Pak Bejo meneteskan airmata mendengar perkataan Niar. Kata-kata itu mampu melukai hatinya sebagai imam keluarga, karna sebagai pemimpin keluarga ia telah gagal membimbing makmumnya. Hingga ketidak adilan terus saja menimpa Niar.
"Maafkan Bapak, Nak. Maafkan, Bapak." Berulang kali pak Bejo meminta maaf kepada Niar, merengkuh tubuh putrinya yang rapuh dan bergetar karna menangis.
"Sebenci itukah ibu padaku, Pak. Apa ini salah Niar yang hadir di keluarga ini?" Tangisan Niar terdengar pilu, menyesakkan dada.
Nesva diam saja melihat bapak dan adiknya saling berpelukan dengan isak tangis. Namun kedua sudut matanya ikut menggenang airmata. Entah karna rasa bersalah atau karna terbawa suasana saja.
Sedangkan Sumiati melengos ke arah lain tanpa mau memandang pak Bejo dan Niar. Hati Sumiati telah mengeras seperti batu, hingga mata hatinya selalu tertutup dengan kebencian.
Selama ini kebaktian Niar tetap di anggap angin lalu, tanpa sedikitpun di pandangannya. Bahkan ibu kejam itu seolah bahagia melihat kesedihan dan kesakitan yang selalu di alami Niar.
"Ibu gak mau tau, kita harus cari jalan keluar agar rumah ini tidak di sita!" ujar Sumiati. Wanita itu sama sekali tidak merasa bersalah telah menyakiti Niar dengan ujaran kebenciannya tadi. Padahal kalimat yang di ucapkannya mampu menghancurkan hati Niar hingga melebur tiada sisa. Niar masih terisak pilu, namun Sumiati tidak perduli.
"Ibu tidak malu berbicara seperti itu? Hutang itu untuk kepentingan Ibu dan Nesva, harusnya kalian yang lebih bertanggung jawab!" sentak pak Bejo. Pria paruh baya itu melepas rengkuhannya pada Niar dan beralih menatap nyalang pada Sumiati.
"Di sini Bapak sebagai kepala keluarga, apa yang terjadi dengan anak dan istrimu harus ikut bertanggung jawab!"
"Di saat seperti ini Ibu menganggap Bapak sebagai kepala keluarga, sebelumnya pernahkah Ibu mendengarkan perkataanku? Pernahkah Ibu menghargai keputusanku? Tanyakan pada putri sulungmu, bisakah dia membantu kita di saat kesulitan seperti ini? Padahal dia juga menggunakan uang itu!" Pak Bejo beralih menatap Nesva.
"Kebutuhan Nesva juga banyak, Pak. Tapi Nesva gak lupa buat sisihkan gaji bulanan buat Ibu. Jadi Bapak jangan salahin Nesva," jawabnya.
"Berapa gaji yang kamu sisihkan? Gajimu besar, harusnya bisa meringankan beban keluarga, tapi pengeluaranmu tidak terkendali, sampai kamu merengek pada ibumu untuk berhutang pada rentenir," sahut pak Bejo.
"Jangan salahkan Nesva! Bekerja di kantor besar, menuntut Nesva selalu tampil cantik, Pak. Dan cantik itu butuh modal, jadi Ibu upayakan apapun agar Nesva tampil sempurna. Itu juga bisa menunjang karirnya biar naik jabatan." Kesalahan dan keburukan Nesva tetap di bela Sumiati. Putri sulungnya tetap menjadi yang utama.
"Kalian saja yang tidak bersyukur. Walaupun Nesva di tuntut tampil cantik, tapi tidak harus melakukan operasi plastik! Cantik itu relatif dari hatinya, bukan sekedar penampilannya saja," sanggah pak Bejo.
"Pak-pak, udah. Percuma kita bertengkar membahas yang sudah terjadi. Saat ini lebih penting memikirkan jalan keluar agar rumah ini tidak di sita pihak rentenir," lerai Niar. Gadis itu lebih tenang dan telah berhenti menangis.
Pak Bejo mengatur napas, berusaha meredam emosi yang masih menguasai diri. Memang benar yang di katakan Niar, tidak ada guna membahas hal yang sudah terjadi, tidak akan menyelesaikan masalah. Saat ini yang terpenting mencari solusi untuk melunasi semua hutang.
Pak Bejo kembali duduk dengan memijat pelipisnya.
"Pak, mungkin uang tabungan Niar hanya ada lima juta, dengan gaji Niar bulan ini tiga juta dan terkumpul delapan juta. Sedangkan sisa hutangnya masih kurang banyak," ucap Niar.
