Aku terdiam seraya menatap wajah Yohan yang tersenyum kepadaku, darah Rosie yang menyebar kemana-mana hingga membuat wanita itu tergeletak di lantai dingin itu.
Yohan mendekat kearahku dan memindahkan kayu balok yang menimpa kakiku akibat perbuatan Rosie tadi.
"Ayo, kita keluar dari sini!"
Aku hanya mengangguk dengan tubuh yang gemetar. Aku sudah mengetahui kalau dia sakit jiwa, malah aku sering mendapat berbagai penyiksaan dari nya, lalu pembunuhan seperti ini, aku pun juga pernah melihat ia melakukan ini sebelum nya. Tapi mengapa aku masih saja takut dan gemetar.
Aku keluar dari lemari itu dan mengikuti Yohan untuk keluar dari ruangan ini. Namun, Yohan tiba-tiba saja berhenti dan melihat ke arah mayat Rosie. Aku pun ikut berhenti dan terlihat Yohan menyeringai. Kulirik Rosie yang tergeletak, dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati ia masih bergerak.
Di-dia masih hidup?
"Lihat ini, ada yang masih hidup!" ujar Yohan sambil terkekeh.
Kulihat Rosie tengah berjuang sekuat tenaga nya untuk bergerak, walau itu hanya sia-sia. Kenapa dia tak pura-pura mati saja, dasar wanita bodoh, itu lah pikiran ku terhadapnya. Yohan berjalan kesudut ruangan lalu mengambil sebuah tongkat baseball yang tak terpakai, ia memberikan tongkat itu kepadaku. Aku yang tak tau mengapa ia memberikan itu padaku hanya bisa bengong memandang tongkat itu.
"Ambil ini!"
Tanpa pikir panjang, aku pun segera mengambil tongkat itu dari genggaman nya, walaupun aku tak tau apa yang harus kulakukan dengan tongkat ini.
"Sekarang kau pukul dia sampai dia benar-benar tak bergerak!"
"Apa?"
Aku membulatkan mataku mendengar ucapan Yohan. Dia sudah gila! Bagaimana bisa aku melakukan hal keji seperti itu.
"Kenapa? Bukankah permainannya seperti itu? Yang ketahuan duluan akan mati,"
"T-tapi kenapa harus aku yang melakukan nya?"
"Ah iya, kenapa ya?"
Yohan menatapku sambil melipat tangannya, lalu ia pun tersenyum. Aku merasa ada sesuatu yang tak enak di balik senyumannya itu.
"Kalau kau tak melakukan nya, maka yang mati adalah kau!" jawabnya sembari menyeringai lebar. [ini si Yohan udah dalam mode psikopat ya]
Aku tersentak mendengar nya. Aku tidak bisa melakukan hal gila ini, tapi disisi lain nyawaku yang menjadi taruhannya.
"Nah, bagaimana?"
"A-Akan kulakukan, aku akan melakukannya!"
Aku mengangkat tongkat itu ke atas pelan-pelan dengan tubuh yang tak berhenti bergetar. Terlihat Yohan sedang menungguku memukul Rosie dengan raut wajahnya yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Aku menutup kedua mataku, nafasku rasanya sesak. Lalu aku merasakan seseorang memegang kedua tanganku dari belakang. Kubelokan pandanganku. Yohan kini berada di belakangku seolah mengajarkanku untuk bermain baseball.
"Tenang saja, akan kuajarkan kau bagaimana caranya,"
Air mataku mengalir karena perasaan takut yang bercampur aduk. Aku tak bisa melakukan ini, tapi aku tak bisa berkata seperti itu padanya. Dengan terpaksa, aku mengikuti apa yang menjadi kehendak Yohan. Ia mengangkat tanganku yang memegang tongkat itu, lalu dengan kecepatan dan kekuatan yang sama, tongkat yang kupegang itu menghamtam kepala Rosie dan membuat darah nya keluar dari sela mata dan telinganya. Aku ingin muntah, respon tubuhku masih belum berubah, malah getarannya lebih hebat daripada sebelumnya. Kulihat kini Rosie sama sekali tak bergerak, mungkin kini dia benar-benar sudah mati.
"Nah, sekarang giliranmu sendirian!"
Aku menghadapkan wajahku ke arah Yohan. Apa maksudnya dengan giliranku sendirian? Apa dia bermaksud aku harus memukulnya lagi?
"Apa yang-"
"Pukul sekali lagi! Pastikan dia benar-benar mati, El."
"T-Tapi kan dia sudah tak bergerak lagi!"
"Kau tidak mau?"
