Khanza membalikkan tubuhnya, ia melihat Rubby tengah melihat ke arahnya hingga tatapan mereka bertemu. Gadis itu menjadi salah tingkah karena Rubby terus memperhatikannya.
Rubby pun memalingkan wajahnya, ia merasa malu karena sudah terciduk. Perasaan itu kembali muncul, rasa ingin memiliki hadir di diri Rubby. Pria itu menggelengkan kepalanya, menepis perasaan yang ada di dalam otaknya.
Tidak bisa begini, akhirnya Rubby beranjak. Pria itu menghampiri Khanza.
"Tolong buatkan Kopi." Khanza mengangguk, buru-buru ia menyelesaikan cucian piringnya.
Sedangkan Rubby, pria itu pergi ke arah ruang tamu duduk santai di sana sambil menunggu kopi yang dibuat oleh Khanza.
Tak lama, Khanza datang membawa kopi di nampan, lalu meletakkan kopi itu di atas meja. Khanza pun ikut duduk di sofa itu. Kebetulan, tayangan yang ada di layar itu dalah film favoritnya.
Gadis itu meraih remote tv sedikit membesarkan volumenya, sedangkan Rubby, ia menyeruput kopi itu. Sungguh! Kopi buatan Khanza sangat nikmat, Jihan saja kalah. Pokoknya Khanza lebih unggul, Rubby mengakui itu dalam hati.
Ia melihat kearah Khanza, gadis itu sangat serius melihat layar televisi itu. Kenapa mereka menyukai film yang sama? Mungkin kebetulan, pikir Rubby.
Sedang asyik-asyiknya menontoh, lampu malah mati. Sontak membuat Khanza ketakutan. Gadis itu replek terlonjak kearah Rubby, Rubby pun terkejut mendapati tubuh Khanza tiba-tiba menindihnya. Hingga posisi gadis itu tepat berada di pangkuan Rubby.
"Tuan, aku takut," lirih Khanza. Gadis itu takut akan kegelapan, tak ada cahaya sedikit pun di ruangan itu.
"Tenanglah, ada saya di sini," kata Rubby. Padahal hatinya sudah tidak karuan, apa lagi gadis itu menindih tepat dibagian kepemilikannya.
Wangi dari rambut Khanza tercium oleh Rubby, pria itu mengendusnya. Ia suka dengan aroma tubuh gadis itu. Jarang mendapatkan belaian dari sang istri membuat Rubby tidak bisa menahan gejolak yang ada pada dirinya. Apa lagi Khanza itu daun muda, tentu pria seumur Rubby pasti tergedo.
"Tuan," panggil Khanza, gadis itu merasakan dekapan Rubby yang semakin erat, sampai Khanza merasa sedikit sesak. Gadis itu mencoba melepaskan diri dari tubuh Rubby, tapi sayang, Rubby tidak membiarkan itu terjadi. Pria itu terbawa suasana.
Khanza mulai ketakutan, hatinya dag dig dug tak menentu.
"Tuan ... Tolong lepaskan!" Khanza mencekal tangan Rubby dan mulai melepaskan tangannya dari pinggangnya. Sadar akan hal itu, Rubby pun melepaskan pegangannya.
"Apa yang aku lakukan?" Rubby benar-benar sedang diuji. Jauh dengan sang istri, eh ... Sekarang malah dekat dengan gadis sepolos Khanza. Karena lampu masih belum menyala, posisi mereka masih seperti itu, hanya saja Rubby tak memeluknya.
Gadis itu seperti anak kecil bak berada dalam pangkuan ibunya. Rubby merasa pegal menahan beban tubuh gadis itu, ia pun menurunkan secara perlahan.
"Tuan, aku takut. Tolong jangan jauh-jauh," pintanya pada Rubby.
"Tidak, saya masih di sini. Saya mencari handpone, kita gunakan senter sebagai penerangan," jelas Rubby.
Rubby meraba-raba meja, bukannya ponsel yang di dapat yang ada secangkir kopi yang tumpah.
"Aduh panas," pekik Khanza.
"Maaf, Khanza kopinya tumpah. Apa kopi itu mengenai tubuhmu?" tanya Rubby dengan panik.
"Panas, Tuan. Kopinya tumpah pas kena paha." Gadis itu menahan sakit di bagian tubuhnya.
Rubby cepat-cepat mencari keberadaan ponselnya, dan akhirnya ponsel itu berhasil ditemukan. Ia langsung saja menyalakan senter dan melihat tubuh Khanza yang tersiram air panas.