"Kamu lagi yang harus di repotkan, Nak. Uang tabungan untuk masa depanmu harus terpakai untuk melunasi hutang," jawab pak Bejo tak enak hati.
"Gak apa Pak, Niar ikhlas. Keadaannya memang mendesak."
"Gajiku bulan ini cuma lima juta," sahut Nesva. "Aku gak bisa usahain lebih dari itu," imbuhnya.
"Bahkan untuk melunasi bunganya saja masih kurang banyak," ujap pak Bejo. "Bapak gak tau sisanya harus mencari kemana. Uang sebanyak itu dan hanya di beri tenggang waktu dua hari. Kalau kita tidak bisa mencari sisanya, bersiap saja kita tidur di kolong jembatan!" pak Bejo nampak frustasi. Wajah tuanya semakin mengerut dan pucat pasi.
"Niar, kamu bekerja dengan orang kaya, coba kamu pinjam sama majikanmu, siapa tau dia mau pinjamin kamu uang," ujar Sumiati.
"Majikanku memang kaya, Bu. Tapi gak mungkin Niar pinjam uang sebanyak itu. Gaji Niar hanya 3juta dalam satu bulan, mau sampai kapan kita melunasi hutang itu? Tuan Yusha juga tidak mungkin memberiku pinjaman, kecuali ...," ucapan Niar menggantung di udara. Ia terdiam sejenak dengan raut wajah tegang.
"Kecuali apa?" tanya Sumiati. Niar belum juga menjawab. Hingga Sumiati mengeraskan suaranya. "Kecuali apa, Niar! Katakan!" desaknya.
"Ke–kecuali Niar mau menjadi istri keduanya," jawab Niar dengan pandangan kosong. Hal yang paling ia takutkan dan berusaha untuk dihindari kini menjadi salah satu jalan keluar.
"Apa ...!" Pak Bejo dan Sumiati berteriak bersamaan. Mereka berdua terkejut mendengar perkataan Niar. Tak terkecuali juga dengan Nesva, namun perempuan itu hanya melebarkan bola matanya menatap Niar.
"Gak Nak, itu bukan jalan keluar. Kamu tidak harus menjadi istri kedua dari majikanmu sendiri. Tidak! Bapak tidak setuju." Pak Bejo menolak tegas. Ia tidak mungkin merelakan Niar menjadi istri kedua dari tuanya.
"Niar juga menolaknya, Pak! Niar juga gak mau menjadi istri kedua yang hanya di sewa rahimnya untuk mengandung anak tuan Yusha. Niar gak mau! Tapi saat ini gak ada pilihan. Hanya itu jalan keluarnya." Airmata Niar yang tadinya surut kini membanjiri pipi mulus itu lagi. Niar menunduk dalam kegetiran jalan takdirnya. Ia ingin menghindari pernikahan itu, tapi keadaan yang seolah mendukung terlaksananya rencana Sheli.
"Kamu tidak perlu mengorbankan dirimu, Nak. Masalah ini ada bukan karna kesalahanmu, kamu tidak boleh terlibat pernikahan yang hanya akan menyakiti dirimu. Pasti akan ada jalan lain," ujar pak Bejo dengan penolaknya.
"Jalan lain mana yang Bapak maksut? Apa kita bisa mengumpulkan uang seratus dua puluh lima juta itu dalam waktu dua hari? Baguskan kalau ada jalan keluarnya, Niar menjadi istri kedua majikannya," sahut Sumiati.
"Bu ... !!!" pak Bejo berteriak geram ingin menghentikan kegilaan istrinya. Bagaimana bisa Sumiati menyetujui begitu saja.
"Bu, mengorbankan Niar menjadi istri kedua bukanlah jalan keluar terbaik. Pernikahan itu akan menyakiti Niar. Apalagi pernikahan yang terjadi bukan karna perasaan cinta, pernikahan yang hanya saling menguntungkan satu sama lain. Apa Ibu tega mengorbankan Niar untung menanggung masalah ini sendirian? Bapak gak akan setuju, lebih baik kita kehilangan rumah daripada putriku menjadi istri kedua!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sweet Girl
anak kesayangan mu tu
.. suruh utang ke perusahaan.
2023-08-02
0
Sweet Girl
ngapain juga Niesva pakek oplas segala ya...
musibah Aris dapat Niesva.
2023-08-02
0
Sumi Sumi
aku pingin teriyak maki bu Sumiyati dengn gampang nya. bikin ehhhhhh kesel az
2021-10-09
0