Aku menelan salivaku dan kembali menutup kedua mataku. Air mata masih terjatuh, jantungku berpacu dengan cepat, saat itu aku berpikir bahwa akan sangat bagus bila aku terkena spot jantung dan langsung mati saja, tapi hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Saat ini nyawaku sedang di permainkan oleh pria yang ada di hadapanku ini. Dengan sangat terpaksa aku menghamtam kepala Rosie sekali lagi, kini tanpa bantuan nya. Aku tak berani membuka mataku untuk melihat keadaan Rosie yang malang. Yang kudengar hanya kekehan Yohan yang terdengar puas dengan apa yang kulakukan.
"Wah, kau menghancurkan kepalanya, El."
Aku membuka mataku pelan-pelan, dan perutku membludak melihat mayat Rosie dengan kepala yang hancur. Aku ingin segera mengeluarkan isi perutku.
"Baiklah, ayo kita keluar! Aku harus mandi dan kau juga, kita ini penuh darah."
Yohan seakan biasa saja, seperti seseorang yang baru saja berolahraga lalu mandi karena penuh keringat. Hanya aku disini yang merasa akan menjadi gila. Air mata, keringat, darah, semua memenuhi tubuhku.
Setelah hal mengerikan tadi, Yohan menyuruhku membersihkan diriku dan memasak sesuatu untuk nya. Dia juga menyuruhku untuk makan bersama nya. Tubuh ku sudah tak lagi bergetar setelah mandi, hingga Yohan berkata, "Bagaimana pembunuhan pertamamu?"
Aku yang ingin menyendokan makanan kemulutku langsung terhenti dan menatap wajahnya dengan takut. "Pe-pembunuhanku?"
"Iya,"
"Tapi, aku tidak membunuh siapa pun!"
"Pft, apa yang kau katakan? Kau membunuh wanita ****** itu."
Aku yang melihat Yohan terkekeh di hadapanku. Saat itu aku benar-benar depresi. Aku tidak membunuhnya, yang membunuhnya itu adalah Yohan, bukan aku. Aku mana mungkin berani membunuh seseorang.
"Kenapa? Bukankah itu hal yang bagus?"
"..."
"Aku melihat kejadian itu. Kau dirundung habis-habisan saat itu. Kenapa kau tak melawan?"
"Hah?"
Aku yang tadinya membatu akibat memikirkan hal bunuh membunuh itu, kini memandang Yohan kembali dengan pemikiran yang lain. Apa yang dikeluarkan dari mulutnya itu memang sangat tak bisa di prediksi, tak lama tadi dia mengeluarkan kotoran dari mulutnya, dan baru saja dia mengeluarkan kata-kata yang normal. Sejujurnya dia benar, mengapa aku tak bisa melawan pada saat itu, jawaban nya hanya satu yaitu, "Aku takut!"
"Kau takut? Apa yang kau takutkan?"
"..."
Aku menundukan pandanganku, aku pun sejujurnya bingung, apa yang aku takutkan? Kurasa Yohan sedang menatapku sekarang, mungkin ia berpikir bahwa aku benar-benar wanita yang aneh.
"Nah, sekarang apa kau masih takut?"
"...Maaf?"
Aku mendongakkan kepalaku dan menatap Yohan yang sedang memakan makanannya dengan sangat lahap.
"Kau sekarang punya aku, jadi tak ada lagi yang harus kau takutkan, aku akan membantumu. Bahkan bila kau membunuh seseorang sekalipun."
Aku tersentak, kali ini aku tercengang bukan karena perbuatan kriminal nya namun karena sisi nya yang selalu membuatku gugup dan malu. Jantungku berdegup kencang, bukan karena aku takut padanya melainkan karena perkataan lembutnya. Bahkan kak Rui, temanku satu-satunya itu tak pernah berkata seperti itu kepadaku.
"Apa aku pantas untuk hal itu?"
Yohan menganggukan kepalanya dan tersenyum. Ah, inilah Yohan yang membuatku jatuh cinta. Sisi nya yang seperti ini sungguh aku rindukan.
"Aku ingin mendengar ceritamu lebih banyak,"
"..."
"Apa kau mau tidur bersamaku malam ini dan menceritakan semua tentang dirimu?"
Kali ini aku membulatkan mataku dan menatap wajahnya dengan berkaca-kaca. Entah ini mimpi atau bukan, tapi aku sungguh menyukainya. Sesaat aku melupakan kejadian mengerikan yang kualami tadi. Aku langsung menganggukan kepalaku dengan pipiku yang bersemu merah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
🌸💫Dhaniatree🔥🌻
kl dah cinta, bodoh udah... emang lbh baik dicintai drpd mencintai tp gmn lagi cinta jg butuh timbal balik.. ye kaaann
2021-12-04
1
AlongPee
seru thor 👍👍
2021-11-12
0
Cucu Suliani
🤗🤗🤗🤗
2021-10-21
0