"Oh si dungu pulang juga. Kukira kamu lupa rumah. Rumah ini terlalu nyaman tanpa kamu," ucap Sumiati menyambut ke datangan Niar di depan pintu. Alih-alih menjawab salam, ibu paruh itu bersedekap dada dan mencibir anak keduanya.
Niar mengusungkan tangan di depan Sumiati, berniat menyalimi tangan ibunya. Tapi segera di tampik seolah merasa jijik.
"Bu, aku pergi selama satu bulan, tidakkah Ibu merindukan anakmu ini?" ucap Niar mencoba sabar dengan sikap ibunya.
"Mau satu bulan, satu tahun, bahkan seumur hidup, Ibu gak perduli. Bahkan tanpa kamu rumah ini tetap nyaman. Hanya saja gak ada pembantu gratis." ucap Sumiati ketus.
"Astagfirullah hal'adzim, Bu ... Bisakah Ibu sedikit baik dengan Niar. Niar sangat merindukan Ibu. Jangan sambut kepulanganku dengan makian Ibu." kedua sudut mata Niar mulai menggenang airmata. Bagai menelan kepahitan, rindu yang ditahan selama satu bulan tak membuatnya mendapat perlakukan baik. Bahkan kaki itu belum memasuki rumah, tapi telah dihadang makian pedas dari sang ibu.
"Gak ada yang ngarepin kepulangan kamu! Raib dari dunia gak ada yang nangisin kamu, selain bapak kamu!"
"Bu, Niar bawain oleh-oleh buat Ibu, bapak sama Kak Nesva," Niar mengabaikan makian pedas dari Sumiati. Terlalu sering mendengar ungkapan kebencian dari ibunya membuat Niar menganggap itu sebagai rasa sayangnya Sumiati untuk dirinya. Mengharapkan lebih pun hanya ada dalam do'a dan mimpi, nyatanya selama 18tahun ia tumbuh tanpa sekalipun merasakan kasih sayang dari Sumiati. Entah benang merah apa yang membuat sang ibu sangat membencinya. Sempat terbesit memikirkan bahwa ia bukanlah anak kandung, karna perlakukan Sumiati tidak mencerminkan seorang ibu kandung. Namun pertanyaan itu di sanggah kuat oleh pak Bejo yang mengatakan seratus persen ia adalah anak kandungnya. Lalu alasan apa Sumiati membenci kehadirannya masih belum terkuak. Sampai saat ini gadis berumur 18tahun itu belum menemukan sebabnya.
Sumiati menyahut paper bag yang ada ditangan Niar, lalu berbalik ingin masuk. Tapi sedetik kemudian ia berbalik lagi. "Kamu bekerja sudah satu bulan, pasti sudah di gaji. Mana ... " Sumiati menyodorkan tangan di depan Niar.
Niar membuka tas slempang kecil, lalu mengambil dompet, belum sempat membuka dompet tapi sudah direbut oleh ibunya. "Bu, jangan di ambil semua, sisain buat bayar ongkos kembali ke kota," pinta Niar.
"Iya-iya Ibu sisain seratus ribu buat ongkos," jawab Sumiati sambil menahan senyum. Jumlah gaji Niar kali ini lumayan banyak, dengan uang itu ia bisa membeli barang yang sudah di incarnya dari beberapa hari lalu.
Niar hanya mampu menghembuskan napas panjang, beruntung ia telah memisahkan uang yang di simpan. Jika tidak, semua akan ludes di ambil ibunya.
"Mentang-mentang pulang jangan enak-enakan terus lupa kerjaan rumah. Ibu tadi belum sempet nyuci baju sama masak. Kamu masak buat makan malam, sama kerjain semuanya. Ibu mau ke rumah bude Nur dulu," ujarnya dengan ketus. Setelah itu berlalu masuk ke dalam kamar untuk bersiap.
Niar melepas sendal dan menaruhnya di rak. Setelah itu masuk dan pergi ke kamarnya sebentar, gadis itu rindu dengan kamarnya yang satu bulan tidak ia tempati. Meski kamar itu sempit dan usang, namun di sanalah ia bisa bermimpi dengan indah.
Tabungan dari botol bekas masih rajin ia sisipkan. Jika sewaktu-waktu ada kebutuhan mendadak, seperti sakit atau kebutuhan mendesak lainnya ia bisa menggunakan uang tabungan itu.