Pah* gadis itu memerah, Rubby meniup-niup bagian itu. Sayang, Rubby malah fokus pada bagian inti gadis itu. Celananya terlalu pendek, hingga Rubby sedikit melihat bagian terlarang itu. Tidak secara langsung memang, tapi itu cukup membuat jiwa Rubby terkoyak.
Khanza menyadari akan hal itu, cepat-cepat ia merapatkan bagian kakinya. Walau masih panas, ia tahan. Takut Rubby berbuat sesuatu padanya.
"Apa ada salep?" tanya Khanza pada Rubby.
"Sebentar, saya carikan." Dengan cahaya senter dari ponsel yang menerangi ruangan itu cukup membuat Khanza tidak terlalu takut. Gadis itu trauma akan kegelapan. Ibunya, dulu pernah mengurungnya di ruangan yang sangat gelap. Dari situ Khanza mulai takut dengan gelap.
Rubby kembali menghampiri Khanza sambil membawa salep pereda rasa nyeri, dan langsung memberikannya pada Khanza.
"Sini biar aku buka tutupnya." Rubby meraih salep itu kembali, Khanza begitu kesusahan membuka tutupnya yang tertutup sangat rapat. Selesai itu ia memberikannya lagi.
Khanza mulai mengoles salep itu di paha yang kena tumpahan air panas, Rubby hanya bisa menatapnya. Ingin menolong, tapi ia malah takut terbawa suasana dan berakhir khilaf.
Selesai mengobati lukanya, gadis itu meletakkan kembali salep itu di atas meja. Suansa kembali hening, seperti tak ada orang di ruangan itu. Malam semakin larut, sesekali Khanza menguap. Gadis itu sudah merasakan kantuk.
Rubby yang duduk di sebelahnya pun tahu kalau Khanza merasakan kantuk. Peka akan hak itu, Rubby menepuk-nepuk bahunya, mencoba memberi sandaran pada Khanza. Gadis itu melihat tangan Rubby menepuk bahunya sendiri, lalu tatapannya beralih pada pria itu.
"Tidurlah," ucap Rubby.
Karena memang sudah tidak tahan dengan kantuknya, ia pun menyadarkan kepalanya di pundak Rubby.
Tak lama dari situ, Khanza pun terlelap sampai terdengar dengkuran halus di telinga Rubby. Rubby merubahkan posisi Khanza, ia jadikan pahanya sebagai bantal bagi Khanza. Rubby pun mengantuk, pria itu ikut tertidur dengan posisi duduk dengan kapala tersandar di sandaran sofa.
Khanza meraskan hawa dingin dari ruangan itu, dan ternyata lampu sudah kembali menyala. Hawa dingin ia rasakan dari AC di ruangan itu. Khanza beranjak dari posisinya, ia melihat Rubby tertidur. Merasa kasihan dengannya, ia bergegas ke kamar mengambilkan selimut untuknya.
Khanza mencoba membenarkan posisi Rubby, kepalanya ia turunkan secara perlahan di bantal sofa. Kaki yang semula menjuntai ke bawah kini tidak lagi, Khanza mulai menyelimuti tubuh Rubby. Sayang, ketika Khanza melakukan itu, dengan cepat Rubby menarik tubuh Khanza, hingga gadis itu terjerembab tepat di atas tubuhnya Rubby.
"Tuan," panggil Khanza.
Tatapan mereka beradu kembali, kali ini posisi mereka bengitu int*m. Tak ada jarak diantara mereka.
"Tuan," panggil Khanza yang kedua kalinya.
"Apa, hmm? Ayo tidur," ajak Rubby.
"Ta-tapi ... Aku tidak nyaman tidur dalam keadaan seperti ini."
"Apa mau di kamar?" Entah setan apa yang merasuki pria itu, sampai Rubby mengajaknya tidur bersama.
"Apa maksud, Tuan? Kita tidak mungkin tidur dalam satu kamar, Tuan."
"Kenapa tidak mungkin? Di sini hanya ada satu kamar, Khanza. Bukankah semalam juga kita tidur bersama? Tidak terjadi apa-apa 'kan?" tanya Rubby.
"Makanya, ayo tidur?" ajaknya lagi. Khanza percaya saja bahwa tidak akan terjadi apa-apa diantara mereka, akhirnya mereka kembali tidur bersama dalam satu kamar.
Pintu dikunci rapat-rapat oleh Rubby.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Arin
sy dsni ngedkung Ruby selingkuh ya Krn istrny Kya gtu...🤭
2022-05-17
0
Layung Fatiha
lanjut say
ko sy yg dag dig dug der ya😆😄
2022-04-23
0
Justme
😂
2022-03-11
0