Tok ... tok ...
"Tu–tuan ... Tuan .... " Meski ragu dan takut Niar memberanikan diri mengetuk pintu kamar Yusha.
Ceklek ...
"Apa sih? Berisik!" sentak Yusha membuka pintu.
"Maaf Tuan, saya dapet pesan dari nona Sheli untuk membangunkan anda." Lagi-lagi Niar menunduk, ia enggan melihat Yusha yang tampak kacau. Dari jarak setengah meter bisa mencium bau alkohol menyengat. Ia menahan mual karna bau itu.
"Sheli kemana?" tanya Yusha.
"Nona Sheli sudah pergi ke Korea. Nona Sheli juga minta maaf tidak sempat membangunkan anda, katanya takut telat," terang Niar.
Terdengar hembusan napas kasar, Yusha berbalik menuju kamar mandi tanpa menutup pintu kamar. Sejenak Niar terdiam, mempertimbangkan tindakan apa yang akan di lakukan. Menyiapkan pakaian tuannya atau kembali ke bawah mengerjakan pekerjaan lain. Tapi, bukankah Sheli tadi menyuruhnya menyiapkan kebutuhan Yusha.
Dengan sedikit ragu Niar memberanikan diri masuk ke kamar Yusha, tampak gelap karna gorden jendela belum di buka. Perempuan itu menyingkap gorden yang menjulang, hingga cahaya mentari dapat masuk ke dalam kamar.
Mata Niar menari ke kanan dan ke kiri, mencari lemari pakaian Yusha. Wanita itu membuka pintu bagian barat, namun mendapati ruangan kerja. Ia berjalan menuju pintu satunya, pintu dekat dengan kamar mandi dan ternyata benar itu ruang ganti dengan lemari besar berjajar sangat rapi.
Saat Niar membuka lemari dan mengambil pakaian, tiba-tiba pintu kembali terbuka menampilkan Yusha yang baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian vital.
Niar yang terkejut segera berbalik dan menutup mata rapat-rapat. Pengalaman pertama melihat pria hanya mengenakan handuk, sangat canggung dan membuat gugup.
Yusha tampak biasa saja, lelaki itu melangkah mendekati Niar. Bukan untuk hal lain, tapi tangan Yusha mengambil kemeja yang di pegang Niar.
Saat tubuh Yusha mendekat, jantung Niar berdegub kencang. Wangi maskulin menguar dan memenuhi indra penciuman. Niar tak bergeming dari tempatnya berdiri.
"Ngapain kamu diem aja? Mau ngintip saya ganti baju?"
Suara Yusha mengejutkan Niar. "E–enggak Tuan. Saya permisi," Niar memilih keluar dan kembali ke dapur.
Tepat pukul 07.20 menit, Yusha telah turun menuju meja makan. Di sana sudah ada Kelvin sekretaris Yusha.
"Selamat pagi, Tuan Yusha." Kelvin berdiri dan membungkuk sebentar, setelah Yusha duduk Kelvin mengikuti duduk.
"Kepalaku sedikit pusing, Vin. Semalam aku pulang larut," ucap Yusha memijat leher bagian belakang.
"Apa perlu membuat janji temu dengan dokter untuk memeriksa keadaan anda, Tuan?" tanya Kelvin.
Yusha menggeleng. Tepat saat itu Niar datang membawa dua gelas teh herbal yang di suguhkan di depan Yusha dan sekretarisnya.
Yusha dan Kelvin menikmati sarapan pagi yang sudah tersedia, tak lama keduanya langsung berangkat ke kantor.
Niar kembali membereskan meja makan, setelah itu baru sarapan dengan pembantu lainnya. Ia pun mencari informasi tentang rumah tangga majikannya tanpa mengatakan tawaran Sheli tadi pagi.
Ternyata selama 4 bulan Yusha dan Sheli menikah keduanya memang jarang bertemu. Mereka di sibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Pantas saja tidak ada keharmonisan yang terjalin.
••••••••••••••
Malam kedua tinggal di rumah Yusha membuat Niar kesepian. Malam ini Yusha pulang telat, tidak makan malam di rumah.
Di rumah sebesar itu hanya ada dia sendiri. "Sepi juga ya tinggal di rumah sebesar ini hanya sendirian. Bapak, Niar kangen pengen pulang. Walau niat awal pergi dari rumah untuk menghindari ibu dan kak Nesva, tapi gak ada mereka hidupku juga sepi," keluh Niar berbicara sendiri. Gadis itu tengah duduk di ruang tengah dengan layar televisi yang menyala. Tapi bukan menonton televisi, justru televisi yang menonton gadis itu.