Sore hari Niar membersihkan halaman rumah, tepat saat itu ibu Tini dan Aris baru pulang bepergian. Ibu Tini mengetahui kepulangan Niar segera menghampiri gadis itu. "Niar ... ya ampun, Ibu kangen banget sama kamu," ucapnya.
"Bu Tini, Niar juga kangen sama Ibu." Keduanya berpelukan sebentar untuk melepas rindu. Sumiati yang notabene ibu kandung tidak pernah memeluknya, sedangkan ibu Tini yang hanya sebagai tetangga begitu peduli dan menyayanginya. Andai saja ia bisa dekat dengan Aris, mungkin hubungan mereka bisa lebih dekat. Ia bisa merasakan pelukan dan kebaikan ibu Tini sebagai pengganti ibu kandungnya.
"Kapan kamu pulang? Gak ada kamu, Ibu kesepian Nak."
"Tadi pagi, Bu. Niar hanya di kasih ijin sehari semalam, besok pagi harus berangkat lagi," jawab Niar.
"Kalau kamu kerja di tempat laundry kita masih sering bertemu," ujar bu Tini dengan sedih.
"Iya Bu, tapi Niar pengen cari kerja dengan gaji yang lumayan biar bisa bantu lunasi hutang bapak. Oh ya Bu, Niar mau nyicil hutang. Masih ada sedikit gak apa ya, Bu. Bulan depan kalau Niar terima gaji lagi, insya Allah, Niar lunasi semuanya."
"Niar, kalau memang belum ada gak apa. Ibu masih ada pegangan kok."
"Uangnya memang sudah aku siapin kok, Bu." Niar mengambil uang yang di simpan di saku, lalu memberikan uang itu pada bu Tini.
"Makasih ya, Bu. Maaf kalau keluarga Niar sering ngerepotin Ibu," ucap Niar.
"Sama-sama Nak, lagian sebentar lagi hubungan kita semakin dekat. 2bulan lagi rencananya Aris mau ngelamar Nesva," kata bu Tini memberitahu.
"Aira .... " Aris muncul di belakang ibu Tini, setelah tadi memarkirkan mobil ke carport samping rumah.
"Kak Aris." Sejenak Niar menatap pemuda itu. Pemuda yang sangat ia rindukan dalam diam, senang sekaligus sedih bisa bertemu dengan Aris. Ia menyembunyikan luka saat bu Tini memberitahukan hubungan Aris dengan Nesva akan berlanjut ke jenjang lebih serius. Terluka namun tak berdarah, mendengar pemuda itu akan melamar kakaknya. Yang artinya ia tak memiliki harapan lagi. Semakin nyata jarak hubungan mereka hanya sebatas ipar.
"Satu bulan gak liat kamu, kamu berubah ya. Aku sampek pangling, hampir gak ngenalin kamu," ucap Aris.
"Aku sama aja, Kak," balas Niar.
"Wajahmu lebih fress. Kamu juga gemukan dikit,"
"Masak sih, Kak? Aku ngerasanya masih kayak biasanya. Tapi di tempat kerja yang baru lumayan legang sih, gak begitu ke porsir tenagaku. Agak santai, lah."
"Baguslah kalau kamu kerasan di tempat kerjamu. Walau kamu kerjanya enak, tapi harus tetep hati-hati. Kamu kerja di kota, pasti suasananya beda sama di kampung. Jangan pergi jauh, atau pergi ke tempat yang gak kamu tau. Di kota gak semua orang peduli dengan keadaan sekitar, kamu harus bisa menjaga dirimu dengan baik," pesan Aris.
"Iya Kak, aku bakal inget ucapan Kakak. Makasih sudah peduli dengan ngasih nasehat," balas Niar dengan tersenyum.
"Aku peduli ingetin kamu karna sebentar lagi kamu bakal jadi adik iparku."
Deg ...
Perkataan Aris mematahkan senyum mengembang dari bibir ranum itu. Kini perlahan senyum Niar memudar, sama halnya kebahagiaan yang dirasakan beberapa detik lalu harus di buangnya jauh. Ia di paksa kembali pada kenyataan bahwa Aris adalah calon kakak iparnya. Kenyataan yang lebih menyakitkan daripada makian dari ibu dan kakaknya tempo lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sumi Sumi
nusuk bangt tuh ,, niar sabar ya kebahagian menyambut mu
2021-10-09
0
Nuranita
sakitx pasti perih bnget yaaa niar😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2021-08-30
0
Ati Cantik
memang sakit jiks kita mencintai tapi tidak di cintai aku juga perna merasakannya 😭
2021-08-27
0