yohan? Bagaimana pun, ini tidak masuk akal, bahkan anak kampus yang cupu sekalipun mungkin tidak sudi untuk dekat denganku, tapi Yohan... Dia bahkan bukan hanya mendekatiku, tapi mencium bibirku, dan ini sudah kedua kalinya.
"Ketika kau mengucapkan kalimat bahwa kau cinta padaku, maka pada saat itu kau adalah milik ku!"
Aku hanya terdiam menatap Yohan yang menyeringai kepadaku.
"Karena kau sudah makan buburnya, sekarang kau harus kembali ke bawah,"
Apa? Aku bahkan belum memakan nya sama sekali. Aku memang agak senang karena dia menciumku, tapi permasalahannya sekarang adalah aku tak suka berada di bawah sana.
"Kumohon, aku tak mau ke bawah lagi, disana gelap dan pengap. Kumohon jangan bawa aku kesana,"
"Itu gudang, jadi wajar kalau gelap ataupun pengap."
"Kumohon," Aku sungguh-sungguh memohon pada Yohan, karena aku benar-benar tersiksa ketika berada di gudang yang sesak itu. Yohan menggosok-gosok tekuk leher belakangnya dengan ekspresi bingung. Aku pikir dia bakal marah lagi karena aku berani meminta sesuatu pada nya, tapi ternyata tidak.
"Oke oke, kau tidak akan kembali kesana, tidurlah di sebelah,"
"Sungguh?" Aku tersenyum girang, karena merasa sedikit lega, saking senang nya aku lupa bahwa wajahku sangat berantakan, apalagi bubur masih berada dimana-mana. Yohan terlihat mengernyitkan dahinya melihat ku, wajah nya memerah. Oh tidak, apakah dia akan marah lagi kepadaku.
"Pergilah, sebelum aku berubah pikiran, aku lelah dan aku ingin tidur,"
Ah, dia tidak marah padaku. Untung lah, aku pun segera pergi dari sana. Dengan modal tanganku, aku menggerakan tubuhku merangkak menuju kamar tamu yang bersebelahan dengan kamar Yohan. Ketika aku sudah berada di depan pintu kamar tamu, aku melihat ke arah depan, itu adalah pintu masuk utama yang mana bila aku membuka dan keluar, aku bisa bebas dari sini, diluar sana pasti ada banyak orang kan, aku bisa selamat karena orang-orang di luar sana akan membantuku dan memanggil polisi. Tapi jarak nya agak jauh, aku harus mengerahkan seluruh tenagaku untuk bisa mencapai sana. Aku menelan air liurku memikirkan hal itu, sampai-sampai keringatku menetes sangat banyak.
"Apa yang sedang kau pikirkan El?"
Tiba-tiba Yohan sudah berada di belakangku, aku tersentak dan tak berani menatap kebelakang.
"Sudah terlambat."
Jantungku berdegup kencang, aku tak menyangka dia akan mengawasiku, kupikir dia sedang tertidur sekarang.
"Seperti nya kau ingin sekali keluar ya?"
"..."
"Baiklah, ayo kita bermain. Aku akan membuat pembatas, kau sudah lihat kan pintu keluar itu. Satu meter dari pintu itu adalah pembatas nya, bila kau menjadi anak baik dan tak pernah bergerak melewati pembatas itu, kau akan ku bawa keluar seperti yang kau inginkan,"
"Lalu, bila aku melewati nya?"
Yohan mengeluarkan pisau kecil dan mengacungkan nya ke perutku, hingga aku gemetar.
"Aku akan merobek perutmu yang kecil dan halus ini, perlahan tapi pasti."
Suara nya sangat lembut bila didengar dengan jarak sedekat ini, tapi itu membuatku tak berhenti bergetar.
"Nah, semoga berhasil El,"
Yohan berdiri, lalu berjalan sambil sesekali bersiul menuju kamar nya kembali, meninggalkan aku sendiri dengan kondisi yang tak bisa di jelaskan dengan kata-kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Lisa Z
ngeri banget sih Yohan. yakin, pasti korban nya udah banyak
2022-02-28
1
NanLexa
Yohan psikopatttt
2022-02-18
1
🌸💫Dhaniatree🔥🌻
kayaknya sama kyk eleya, korban kekerasan jg nih
2021-12-04
1