Niar bersantai dengan menselonjorkan kaki di atas sofa panjang, mencari posisi enak sambil rebahan. Karna terlalu enak, sampai tak sadar sudah tertidur di atas sofa dengan televisi masih menyala.
Pukul sepuluh malam Yusha baru pulang, sepatu pantofel yang menggema tidak menggangu tidur Niar yang pulas.
Langkah Yusha terhenti di samping Niar, melihat gadis itu tertidur dengan jilbab instan yang berantakan menutupi sebagian wajah lelapnya.
Yusha terdiam sejenak melihat ke arah Niar, lalu mengumpat kesal. "Si al! Begitu aja punya gue udah bereaksi. Gara-gara lama gak ngerasain, cuma liat cewek tidur bisa bikin gue on!"
Brak ...
Yusha membanting tas kerja ke arah Niar, membangunkan gadis itu secara paksa. "Kalau mau tidur di kamar! jangan di sini! Nyalain televisi bukannya di tonton tapi nonton kamu! Di kira gak pakek bayar listrik!" sentak Yusha mengomel.
"Ma-maaf Tuan, saya ke tiduran." Niar menjawab gelagapan. Nyawa yang tadi berpencar di paksa berkumpul dengan kesadaran yang masih setengah.
"Dasar ceroboh!" Setelah mengatakan itu Yusha berlalu dari hadapan Niar.
"Tuan, tunggu!" cegah Niar. Yusha terpaksa berhenti. "Apa Tuan ingin makan? Biar saya hangatkan lagi," tawar Niar.
"Kamu siapkan saja. Saya mandi dulu."
Niar berjalan ke dapur dan kembali memanaskan makanan. Meski canggung tinggal berdua dengan Yusha tapi tak seburuk. bayangannya. Nyatanya tidak ada hal buruk yang terjadi.
Makanan sudah terhidang di atas meja, Niar masih menunggu Yusha turun untuk melayani pria itu. Dan tak lama pun Yusha sudah turun dengan wajah lebih fress. Rambut gondrongnya masih menitikan bulir-bulir air. Untuk sejenak tatapan Niar tak teralihkan, baru kali ini mengamati wajah Yusha yang ternyata sangat tampan.
"Ngapain kamu lihatnya begitu?"
Pertanyaan Yusha menyadarkan Niar, gadis itu menunduk malu, terciduk sedang menatap pria di depannya.
Yusha sendiri mengernyit heran dengan tingkah Niar yang malu-malu. Tapi tidak ambil pusing, ia segera duduk untuk menikmati makan malam yang terlambat.
Niar hampir berbalik dan akan meninggalkan meja makan, tapi di cegah oleh Yusha. "Kamu di sini saja temani saya makan," ucapnya.
"Hah?" Niar bingung, kenapa lelaki itu menyuruhnya tetap disana untuk menemani Yusha makan malam.
"Cih ... Saya tidak suka mengulang perkataan. Kamu pasti dengar yang aku katakan tadi." Yusha berkata datar.
Niar tetap berdiri di tempatnya tanpa berani bergerak.
Yusha melirik. "Kamu mau mematahkan kaki mu dengan berdiri di situ? Duduklah, banyak tempat duduk yang kosong, kamu tinggal pilih," ucap Yusha.
Akhirnya Niar memberanikan diri duduk di kursi paling ujung. Wanita itu meremas jemari tanpa melakukan apapun. Sebenarnya lebih suka menunggu di dapur atau tempat lainnya daripada melihat tatapan Yusha yang membuatnya gugup.
"Ini bukan masakan bi Mur. Apa kamu yang masak?"
"Iya Tuan. Tadi tangan bi Mur keram karna asam uratnya kambuh dan menyuruh saya untuk menggantikan memasak. Maaf kalau kurang enak."
"Gak. Saya malah suka. Besok pagi masakin tumis kangkung lagi, tapi di campur udang." pinta Yusha.
"Baik, Tuan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
khairi
ada aroma 🤔🤔🤔🤔💓💓💓
2021-11-02
0
Sumi Sumi
satu poin mulai ada bau bau yg terpesona nih
2021-10-09
0
Nuranita
wah udah request nih pengen tumis kangkung.....lama2 bisa request apa nih......
2021-08-30
0